Isu Holding BUMN Jangan buat Fokus PLN Terpecah
A
A
A
JAKARTA - PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) diminta tetap fokus pada pembangunan transmisi di tengah isu seputar rencana PLN mengambil alih PT Pertamina Geothermal Energy (PGE). Seperti diketahui upaya penyatuan PLN dan PGE merupakan rencana salah satu rencana holding perusahaan pelat merah yang diusung Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno.
Ketua Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Darma mengatakan, PLN sebaiknya berkonsentrasi pada tugas utama yakni transmisi dan distribusi. “Jadi sudah sangat tepat apa yang disampaikan Pak Jonan (Menteri ESDM Ignasius Jonan, red) bahwa PLN sebaiknya fokus saja pada urusan tansmisi,” kata dia di Jakarta, Selasa (8/11/2016).
Menurutnya jika fokus PLN terbelah, maka berpotensi mengganggu pembangunan transmisi. Akibatnya bisa fatal, lantaran selama ini yang melakukan pembangunan transmisi hanya PLN.
“Apa jadinya jika pihak yang menjadi tumpuan pembangunan transmisi, fokusnya justru terpecah. Apalagi harus diingat, bahwa transmisi dan pembangkit harus selesai bersamaan. Jangan sampai pembangunan pembangkit sudah jadi, namun transmisi belum siap. Jika itu terjadi, maka semua rugi dan masyarakat juga yang akan terkena imbasnya,” sambung Surya.
Dia menyarankan PLN fokus pada urusan transmisi dan distribusi sebagai bagian dari penguasaan negara dalam mengamankan energi nasional, dibandingkan mengurus pengambil alihan PGE. Menurutnya PLN tidak harus mengelola sektor hulu, namun lebih baik membeli saja listrik atau uap yang dihasilkan pembangkit yang dikelola pihak pengembang.
Di sisi lain dirinya tidak menepis, bahwa akan lebih efisien lagi bila peran power producer yang saat ini juga diemban PLN, sebaiknya dipisahkan dan dijadikan kelompok unit-unit bisnis tersendiri. "Misalnya, sebagai anak perusahaan atau bentuk lain sehingga dapat diketahui pembangkit mana yang tidak efisien dan berbiaya tinggi," paparnya.
Lebih lanjut dia juga mengingatkan, pengalaman buruk PLN dalam menggarap panas bumi seharusnya bisa menjadi pelajaran. Karena terbukti, bahwa selama ini dari berbagai WKP yang diberikan, ternyata tidak bisa digarap PLN secara optimal.
“Sebut saja Tulehu dan Tangkuban Prahu. Semua tidak optimal. Jadi mengapa memaksakan diri masuk ke sektor yang kompetensinya rendah, padahal PLN punya kompetensi di bidang lain?” tutupnya
Sebagai informasi berdasarkan data Dirjen Ketenagalistrikan ESDM, realisasi transmisi PLN per Agustus 2016 hanya 2.792 kms atau sebesar 7%. Padahal, berdasarkan RUPTL 2015-2024, seharusnya sudah mencapai 10.602 kms atau sebesar 23% per 2016. Dengan capaian tersebut, diprediksi PLN hanya akan mampu merealisasikan sekitar 42% (19.000 kms) pada akhir 2019.
Ketua Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Darma mengatakan, PLN sebaiknya berkonsentrasi pada tugas utama yakni transmisi dan distribusi. “Jadi sudah sangat tepat apa yang disampaikan Pak Jonan (Menteri ESDM Ignasius Jonan, red) bahwa PLN sebaiknya fokus saja pada urusan tansmisi,” kata dia di Jakarta, Selasa (8/11/2016).
Menurutnya jika fokus PLN terbelah, maka berpotensi mengganggu pembangunan transmisi. Akibatnya bisa fatal, lantaran selama ini yang melakukan pembangunan transmisi hanya PLN.
“Apa jadinya jika pihak yang menjadi tumpuan pembangunan transmisi, fokusnya justru terpecah. Apalagi harus diingat, bahwa transmisi dan pembangkit harus selesai bersamaan. Jangan sampai pembangunan pembangkit sudah jadi, namun transmisi belum siap. Jika itu terjadi, maka semua rugi dan masyarakat juga yang akan terkena imbasnya,” sambung Surya.
Dia menyarankan PLN fokus pada urusan transmisi dan distribusi sebagai bagian dari penguasaan negara dalam mengamankan energi nasional, dibandingkan mengurus pengambil alihan PGE. Menurutnya PLN tidak harus mengelola sektor hulu, namun lebih baik membeli saja listrik atau uap yang dihasilkan pembangkit yang dikelola pihak pengembang.
Di sisi lain dirinya tidak menepis, bahwa akan lebih efisien lagi bila peran power producer yang saat ini juga diemban PLN, sebaiknya dipisahkan dan dijadikan kelompok unit-unit bisnis tersendiri. "Misalnya, sebagai anak perusahaan atau bentuk lain sehingga dapat diketahui pembangkit mana yang tidak efisien dan berbiaya tinggi," paparnya.
Lebih lanjut dia juga mengingatkan, pengalaman buruk PLN dalam menggarap panas bumi seharusnya bisa menjadi pelajaran. Karena terbukti, bahwa selama ini dari berbagai WKP yang diberikan, ternyata tidak bisa digarap PLN secara optimal.
“Sebut saja Tulehu dan Tangkuban Prahu. Semua tidak optimal. Jadi mengapa memaksakan diri masuk ke sektor yang kompetensinya rendah, padahal PLN punya kompetensi di bidang lain?” tutupnya
Sebagai informasi berdasarkan data Dirjen Ketenagalistrikan ESDM, realisasi transmisi PLN per Agustus 2016 hanya 2.792 kms atau sebesar 7%. Padahal, berdasarkan RUPTL 2015-2024, seharusnya sudah mencapai 10.602 kms atau sebesar 23% per 2016. Dengan capaian tersebut, diprediksi PLN hanya akan mampu merealisasikan sekitar 42% (19.000 kms) pada akhir 2019.
(akr)