OPEC Sepakat Pangkas Produksi Minyak 1,2 Juta Barel
A
A
A
WINA - Organisasi Negara Pengekspor Minyak Dunia (Organization of Petroleum Exporting Countries/OPEC) akhirnya setuju untuk memangkas produksi minyak sekitar 1,2 juta barel per hari. OPEC sepakat memangkas produksi minyak untuk pertama kali dalam delapan tahun.
Keputusan ini menunjukkan bahwa ketidaksepahaman antara tiga grup produsen terbesar minyak dunia, yakni Arab Saudi, Iran dan Irak telah selesai. Ini juga di luar dugaan bagi OPEC. Bahkan, yang paling menonjol adalah Rusia juga sepakat memangkas produksi minyaknya.
Dampak dari keputusan OPEC tersebut langsung membuat harga minyak dunia kembali melonjak. Harga minyak WTI naik 10% dan harga saham perusahaan energi di seluruh dunia melompat, bersama mata uang negara eksportir minyak terbesar.
Namun, apakah keputusan tersebut akan berkelanjutan? Hal tersebut akan tergantung pada bagaimana OPEC mematuhi perjanjian tersebut. "Ini akan menjadi alarm bagi siapa saja yang skeptis terhadap OPEC. Grup ingin menurunkan pasokan," kata Analis Energy Aspects Ltd seperti dikutip dari Bloomberg di Jakarta, Kamis (1/12/2019).
Disebutkan, OPEC akan memangkas produksi minyaknya sebesar 1,2 juta barel per hari pada Januari 2016. OPEC menyatakan bahwa ini untuk memenuhi rencana pemangkasan dalam pertemuan OPEC di Aljazair pada September lalu.
Dalam pertemuan tersebut, OPEC sepakat memangkas produksinya sebesar 32,5 juta barel per hari. Namun, perjanjian tersebut dikecualikan untuk Nigeria dan Libya, sementara Irak diberikan kuota untuk pertama kalinya sejak 1990.
Setelah negosiasi berminggu-minggu penuh ketegangan, akhirnya Iran juga menunjukkan dominasinya sebagai produsen minyak terbesar di OPEC. Diperkirakan, akan ada kenaikan produksi dari negara tersebut mencapai 3,8 juta barel per hari setelah mereka lepas dari sanksi.
Sebelumnya, Saudi Arabia mengusulkan batas produksi saingannya di regional tersebut sebesar 3,7 juta barel per hari. "Kesepakatan ini 'sangat menarik'. Tujuan utama adalah normalisasi persediaan," kata Global Head of Commodities Research Glodman Sachs Group Inc.
Arab Saudi, yang produksi minyaknya mencapai rekor tertinggi tahun ini akan mengurangi produksi minyaknya sebesar 486.000 barel per hari menjadi 10,058 juta barel per hari. Sedangkan Irak sebagai produsen minyak kedua terbesar di OPEC, setuju memangkas 210 barel per hari produksi minyaknya mulai Oktober.
Selanjutnya, Uni Emirat Arab dan Kuwait setuju memangkas produksinya masing-masing, 139 ribu dan 131 ribu barel per hari. Sementara Rusia akan mengurangi produksi minyaknya sebesar 300 ribu barel per hari.
"Masih akan melihat rekor produksi yang sedang berlangsung. Namun, pelaku pasar mungkin mengabaikannya. Ini tampak seolah Rusia juga pangkas produksi, dan bila diterapkan juga positif," ungkap Analis UBS Group AG, Giovanni Staunovo.
Keputusan ini menunjukkan bahwa ketidaksepahaman antara tiga grup produsen terbesar minyak dunia, yakni Arab Saudi, Iran dan Irak telah selesai. Ini juga di luar dugaan bagi OPEC. Bahkan, yang paling menonjol adalah Rusia juga sepakat memangkas produksi minyaknya.
Dampak dari keputusan OPEC tersebut langsung membuat harga minyak dunia kembali melonjak. Harga minyak WTI naik 10% dan harga saham perusahaan energi di seluruh dunia melompat, bersama mata uang negara eksportir minyak terbesar.
Namun, apakah keputusan tersebut akan berkelanjutan? Hal tersebut akan tergantung pada bagaimana OPEC mematuhi perjanjian tersebut. "Ini akan menjadi alarm bagi siapa saja yang skeptis terhadap OPEC. Grup ingin menurunkan pasokan," kata Analis Energy Aspects Ltd seperti dikutip dari Bloomberg di Jakarta, Kamis (1/12/2019).
Disebutkan, OPEC akan memangkas produksi minyaknya sebesar 1,2 juta barel per hari pada Januari 2016. OPEC menyatakan bahwa ini untuk memenuhi rencana pemangkasan dalam pertemuan OPEC di Aljazair pada September lalu.
Dalam pertemuan tersebut, OPEC sepakat memangkas produksinya sebesar 32,5 juta barel per hari. Namun, perjanjian tersebut dikecualikan untuk Nigeria dan Libya, sementara Irak diberikan kuota untuk pertama kalinya sejak 1990.
Setelah negosiasi berminggu-minggu penuh ketegangan, akhirnya Iran juga menunjukkan dominasinya sebagai produsen minyak terbesar di OPEC. Diperkirakan, akan ada kenaikan produksi dari negara tersebut mencapai 3,8 juta barel per hari setelah mereka lepas dari sanksi.
Sebelumnya, Saudi Arabia mengusulkan batas produksi saingannya di regional tersebut sebesar 3,7 juta barel per hari. "Kesepakatan ini 'sangat menarik'. Tujuan utama adalah normalisasi persediaan," kata Global Head of Commodities Research Glodman Sachs Group Inc.
Arab Saudi, yang produksi minyaknya mencapai rekor tertinggi tahun ini akan mengurangi produksi minyaknya sebesar 486.000 barel per hari menjadi 10,058 juta barel per hari. Sedangkan Irak sebagai produsen minyak kedua terbesar di OPEC, setuju memangkas 210 barel per hari produksi minyaknya mulai Oktober.
Selanjutnya, Uni Emirat Arab dan Kuwait setuju memangkas produksinya masing-masing, 139 ribu dan 131 ribu barel per hari. Sementara Rusia akan mengurangi produksi minyaknya sebesar 300 ribu barel per hari.
"Masih akan melihat rekor produksi yang sedang berlangsung. Namun, pelaku pasar mungkin mengabaikannya. Ini tampak seolah Rusia juga pangkas produksi, dan bila diterapkan juga positif," ungkap Analis UBS Group AG, Giovanni Staunovo.
(izz)