Banyak Langgar AD/ART, Munas Apersi ke-V Berakhir Buntu
A
A
A
JAKARTA - Musyawarah Nasional Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Munas Apersi) ke-V yang berlangsung di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, pada 15-16 Desember 2016 berujung kebuntuan. Agenda utama munas yang sejatinya adalah pemilihan Ketua Umum Apersi periode 2016-2020 berakhir deadlock.
Sekitar 12 dewan pengurus daerah (DPD) memprotes pelaksanaan munas karena dianggap banyak melanggar Anggaran Dasar/Anggran Rumah Tangga organisasi sehingga memutuskan keluar ruang sidang (walk out) saat agenda laporan pertanggungjawaban pengurus periode 2013-2016.
“Kami memutuskan untuk tidak melanjutkan proses munas karena sejak awal sudah melihat adanya banyak sekali pelanggaran aturan organisasi yang dilakukan DPP Apersi, sehingga munas ini harus dikembalikan di rel yang benar,” ungkap Juru Bicara 12 DPD Apersi, Irwan Intje dalam keterangan pers yang diterima SINDOnews, Sabtu (17/12/2016).
Menurut Irwan, pihaknya sudah melihat adanya kejanggalan yang dilakukan DPP Apersi terkait pembentukan panitia pelaksana, dimana Surat Keputusan (SK) Panitia Pelaksana Munas Apersi ke-V dikeluarkan setelah masa bakti kepengurusan DPP Apersi periode 2013-2016 habis pada 16 Juni 2016. Berdasarkan ketentuan, SK sejatinya sudah dikeluarkan sebelum tanggal tersebut.
SK panitia yang tidak sesuai aturan juga dilanjutkan dengan pengangkangan terhadap AD/ART lainnya. Misalnya dalam proses penjaringan Calon Ketua Umum (Caketum) Apersi, disesalkan lolosnya satu nama Caketum Apersi yang tidak memenuhi syarat karena pernah dicabut haknya sebagai pengurus.
Berdasarkan Pasal 18 Ayat 1 (F) AD/ART Apersi disebutkan persyaratan caketum untuk dapat dipilih sebagai Ketua Umum DPP Apersi harus tidak pernah dikeluarkan dari kepengurusan di DPP maupun DPD baik karena alasan pelanggaran AD/ART, peraturan organisasi, serta ketentuan organisasi lainnya. Tetapi, kata Irwan, justru ada caketum yang pernah dicabut haknya sebagai pengurus pada 2006 tiba-tiba dinyatakan lolos sebagai caketum.
“Seharusnya ini dari awal langsung ditolak. Kenapa? Karena berdasarkan AD/ART sebagai rujukan berorganisasi, yang bersangkutan harus mengajukan pengampunan terlebih dahulu pada munas-munas sebelumnya (Munas ke-III dan ke-IV). Tapi ini setelah mendaftar dan diterima, baru mengajukan pengampunan,” kata Irwan.
Ditegaskan, ke-12 DPD Apersi tidak mempersoalkan sosok caketum tersebut karena dirinya tetap sahabat satu organisasi. Namun yang diprotes dan diperjuangkan adalah egoisme DPP yang sejak awal tidak netral dan melakukan pengabaian terhadap AD/ART.
Oleh karena itu, selain menolak hasil munas yang tetap dilanjutkan secara sepihak atas seizin DPP Apersi sebelumnya, menurut Irwan, pihaknya akan melaporkan persoalan tersebut kepada Dewan Pertimbangan Organisasi (DPO) Apersi sesuai kewenangan dewan ini berdasarkan amanah AD/ART.
“Intinya kami menuntut satu proses munas sebagai keputusan tertinggi organisasi yang sesuai aturan yakni AD/ART. Kami akan segera laporkan pelanggaran ini kepada DPO. Karena menurut Pasal 19 dan Pasal 20, jika terjadi deadlock akan diambilalih oleh DPO. Bisa saja nanti digelar Munaslub,” tegasnya.
Sekitar 12 dewan pengurus daerah (DPD) memprotes pelaksanaan munas karena dianggap banyak melanggar Anggaran Dasar/Anggran Rumah Tangga organisasi sehingga memutuskan keluar ruang sidang (walk out) saat agenda laporan pertanggungjawaban pengurus periode 2013-2016.
“Kami memutuskan untuk tidak melanjutkan proses munas karena sejak awal sudah melihat adanya banyak sekali pelanggaran aturan organisasi yang dilakukan DPP Apersi, sehingga munas ini harus dikembalikan di rel yang benar,” ungkap Juru Bicara 12 DPD Apersi, Irwan Intje dalam keterangan pers yang diterima SINDOnews, Sabtu (17/12/2016).
Menurut Irwan, pihaknya sudah melihat adanya kejanggalan yang dilakukan DPP Apersi terkait pembentukan panitia pelaksana, dimana Surat Keputusan (SK) Panitia Pelaksana Munas Apersi ke-V dikeluarkan setelah masa bakti kepengurusan DPP Apersi periode 2013-2016 habis pada 16 Juni 2016. Berdasarkan ketentuan, SK sejatinya sudah dikeluarkan sebelum tanggal tersebut.
SK panitia yang tidak sesuai aturan juga dilanjutkan dengan pengangkangan terhadap AD/ART lainnya. Misalnya dalam proses penjaringan Calon Ketua Umum (Caketum) Apersi, disesalkan lolosnya satu nama Caketum Apersi yang tidak memenuhi syarat karena pernah dicabut haknya sebagai pengurus.
Berdasarkan Pasal 18 Ayat 1 (F) AD/ART Apersi disebutkan persyaratan caketum untuk dapat dipilih sebagai Ketua Umum DPP Apersi harus tidak pernah dikeluarkan dari kepengurusan di DPP maupun DPD baik karena alasan pelanggaran AD/ART, peraturan organisasi, serta ketentuan organisasi lainnya. Tetapi, kata Irwan, justru ada caketum yang pernah dicabut haknya sebagai pengurus pada 2006 tiba-tiba dinyatakan lolos sebagai caketum.
“Seharusnya ini dari awal langsung ditolak. Kenapa? Karena berdasarkan AD/ART sebagai rujukan berorganisasi, yang bersangkutan harus mengajukan pengampunan terlebih dahulu pada munas-munas sebelumnya (Munas ke-III dan ke-IV). Tapi ini setelah mendaftar dan diterima, baru mengajukan pengampunan,” kata Irwan.
Ditegaskan, ke-12 DPD Apersi tidak mempersoalkan sosok caketum tersebut karena dirinya tetap sahabat satu organisasi. Namun yang diprotes dan diperjuangkan adalah egoisme DPP yang sejak awal tidak netral dan melakukan pengabaian terhadap AD/ART.
Oleh karena itu, selain menolak hasil munas yang tetap dilanjutkan secara sepihak atas seizin DPP Apersi sebelumnya, menurut Irwan, pihaknya akan melaporkan persoalan tersebut kepada Dewan Pertimbangan Organisasi (DPO) Apersi sesuai kewenangan dewan ini berdasarkan amanah AD/ART.
“Intinya kami menuntut satu proses munas sebagai keputusan tertinggi organisasi yang sesuai aturan yakni AD/ART. Kami akan segera laporkan pelanggaran ini kepada DPO. Karena menurut Pasal 19 dan Pasal 20, jika terjadi deadlock akan diambilalih oleh DPO. Bisa saja nanti digelar Munaslub,” tegasnya.
(ven)