OJK Ungkap Penyebab Lambatnya Pertumbuhan Agen Laku Pandai
A
A
A
YOGYAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan masih minimnya jaringan infrastruktur di daerah, terutama daerah pelosok, berpengaruh besar terhadap lambatnya peningkatan angka literasi keuangan. Keluhan ini juga dirasakan pelaku program laku pandai (agen perbankan) di daerah pelosok. Mereka merasakan lambatnya jaringan infrastruktur internet dalam mendukung program laku pandai.
Ketua OJK Daerah Istimewa Yogyakarta, Fauzi Nugroho menceritakan, meski saat ini puluhan bank di Yogyakarta gencar mengadakan program agen laku pandai namun pesertanya masih minim. Ia pun mencatat hingga akhir tahun 2016 ini, baru sekitar 6-7 bank yang sudah memiliki agen laku pandai di area kerja mereka. "Harapan saya semakin banyak," tuturnya saat dihubungi melalui sambungan telepon, Senin (12/12/2016).
Namun demikian, Fauzi tidak mematok target berapa banyak yang memiliki agen laku pandai di masyarakat. Hanya saja, seiring dengan penetapan target sesuai dengan strategi nasional angka literasi keuangan (SNATK) nasional yang menargetkan setidaknya mencapai angka 75% masyarakat Indonesia melek keuangan di tahun 2019, maka pihaknya berharap agar semakin banyak bank yang membentuk jaringan laku pandai.
Di Yogyakarta sendiri, lanjutnya, dari SNATK tersebut, pihaknya menargetkan angka literasi keuangan mencapai 100% di tahun 2023 mendatang. Selain melakukan edukasi secara massif baik oleh OJK atau pun lembaga keuangan, pihaknya juga mengejar target tersebut dengan membentuk agen-agen laku pandai di tengah masyarakat. Hanya saja untuk laku pandai memang masih terbentur kendala.
Agen laku pandai, lanjutnya, selama ini memang dikembalikan ke perbankan masing-masing. Karena belum semua bank di Yogyakarta memiliki infrastruktur pendukung pembentukan agen laku pandai tersebut. Salah satu yang menentukan agen laku pandai adalah dari sisi penerapan teknologi informasi dan juga jaringan internet. "Memang belum semuanya memiliki jaringan pendukung internet," ujarnya.
Selain itu, lanjutnya, salah satu kendala utama untuk membuka agen laku pandai tersebut adalah jaringan internet. Saat ini jaringan internet di Yogyakarta belum semuanya bagus. Di daerah-daerah terpencil jaringan internet masih sangat minim, padahal untuk bisa membuka agen laku pandai perlu internet yang mumpuni.
Provider-provider dari seluler sebenarnya sudah banyak yang masuk hingga ke pelosok daerah. Hanya saja, jaringan mereka belum mampu atau tidak begitu kuat untuk mendukung kerja Electronic Data Capture (EDC). Sehingga pihaknya mendorong kepada provider untuk meningkatkan kapasitas jaringan internet mereka. "Kami juga berharap jaringan telepon kabel juga segera diatasi," tuturnya.
OJK berharap provider telekomunikasi memperhatikan keluhan mereka terkait jaringan internet di daerah terpencil. Ia mendorong agar perusahaan telekomunikasi segera membangun jaringan di daerah terpencil sehingga program literasi keuangan 100 % di tahun 2023 bisa tercapai. Karena itu, awal tahun depan, pihaknya akan mengajak semua perbankan di Yogyakarta melakukan komunikasi dengan BUMN telekomunikasi.
Kendala sinyal internet provider memang dialami oleh para agen laku pandai di daerah terpencil. Seperti yang diungkapkan oleh Siti, salah satu pengelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang juga agen laku pandai di Kelurahan Dlingo, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul.
