Ditjen Pajak Tutup Pintu Damai untuk Google
A
A
A
JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akhirnya menutup pintu damai untuk Google. Pasalnya, Google dinilai tidak memiliki iktikad baik untuk berdamai. Mereka justru menawarkan penyelesaian kasus tunggakan pajak (tax settlement) dengan nilai lebih kecil dari yang diajukan Ditjen Pajak.
Kepala Kantor Wilayah Ditjen Pajak Jakarta Khusus Muhammad Hanif mengungkapkan, pada pertengahan Desember 2016, pihaknya bertemu dengan Google Singapura yang datang secara mendadak atas perintah Google Amerika Serikat (AS). Dia bermaksud untuk menegosiasikan tunggakan pajak atas kegiatannya di Indonesia.
"Dia (Google Singapura) datang mendadak diperintah dari AS, enggak ada janji. Saya mau negosiasi sekarang. Kita rapat besar dengan tim auditor," katanya di Gedung Ditjen Pajak Kemenkeu, Jakarta, Selasa (20/12/2016).
Hanif mengungkapkan, pihaknya sejatinya telah memasang angka penawaran yang sangat minimal dan konservatif. Namun Google justru minta kembali diturunkan semakin kecil.
"Saya bilang, lho ini kok kayak di pasar, tawar menawar begini. Nah, dia minta saya turunkan, terus dia naik sedikit. Wah enggak bisa saya bilang begitu. Ini settlement. Ini angka saya sangat konservatif. Ibu Menteri pun tahu angkanya," ungkapnya.
Tak hanya itu, lanjut dia, Google juga terus berkelit saat pihaknya meminta pembukuan keuangan mereka. Padahal, Ditjen Pajak hanya ingin mengetahui berapa besar sebenarnya utang pajak raksasa internet asal Amerika Serikat tersebut.
"Bukunya enggak diberikan sampai sekarang. Setelah ketemu Menteri pun enggak diberikan. Saya bilang, buku Anda ini kan file elektronik. Masa kalau file elektronik menunggu berhari-hari. Akhirnya mereka tetap nawar. Kami diminta turunkan (tunggakan pajaknya)," imbuh dia.
Oleh karena itu, Ditjen Pajak pun memutuskan untuk menyudahi jalur perundingan dengan Google dan akan meningkatkan status pajak Google dari tahap tax settlement menjadi preliminary investigation. Dengan ditingkatkan statusnya tersebut, maka Google harus membayar tunggakan pajaknya dengan tambahan bunga 150%.
"Ini kan artinya ada niat tidak baik dari Google bayar pajak. Jadi settlement sudah enggak ada lagi. Sanksi bunga 150 persen setelah itu," tandasnya.
Kepala Kantor Wilayah Ditjen Pajak Jakarta Khusus Muhammad Hanif mengungkapkan, pada pertengahan Desember 2016, pihaknya bertemu dengan Google Singapura yang datang secara mendadak atas perintah Google Amerika Serikat (AS). Dia bermaksud untuk menegosiasikan tunggakan pajak atas kegiatannya di Indonesia.
"Dia (Google Singapura) datang mendadak diperintah dari AS, enggak ada janji. Saya mau negosiasi sekarang. Kita rapat besar dengan tim auditor," katanya di Gedung Ditjen Pajak Kemenkeu, Jakarta, Selasa (20/12/2016).
Hanif mengungkapkan, pihaknya sejatinya telah memasang angka penawaran yang sangat minimal dan konservatif. Namun Google justru minta kembali diturunkan semakin kecil.
"Saya bilang, lho ini kok kayak di pasar, tawar menawar begini. Nah, dia minta saya turunkan, terus dia naik sedikit. Wah enggak bisa saya bilang begitu. Ini settlement. Ini angka saya sangat konservatif. Ibu Menteri pun tahu angkanya," ungkapnya.
Tak hanya itu, lanjut dia, Google juga terus berkelit saat pihaknya meminta pembukuan keuangan mereka. Padahal, Ditjen Pajak hanya ingin mengetahui berapa besar sebenarnya utang pajak raksasa internet asal Amerika Serikat tersebut.
"Bukunya enggak diberikan sampai sekarang. Setelah ketemu Menteri pun enggak diberikan. Saya bilang, buku Anda ini kan file elektronik. Masa kalau file elektronik menunggu berhari-hari. Akhirnya mereka tetap nawar. Kami diminta turunkan (tunggakan pajaknya)," imbuh dia.
Oleh karena itu, Ditjen Pajak pun memutuskan untuk menyudahi jalur perundingan dengan Google dan akan meningkatkan status pajak Google dari tahap tax settlement menjadi preliminary investigation. Dengan ditingkatkan statusnya tersebut, maka Google harus membayar tunggakan pajaknya dengan tambahan bunga 150%.
"Ini kan artinya ada niat tidak baik dari Google bayar pajak. Jadi settlement sudah enggak ada lagi. Sanksi bunga 150 persen setelah itu," tandasnya.
(ven)