Tren Perbaikan Ekspor Diprediksi Berlanjut hingga Akhir Tahun
A
A
A
JAKARTA - Tren perbaikan nilai ekspor Indonesia diprediksi oleh Ekonom Indef Eko Listyanto masih bisa berlanjut, menanggapi rilis Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin terkait neraca perdagangan Oktober 2016 yang mengalami surplus USD12,68 miliar. Tercatat ekspor RI sebesar USD12,68 miliar dan impor USD11,47 miliar.
(Baca Juga: Neraca Perdagangan RI Oktober Surplus USD12,68 Miliar)
Eko menambahkan tren positif akan berlanjut, seiring dengan membaiknya harga komoditas (terutama Crude Palm Oil/CPO), meskipun total ekspor sampai akhir tahun diperkirakan akan lebih rendah dari capaian 2015 lalu. "Tantangannya adalah dampak dari kebijakan pemerintah AS ke depan yang diperkirakan akan lebih protektif, serta bagaimana mengoptimalkan ekspor agar kontributif bagi pertumbuhan ekonomi," kata Eko saat dihubungi Rabu (16/11/2016).
Lebih lanjut dia menerangkan hal ini karena secara umum perbaikan kinerja ekspor-impor ini belum banyak berperan bagi pencapaian target pertumbuhan ekonomi. Menurut dia, disebabkan seiring peningkatan ekspor di satu sisi, hampir selalu diikuti dengan peningkatan impor di sisi lain, sebagai akibat dari besarnya impor content dalam produk-produk ekspor Indonesia.
Selanjutnya terkait perdagangan dengan AS. Kebijakan Trump yang rencananya akan lebih protektif kemungkinan besar akan dapat menganggu kinerja ekspor Indonesia ke AS. Menurutnya jika Pemerintah ingin tetap mempertahankan besarnya ekspor ke AS, maka komoditas-komoditas utama ekspor ke AS tersebut harus diperangkati dengan kebijakan insentif ekspor yang mencukupi.
"Hal ini karena produk utama yang diekspor Indonesia ke AS saat ini (antara lain tekstil, pengolahan karet, kulit, barang kulit, sepatu, alas kaki, elektronika; makanan dan minuman) akan semakin dipaksa bersaing dengan produk yang sama dari negara lain agar bisa masuk pasar AS," tutupnya.
(Baca Juga: Neraca Perdagangan RI Oktober Surplus USD12,68 Miliar)
Eko menambahkan tren positif akan berlanjut, seiring dengan membaiknya harga komoditas (terutama Crude Palm Oil/CPO), meskipun total ekspor sampai akhir tahun diperkirakan akan lebih rendah dari capaian 2015 lalu. "Tantangannya adalah dampak dari kebijakan pemerintah AS ke depan yang diperkirakan akan lebih protektif, serta bagaimana mengoptimalkan ekspor agar kontributif bagi pertumbuhan ekonomi," kata Eko saat dihubungi Rabu (16/11/2016).
Lebih lanjut dia menerangkan hal ini karena secara umum perbaikan kinerja ekspor-impor ini belum banyak berperan bagi pencapaian target pertumbuhan ekonomi. Menurut dia, disebabkan seiring peningkatan ekspor di satu sisi, hampir selalu diikuti dengan peningkatan impor di sisi lain, sebagai akibat dari besarnya impor content dalam produk-produk ekspor Indonesia.
Selanjutnya terkait perdagangan dengan AS. Kebijakan Trump yang rencananya akan lebih protektif kemungkinan besar akan dapat menganggu kinerja ekspor Indonesia ke AS. Menurutnya jika Pemerintah ingin tetap mempertahankan besarnya ekspor ke AS, maka komoditas-komoditas utama ekspor ke AS tersebut harus diperangkati dengan kebijakan insentif ekspor yang mencukupi.
"Hal ini karena produk utama yang diekspor Indonesia ke AS saat ini (antara lain tekstil, pengolahan karet, kulit, barang kulit, sepatu, alas kaki, elektronika; makanan dan minuman) akan semakin dipaksa bersaing dengan produk yang sama dari negara lain agar bisa masuk pasar AS," tutupnya.
(akr)