BUMDes yang Siti kelola memang sudah dua pecan terakhir menjadi agen laku pandai sebuah bank BUMN. Hanya saja, meski sudah dua minggu menjadi agen laku pandai tetapi transaksi masih minim Salah satu kendala yang ia hadapi adalah sinyal dari provider yang sangat lemah. "Kalau mau digunakan, sinyal alat ini (EDC) tiba-tiba hilang. Padahal yang ingin bertransaksi juga cukup banyak," paparnya.
Ketua OJK Daerah Istimewa Yogyakarta, Fauzi Nugroho menceritakan, meski saat ini puluhan bank di Yogyakarta gencar mengadakan program agen laku pandai namun pesertanya masih minim. Ia pun mencatat hingga akhir tahun 2016 ini, baru sekitar 6-7 bank yang sudah memiliki agen laku pandai di area kerja mereka. "Harapan saya semakin banyak," tuturnya saat dihubungi melalui sambungan telepon, Senin (12/12/2016).
Namun demikian, Fauzi tidak mematok target berapa banyak yang memiliki agen laku pandai di masyarakat. Hanya saja, seiring dengan penetapan target sesuai dengan strategi nasional angka literasi keuangan (SNATK) nasional yang menargetkan setidaknya mencapai angka 75% masyarakat Indonesia melek keuangan di tahun 2019, maka pihaknya berharap agar semakin banyak bank yang membentuk jaringan laku pandai.
Di Yogyakarta sendiri, lanjutnya, dari SNATK tersebut, pihaknya menargetkan angka literasi keuangan mencapai 100% di tahun 2023 mendatang. Selain melakukan edukasi secara massif baik oleh OJK atau pun lembaga keuangan, pihaknya juga mengejar target tersebut dengan membentuk agen-agen laku pandai di tengah masyarakat. Hanya saja untuk laku pandai memang masih terbentur kendala.
Agen laku pandai, lanjutnya, selama ini memang dikembalikan ke perbankan masing-masing. Karena belum semua bank di Yogyakarta memiliki infrastruktur pendukung pembentukan agen laku pandai tersebut. Salah satu yang menentukan agen laku pandai adalah dari sisi penerapan teknologi informasi dan juga jaringan internet. "Memang belum semuanya memiliki jaringan pendukung internet," ujarnya.
Selain itu, lanjutnya, salah satu kendala utama untuk membuka agen laku pandai tersebut adalah jaringan internet. Saat ini jaringan internet di Yogyakarta belum semuanya bagus. Di daerah-daerah terpencil jaringan internet masih sangat minim, padahal untuk bisa membuka agen laku pandai perlu internet yang mumpuni.
Provider-provider dari seluler sebenarnya sudah banyak yang masuk hingga ke pelosok daerah. Hanya saja, jaringan mereka belum mampu atau tidak begitu kuat untuk mendukung kerja Electronic Data Capture (EDC). Sehingga pihaknya mendorong kepada provider untuk meningkatkan kapasitas jaringan internet mereka. "Kami juga berharap jaringan telepon kabel juga segera diatasi," tuturnya.
OJK berharap provider telekomunikasi memperhatikan keluhan mereka terkait jaringan internet di daerah terpencil. Ia mendorong agar perusahaan telekomunikasi segera membangun jaringan di daerah terpencil sehingga program literasi keuangan 100 % di tahun 2023 bisa tercapai. Karena itu, awal tahun depan, pihaknya akan mengajak semua perbankan di Yogyakarta melakukan komunikasi dengan BUMN telekomunikasi.
Kendala sinyal internet provider memang dialami oleh para agen laku pandai di daerah terpencil. Seperti yang diungkapkan oleh Siti, salah satu pengelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang juga agen laku pandai di Kelurahan Dlingo, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul.
BUMDes yang Siti kelola memang sudah dua pecan terakhir menjadi agen laku pandai sebuah bank BUMN. Hanya saja, meski sudah dua minggu menjadi agen laku pandai tetapi transaksi masih minim Salah satu kendala yang ia hadapi adalah sinyal dari provider yang sangat lemah. "Kalau mau digunakan, sinyal alat ini (EDC) tiba-tiba hilang. Padahal yang ingin bertransaksi juga cukup banyak," paparnya.
(ven)