Rupiah dan Kedaulatan Ekonomi Indonesia

Jum'at, 09 Desember 2016 - 18:00 WIB
Rupiah dan Kedaulatan...
Rupiah dan Kedaulatan Ekonomi Indonesia
A A A
MATA uang bagi suatu negara tidak hanya berfungsi sebagai alat transaksi perdagangan dan stabilitas ekonomi. Mata uang merupakan identitas dan simbol kedaulatan negara.

Hal ini berlaku pula di Indonesia dengan mata uang rupiah. Sejak tahun lalu, tepatnya 1 Juli 2015, pemerintah memberlakukan kewajiban penggunaan rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Peraturan ini diberlakukan untuk menegakkan kedaulatan rupiah di NKRI, sekaligus mendukung stabilitas ekonomi makro. Ketentuan yang dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 17/3/PBI/2015 tanggal 31 Maret 2015 tersebut mengatur bahwa setiap transaksi yang dilakukan di wilayah NKRI wajib menggunakan rupiah. PBI ini merupakan pelaksanaan dari Undang-undang (UU) No 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, serta mendasarkan pada UU Bank Indonesia.

Meski demikian, ketentuan tersebut memberikan pengecualian untuk transaksi-transaksi dalam rangka pelaksanaan APBN; perdagangan internasional; pembiayaan internasional yang dilakukan oleh para pihak yang salah satunya berkedudukan di luar negeri; kegiatan usaha bank dalam valuta asing yang dilakukan sesuai UU yang mengatur mengenai perbankan dan perbankan syariah; transaksi surat berharga yang diterbitkan oleh pemerintah dalam valuta asing di pasar perdana dan pasar skunder yang sudah diatur dengan undang-undang; serta transaksi lainnya dalam valuta asing yang dilakukan berdasarkan undang-undang.

Perjalanan Rupiah

rupiah
Rupiah sendiri dicetak dan diatur penggunaannya oleh Bank Indonesia dengan kode ISO 4217 IDR. Dari catatan berbagai sumber nama rupiah sering dikaitkan dengan mata uang India, rupee. Namun, sebagian berpendapat bahwa rupiah berasal dari bahasa Sanskerta, rupia, yang berarti perak. Memang sama dengan arti rupee, namun rupiah sendiri merupakan pelafalan asli Indonesia karena adanya penambahan huruf ’h’ di akhir kata rupia, sangat khas sebagai pelafalan orang-orang Jawa.

Hal ini sedikit berbeda dengan banyak anggapan bahwa rupiah adalah salah satu unit turunan dari mata uang India. Rupee India sebenarnya juga dapat dikatakan sebagai turunan dari kata rupia itu sendiri, dengan begitu rupiah Indonesia memiliki tingkatan yang sama bukan sebagai unit turunan dari mata uang India tersebut.

Pada masa-masa awal kemerdekaan, Indonesia belum menggunakan mata uang rupiah namun menggunakan mata uang resmi yang dikenal sebagai ORI. ORI memiliki jangka waktu peredaran di Indonesia selama 4 tahun, ORI sudah mulai digunakan pada 1945 hingga 1949.

Tetapi, penggunaan ORI secara sah baru dimulai sejak diresmikannya mata uang ini oleh pemerintah sebagai mata uang Indonesia pada 30 Oktober 1946. Pada masa awal, ORI dicetak oleh Percetakan Canisius dengan bentuk dan desain yang sangat sederhana menggunakan pengaman serat halus.

Pada masa awal kemerdekaan ini ORI beredar luas di masyarakat meskipun uang ini hanya dicetak di Yogyakarta. ORI sedikitnya sudah dicetak sebanyak lima kali dalam jangka waktu empat tahun, antara lain cetakan I pada 17 Oktober 1945, seri II pada 1 Januari 1947, seri III dikeluarkan pada 26 Juli 1947. Pada masa itu, ORI merupakan mata uang yang memiliki nilai sangat rendah jika dibandingkan dengan uang-uang yang dikeluarkan oleh de Javasche Bank. Padahal, uang ORI adalah uang langka yang semestinya bernilai tinggi.

Pada 8 April 1947, Gubernur Provinsi Sumatera mengeluarkan rupiah Uang Republik Indonesia Provinsi Sumatera (URIPS). Sejak 2 November 1949, empat tahun setelah merdeka, Indonesia menetapkan rupiah sebagai mata uang kebangsaan yang baru. Kepulauan Riau dan Irian Barat memiliki variasi rupiah mereka sendiri, tetapi penggunaannya dihapuskan pada 1964 di Riau dan 1974 di Irian Barat.

Pada awal pencatatan tahun 1949, posisi rupiah terhadap dolar AS (USD) berada di angka Rp3,80/USD. Hingga 1965, rupiah terus terdepresiasi hingga mencapai Rp4.995/USD.

Pada 1965, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) memutuskan melakukan redenominasi dengan memangkas nominal 0 di belakang mata uang rupiah. Kala itu posisi rupiah terhadap dolar AS berada di kisaran Rp0,25/USD.

