Jokowi: Rupiah Versus USD Tak Lagi Relevan Ukur Ekonomi RI

Selasa, 06 Desember 2016 - 11:08 WIB
Jokowi: Rupiah Versus USD Tak Lagi Relevan Ukur Ekonomi RI
Jokowi: Rupiah Versus USD Tak Lagi Relevan Ukur Ekonomi RI
A A A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengemukakan, kurs nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) di masa yang akan datang tidak akan lagi menjadi tolak ukur yang tepat untuk melihat kondisi ekonomi di Tanah Air. Pasalnya, AS di bawah kepemimpinan Donald Trump diperkirakan akan melakukan kebijakan proteksionisme dengan lebih memprioritaskan kondisi dalam negeri (America First), ketimbang hubungannya dengan dunia luar.

(Baca Juga: Keyakinan Jokowi kepada Kebijakan Donald Trump)

Dia mengatakan, America First akan membuat USD praktis menguat terhadap seluruh mata uang dunia. Mata uang Negeri Paman Sam -julukan AS- tersebut nantinya diperkirakan akan jalan send‎iri dan penguatannya tidak terbendung.

"‎Menurut saya sama dengan dolar nanti akan jalan sendiri. Artinya America First nanti berarti relatif tidak peduli dengan konsekuensi aksinya terhadap negara lain. Ini yang saya tangkap," katanya dalam acara Sarasehan 100 Ekonom di Hotel Fairmont, Jakarta, Selasa (6/12/2016).

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini mengemukakan, ke depannya fluktuasi rupiah terhadap USD semakin tidak mencerminkan fundamental ekonomi Indonesia, melainkan semakin mencerminkan kebijakan ekonomi AS yang jalan sendiri.

Oleh sebab itu, sambung Jokowi, mengukur kekuatan ekonomi Indonesia dengan melihat rupiah versus USD sudah tidak relevan lagi. Mata uang Garuda akan selalu terlihat sangat jelek karena USD yang terlampau menguat. Padahal, kondisi di dalam negeri Indonesia sendiri masih terbilang stabil.

"Kalau ukur ekonomi Indonesia pakai dolar, nantinya ya kita akan kelihatan jelek. Padahal negara lain juga alami hal sama. Ekonomi kita oke-oke saja. Tapi ini sekali lagi, persepsi," imbuh dia.

‎Mantan Walikota Solo ini mengungkapkan, mengukur ekonomi Indonesia semestinya dengan mitra dagang terbesar Indonesia. Sementara Negeri Paman Sam sendiri, bukanlah mitra dagang yang terbesar. Porsinya hanya 10% hingga 11% dari total ekspor Indonesia. "Jadi jangan sampai angka 10-11% ini menjadi mendominasi persepsi ekonomi karena dolar dan rupiah tadi. Kalau kita masih bawa itu bisa berbahaya," tutur dia.

Jokowi menyebutkan, mitra dagang terbesar Indonesia saat ini adalah China dengan porsi sekitar 15,5%, menyusul kemudian Eropa 11,4%, dan Jepang 10,7%. Oleh karena itu, mata uang Garuda seharusnya diukur dengan mata uang renminbi, karena China merupakan mitra dagang terbesar Indonesia.

"‎Menurut saya kurs rupiah dan USD bukan lagi tolak ukur yang tepat. Kan harusnya kurs yang relevan adalah kurs rupiah melawan mitra dagang terbesa kita. Kalau Tiongkok terbesar ya harusnya rupiah-renminbi terbesar. Ini penting untuk edukasi publik, untuk tidak hanya memantau kurs pada USD semata. Tapi yang lebih komprehensif," paparnya
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9662 seconds (0.1#10.140)