Penelitian dan Pengembangan Jadi Kunci Sukses Prodia

Sabtu, 19 November 2016 - 09:39 WIB
Penelitian dan Pengembangan...
Penelitian dan Pengembangan Jadi Kunci Sukses Prodia
A A A
SEBAGAI pionir laboratorium klinik swasta di Indonesia, Prodia senantiasa memelihara keunggulannya dengan fokus pada penelitian dan pengembangan serta mengikuti tren terkini di dunia medis.

Perusahaan yang awalnya berasal dari Solo, Jawa Tengah, ini begitu percaya diri berbekal Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki standar di dunia medis internasional. Tak heran, laboratorium klinik terlengkap di Indonesia ini mampu melakukan 500 jenis pemeriksaan yang sangat dibutuhkan dunia medis. Lokasi kliniknya pun kini telah mencapai 128 unit tersebar di sejumlah kota di Tanah Air.

Guna mengetahui apa saja yang akan dan telah dilakukan Prodia ke depannya, berikut petikan wawancara bersama Presiden Direktur PT Prodia Widyahusada Dewi Muliaty di Jakarta.

Bagaimana Anda melihat prospek bisnis laboratorium klinik di Indonesia?

Saya kira bisnis ini masih akan terus berkembang. Prodia berkeinginan menjadi center of excellences di bidang kesehatan. Sebagaimana namanya, Prodia, artinya pro untuk diagnosa yang lebih baik dan berkualitas kepada masyarakat. Ke depan, saya kira dunia laboratorium klinik akan berkembang pada pemeriksaan genetika. Karena berdasarkan bukti-bukti hasil penelitian ternyata, diagnosa sejak dini bisa diketahui melalui pemeriksaan genetik sehingga pencegahan lebih dini bisa dilakukan.

Untuk ke arah sana, kami telah menyiapkan diri, dengan membuat konferensi laboratorium klinik menggandeng 23 fakultas kedokteran di universitas-universitas di Indonesia berskala nasional maupun internasional. Termasuk menyiapkan pendidikan bagi SDM Prodia.

Saat ini kami memiliki SDM sebanyak 67 master bidang biomedik dan 35 doktor bidang laboratorium klinik melalui beasiswa dari Prodia.

Dilihat dari perkembangan Prodia yang berasal dari Kota Solo, lalu merambah ke Jakarta, Bandung dan kota-kota lain bagaimana Anda melihat perkembangan ini?

Perkembangan bisnis kami sangat tergantung dengan industri kesehatan secara umum yang juga meningkat pesat. Saat ini Prodia memiliki 128 laboratoium klinik berizin di seluruh Indonesia. Perkembangan ini menunjukkan bahwa sekarang semakin banyak orang sadar dengan kesehatan melalui tindakan pencegahan.

Apalagi, sejak pemerintah menggulirkan program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Saya kira, masyarakat dari semua lapisan akan lebih sadar betul mengenai pentingnya pemeriksaan laboratoium. Saya misalkan, diagnosa bagi penderita diabetes ini sudah sangat familiar di masyarakat. Khawatir terkena diabetes maka masyarakat kita kian rajin melakukan check up gula darah.

Itu baru untuk diagnosa penderita diabetes. Belum lagi pemeriksaan lain-lain seperti pemeriksaan asam urat, tekanan darah hormon dan sebagainya. Seiring dengan pengetahuan mengenai pentingnya sehat, sudah semakin familiar. Makanya, kami melihat industri ini akan terus bertumbuh.

Prodia sudah menjadi brand yang tidak asing bagi masyarakat. Apa keunggulan Prodia?

Saya kira kami unggul karena investasi yang besar dalam dunia penelitian laboratorium klinik. Artinya, setiap kali ada perkembangan baru dalam dunia laboratorium klinik kami adopsi dan menerapkannya berdasarkan standar medis internasional.

Sejak awal Prodia didirikan pada 1973 di Solo, kebetulan, empat orang para foundernya merupakan sosok-sosok idealis. Dua di antaranya merupakan dosen bidang kimia klinik. Awal mula, ketika istri salah seorang founder mengalami kendala masalah pemeriksaan darah dan memerlukan operasi ketika itu sehingga membutuhkan transfusi darah. Ternyata perbedaan golongan darah saja bisa sangat banyak variannya. Kemudian, untuk memastikan apakah golongan darah sudah sesuai atau tidak, harus melalui penelitian laboratorium yang akurat.
Maka, timbullah ide di antara empat sosok founder itu, salah satunya Bapak Andi Wijaya untuk membuat laboratorium klinik.

Bukankah rumah sakit yang juga melakukan pemeriksaan laboratorium untuk golongan darah pada saat itu?

Betul sekali, memang waktu itu telah ada rumah sakit yang memiliki laboratorium yang lengkap. Namun terkadang dokter tidak mau menetapkan diagnosa penyakit begitu saja. Kita tahu, bahwa 70% diagnosa penyakit datangnya dari pemeriksaan laboratorium. Ketika itu, pada 1970-an, ada namanya pengobatan berdasarkan intuisi, mengandalkan pengalaman dan intuisi seorang dokter. Namun, dengan kondisi kekinian profesi dokter tidak boleh hanya mengandalkan intuisi saja. Makanya, diagnosa itu harus tepat. Salah satunya dengan melakukan pemeriksaan laboratorium.

Bagaimana cara Prodia membekali SDM secara profesional?

Sangat maksimal. Artinya, setiap SDM dalam melakukan pemeriksaan laborotorium memiliki standar pemeriksaan yang sesuai dengan standar medis internasional. Dengan jumlah SDM sebanyak 3.600 orang, setiap kali ada penerimaan SDM kami melakukan training minimal selama tiga bulan. Itu pun tidak langsung siap, misalnya untuk seorang analis laboratorium, masih dibimbing lagi oleh analis yang lebih senior.

Selain keunggulan pada penelitian laboratorium klinik, bagaimana dari sisi pelayanan kepada masyarakat?

Tentu saja dua-duanya seiring berjalan. Kalau pemeriksaan laboratorium kami memiliki standar dunia medis internasional, inovasi untuk pelayanan kepada masyarakat juga tidak pernah berhenti. Kami mengembangkan produsen dari pemeriksaan sampai pada pelayanan kepada masyarakat. Itu sebabnya kami mengambil sertifikasi ISO 9002 dan di cabang-cabang kami sudah banyak menerima ISO 15189 yang merupakan standar akreditasi laboratorium medis. Terakhir kami terima sertifikasi dari American Pathologist pada 2012 sebagai rujukan paling lengkap atau sebanyak 500 jenis pemeriksaan. Kalau yang lain rata-rata 100 sampai 200 pemeriksaan lab.

Pemeriksaan laboratorium klinik tentu mengandalkan update alat dan teknologi. Bagaimana Prodia menerapkannya?

Sejak saya bergabung di Prodia pada 1985, daya saing kami terjaga dengan memperkuat tiga hal. Pertama jumlah outlet yang banyak. Kedua kualitas dijaga dengan kompetensi SDM. Ketiga added value dengan teknologi dan peralatan lab yang rata-rata usia pakai 5-6 tahun. Yang ketiga ini added value kami eksplorasi terus, misalnya mengembangkan laboratorium information system, yang nantinya pasien mengambil darah dengan menggunakan sistem barcode. Jadi, ketika disimpan di suatu alat, akan terbaca pemeriksaan yang diperlukan lebih lanjut. Nilai tamnbah ini ada pada pengembangan sistem teknologi informasi di internal perusahaan maupun layanan aplikasi kepada masyarakat.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5847 seconds (0.1#10.140)