Pada 1966 hingga 1996, rupiah terus bergerak dari Rp250/USD menjadi Rp2.248/USD. Pada 1997, rupiah mulai mengalami gejolak akibat krisis ekonomi melanda kawasan Asia. Di mana rupiah kala itu semakin tertekan hingga berada di angka Rp5.915/USD.

Pada Juni 1998 nilai tukar rupiah jatuh hingga 35% mencapai Rp16.800/USD dan membawa kejatuhan pemerintahan Presiden RI Ke-2 Soeharto yang sudah berkuasa selama 32 tahun.

Belajar dari itu, pemerintah terus berusaha menjaga stabilitas nilai tukar rupiah terhadap mata uang lain. Di bawah kepemimpinan Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowadojo, rupiah kini berada dalam posisi fundamental positif di kisaran Rp13.000-13.500/USD.

Redominasi Rupiah

rupiah
rupiah
Nilai rupiah dibandingkan mata uang lain terlihat lebih rendah dengan terus bertambahnya nominal pada mata uang garuda. Atas hal tersebut pemerintah dan Bank Indonesia (BI) sempat mewacanakan untuk melakukan redenominasi dengan menyederhanakan jumlah nol di belakang rupiah.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo, saat masih menjabat sebagai menteri keuangan (Menkeu) RI menceritakan, langkah redenominasi bagi pemerintah bukan pertama kali. Hampir setengah abad lalu, tepatnya pada 1965, Indonesia pernah melakukan redenominasi.

Ia menuturkan, saat itu pemerintah mengeluarkan uang rupiah baru sebagai pengganti uang kertas lama dengan perbandingan nilai satu rupiah uang baru sama dengan Rp1.000 uang lama. Namun, redenominasi yang dijalankan saat itu gagal karena dilakukan pada saat kondisi ekonomi sedang tidak baik. Di mana inflasi sangat tinggi dan pertumbuhan ekonomi tidak stabil, sehingga kebijakan redenominasi tidak berjalan sesuai dengan harapan.

Belajar dari pengalaman tersebut, Agus sangat berhati-hati dalam menjalankan kebijakannya. "Kebijakan redemoniasi perlu dilakukan untuk menyederhanakan nominal rupiah yang semakin besar, namun pelaksanaan redenominasi perlu dilakukan dengan sangat hati-hati," terangnya.

Cetakan Baru

rupiah
Terkait keamanan dan perbaikan kualitas mata uang rupiah, Bank Indonesia juga secara berkala mengeluarkan uang cetakan baru. Di mana pada tahun ini, BI menerbitkan uang rupiah NKRI dengan desain baru sebagai pelaksanaan amanat Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.

Penetapan gambar pahlawan nasional dilakukan berdasarkan koordinasi BI dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Sosial, Sekretaris Kabinet, Kementerian Hukum dan HAM, termasuk dalam pengurusan persetujuan penggunaan gambar pahlawan nasional oleh ahli waris.

Sebagaimana Keputusan Presiden No 31 Tahun 2016 tentang Penetapan Gambar Pahlawan Nasional, BI mengeluarkan tujuh pecahan uang rupiah kertas dan empat pecahan uang rupiah logam dengan gambar pahlawan.

Dalam Keppres tersebut ditetapkan, gambar pahlawan nasional Dr (HC) Ir Soekarno dan Dr (HC) Drs Mohammad Hatta sebagai gambar utama pada bagian depan rupiah kertas NKRI dengan pecahan Rp100.000.

Gambar Pahlawan Nasional Ir H Djuanda Kartawidjaja sebagai gambar pada bagian depan rupiah kertas NKRI dengan pecahan Rp50.000. Gambar pahlawan nasional Dr GSSJ Ratulangi sebagai gambar pada bagian depan rupiah kertas NKRI dengan pecahan Rp20.000.

Gambar pahlawan nasional Frans Kaisiepo sebagai gambar pada bagian depan rupiah kertas NKRI dengan pecahan Rp10.000. Kemudian, gambar pahlawan nasional Dr KH Idham Chalid sebagai gambar pada bagian depan rupiah kertas NKRI dengan pecahan Rp5.000.

Gambar pahlawan nasional Mohammad Hoesni Thamrin sebagai gambar pada bagian depan rupiah kertas NKRI dengan pecahan Rp2.000. Lalu, gambar pahlawan nasional Tjut Meutia sebagai gambar pada bagian depan rupiah kertas NKRI dengan pecahan Rp1.000.

Gambar pahlawan nasional Mr I Gusti Ketut Pudja sebagai gambar pada bagian depan rupiah logam NKRI dengan pecahan Rp1.000. Gambar pahlawan nasional Letnan Jenderal TNI (Purn) Tahi Bonar Simatupang sebagai gambar pada bagian depan rupiah logam NKRI dengan pecahan Rp500.

Gambar pahlawan nasional Dr Tjiptomangunkusumo sebagai gambar pada bagian depan rupiah logam NKRI dengan pecahan Rp200, dan gambar pahlawan nasional Prof Dr Ir Herman Johanes sebagai gambar pada bagian depan rupiah logam NKRI dengan pecahan Rp100.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0752 seconds (0.1#10.140)