Kinerja Emiten Telekomunikasi Terganjal Kebijakan Biaya Interkoneksi

Kamis, 08 Desember 2016 - 22:09 WIB
Kinerja Emiten Telekomunikasi...
Kinerja Emiten Telekomunikasi Terganjal Kebijakan Biaya Interkoneksi
A A A
JAKARTA - Kinerja emiten telekomunikasi pada tahun depan akan tetap tumbuh meski dihadapkan pada tantangan kebijakan pemerintah terkait penetapan biaya interkoneksi.

CFA Senior Research Manager PT Bahana Securities, Leonardo Henry Gavaza, memperkirakan hingga akhir tahun 2016 ini pertumbuhan emiten sektor telekomunikasi bisa mencapai dua digit.

"Tahun 2016 ini revenue growth industri telekomunikasi masih bagus. Tahun depan juga akan mengalami hal yang sama. Kemungkinan bisa double digit lagi sekitar 10,5% di tahun mendatang," kata Leo dalam Diskusi Akhir Tahun Industri Telkomunikasi di Jakarta, Kamis (8/12/2016).

Dia menambahkan, pertumbuhan pendapatan emiten telekomuniukasi ini masih disumbang pada layanan voice dan SMS. Meski pertumbuhannya sudah terbatas namun layanan voice dan SMS masih cukup tinggi kontribusinya terhadap pendapatan perseroan. Leo memperkirakan di tahun 2017 mendatang, pertumbuhan pendapatan dari layanan data akan meningkat signifikan.

Diperkirakan tahun 2017 ,profitabilitas emiten sektor telekomunikasi akan tergantung dari harga layanan data yang akan dijual oleh operator. Dari informasi yang didapatkan, manajemen Indosat disebutkan berencana menaikkan layanan tarif datanya. Perseroan merasa saat ini harga layanan data yang berlaku terbilang murah.

Meski memiliki potensi pertumbuhan yang tinggi, namun tak dapat dipungkiri, emiten telekomunikasi juga memiliki tantangan berat di tahun 2017 mendatang. Tantangan terberat yang bisa mempengaruhi kinerja emiten telekomunikasi adalah adanya revisi PP 52/53 tahun 2000 dan renana penetapan biaya interkoneksi yang akan dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

Apabila pemerintah menurunkan biaya interkoneksi sebesar Rp204 per menit, Leo memperkirakan EBITDA dan ARPU perusahaan telekomunikasi akan mengalami penurunan cukup siginfikan. Ini disebabkan operator akan berlomba-lomba untuk menurunkan harga layanan voice.

Jika biaya interkoneksi tidak mengalami penurunan maka pertumbuhan ARPU dan EBITDA margin emiten sektor telekomunikasi akan sama seperti yang terjadi saat ini. Tidak ada penurunan, baik itu di ARPU maupun di EBITDA margin.

"Jika satu operator melakukan penurunan harga maka akan diikuti oleh operator lainnya. Biasanya yang akan memulai penurunan itu adalah Indosat dan XL. Pastinya Telkom akan melawan dengan melakukan hal yang sama. Itu yang membuat ARPU dan EBITDA margin semua operator akan mengalami penurunan," papar Leo.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6280 seconds (0.1#10.140)