Kekayaan Sumber Daya Alam Kadang Bisa Jadi Kutukan
A
A
A
JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, memiliki sumber daya alam (SDA) yang berlimpah tidak selalu membuat sebuah negara menjadi makmur seterusnya. Bahkan, terkadang kekayaan SDA tersebut justru seperti kutukan bagi sebuah negara.
Dia mengatakan, beberapa negara berpenghasilan menengah gagal keluar dari jebakan (middle income trapped) bahkan meski mereka memiliki SDA yang berlimpah. Menurutnya, hanya sedikit negara yang kaya SDA bisa benar-benar memanfaatkan kekayaannya.
"Anehnya yang gagal itu kira-kira yang kaya sumber daya nasionalnya. Jadi kaya SDA tapi malah gagal, salah satunya Norwegia," katanya dalam Rakernas Nahdlatul Ulama di Gedung PBNU, Jakarta, Sabtu (19/11/2016).
Menurutnya, kegagalan mereka karena merasa memiliki kekayaan SDA kemudian justru berleha-leha dan sembrono memanfaatkannya. Sehingga kekayaan SDA tidak bisa digunakan untuk kemakmuran dan justru menyebabkan korupsi menjamur.
"Kalau bapak dan ibu lihat, Afrika kurang apa SDA-nya kaya luar biasa, tapi tidak mampu tumbuh tinggi karena berbagai faktor tadi. Kemampuan mengelola SDA secara cerdas dengan tata kelola yang baik itu menjadi terbatas. Bahkan muncul konflik, perang, korupsi. Jadi itu menjadi bencana," imbuh dia.
Oleh karena itu, sambung mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini, Indonesia harus mampu mengambil pelajaran dari kasus tersebut. Sebelum nantinya bisa keluar dari middle income trapped, Indonesia harus benar-benar bisa memanfaatkan kekayaan SDA untuk menciptakan kemakmuran bagi masyarakat Indonesia.
"Dulu Indonesia boom minyak 1979-1980, kita mampu menggunakan uang minyak untuk investasi di sumber daya manusia, seperti membuat SD Inpres. Itu semua dilakukan untuk economy grassroot. Dan Kemiskinan kita turun tajam. Kalau tidak mau tergantung natural resources, makanya tadi muncul sektor sekunder dan tersier. Industri manufaktur yang tadi disebutkan harusnya domestic base bukan import base," tandasnya.
Dia mengatakan, beberapa negara berpenghasilan menengah gagal keluar dari jebakan (middle income trapped) bahkan meski mereka memiliki SDA yang berlimpah. Menurutnya, hanya sedikit negara yang kaya SDA bisa benar-benar memanfaatkan kekayaannya.
"Anehnya yang gagal itu kira-kira yang kaya sumber daya nasionalnya. Jadi kaya SDA tapi malah gagal, salah satunya Norwegia," katanya dalam Rakernas Nahdlatul Ulama di Gedung PBNU, Jakarta, Sabtu (19/11/2016).
Menurutnya, kegagalan mereka karena merasa memiliki kekayaan SDA kemudian justru berleha-leha dan sembrono memanfaatkannya. Sehingga kekayaan SDA tidak bisa digunakan untuk kemakmuran dan justru menyebabkan korupsi menjamur.
"Kalau bapak dan ibu lihat, Afrika kurang apa SDA-nya kaya luar biasa, tapi tidak mampu tumbuh tinggi karena berbagai faktor tadi. Kemampuan mengelola SDA secara cerdas dengan tata kelola yang baik itu menjadi terbatas. Bahkan muncul konflik, perang, korupsi. Jadi itu menjadi bencana," imbuh dia.
Oleh karena itu, sambung mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini, Indonesia harus mampu mengambil pelajaran dari kasus tersebut. Sebelum nantinya bisa keluar dari middle income trapped, Indonesia harus benar-benar bisa memanfaatkan kekayaan SDA untuk menciptakan kemakmuran bagi masyarakat Indonesia.
"Dulu Indonesia boom minyak 1979-1980, kita mampu menggunakan uang minyak untuk investasi di sumber daya manusia, seperti membuat SD Inpres. Itu semua dilakukan untuk economy grassroot. Dan Kemiskinan kita turun tajam. Kalau tidak mau tergantung natural resources, makanya tadi muncul sektor sekunder dan tersier. Industri manufaktur yang tadi disebutkan harusnya domestic base bukan import base," tandasnya.
(ven)