Obligasi Korporasi Diprediksi Semakin Marak di 2017
A
A
A
JAKARTA - PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) memprediksi penerbitan obligasi di tahun 2017 akan mencapai Rp119,6 triliun. Angka tersebut meningkat dibandingkan tahun ini sebear Rp104,2 triliun.
Direktur Utama Pefindo Salyadi Saputra mengatakan, prediksi tersebut berdasarkan proyeksi kondisi ekonomi di tahun depan, seperti pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Asumsi bahwa pertumbuhan ekonomi akan lebih baik di 2017 yaitu sekitar 5,2% dan inflasi yang terjadi di rentang target Bank Indonesia (BI) dengan tingkat suku bunga yang relatif rendah.
"Sekitar Rp21,03 triliun berasal dari mandat penerbitan obligasi yang diterima Pefindo hingga Desember 2016. Sisanya ditambah refinancing obligasi jatuh tempo dan Penawaran Umum Berkelanjutan (PUB). Emiten sektor pembiayaan dan perbankan sepertinya akan mendominasi penerbitan obligasi tahun depan," ujar Salyadi dalam jumpa pers di Gedung BEI, Jakarta, Selasa (20/12/2016).
Dia menambahkan menurut catatan Pefindo dari obligasi yang telah diterbitkan ada sekitar Rp79 triliun obligasi yang telah jatuh tempo. Sehingga ada kemungkinan terjadi refinancing dengan menerbitkan kembali obligasi. “Karakteristik obligasi itu, jarang sekali mereka yang melunasi dengan uang sendiri. Biasanya terbitkan obligasi lagi. Jadi, hampir semuanya saya pastikan refinancing," terangnya.
Lebih lanjut dia merinci, 28 perusahaan tersebut terdiri dari tujuh perusahaan di sektor pembiayaan, empat perusahaan di sektor perbankan, empat perusahaan di sektor properti, dua perusahaan di sektor kimia, serta dua perusahaan di sektor konstruksi. Sisanya, masing-masing satu perusahaan di sektor perkebunan, energi, holding company, kemasan, manufaktur, sekuritas, perikanan, barang konsumsi, dan business services.
Hingga 30 November 2016, penerbitan obligasi korporasi sudah mencapai Rp104,18 triliun. Pefindo memperkirakan hingga akhir 2016, jumlah penerbitan obligasi korporasi bisa menembus Rp110 triliun. Sementara itu, pada periode sama, obligasi korporasi yang beredar mencapai Rp313,53 triliun.
Dia juga melaporkan penerbitan obligasi korporasi yang beredar di Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara lain. Rasio ini bila dibandingkan dengan kredit perbankan, pembiayaan melalui obligasi korporasi masih tertinggal dibandingkan negara-negara lain. Rasio penerbitan obligasi korporasi terhadap produk domestik bruto, terbilang tertinggal dengan negara-negara Asia lainnya.
"Pertumbuhan rata-rata penerbitan obligasi yang mencapai 11,3% sepanjang 10 tahun terakhir ternyata masih relatif lebih rendah. Jika dibandingkan negara-negara berkembang yang relatif memiliki jumlah PDB atau kapita yang relatif sama dengan Indonesia seperti, China," kata dia.
Dia menyebut rasio obligasi terhadap utang bank di Indonesia 7,5%, Singapura 78%, Philippines 18,4%, Thailand 14,2%, Malaysia 47,5% dan Rusia 13,6%. Adapun obligasi korporasi dan utang bank yang beredar di Indonesia outstanding obligasi USD21 miliar dan outstanding kredit bank USD283 miliar sedangkan Singapura outstanding obligasi korporasinya mencapai USD299 miliar dan outstanding kredit bank USD383 miliar.
Sementara komposisi outstanding menurut sektor, lanjut dia, masih mayoritas lembaga keuangan. Hal ini berbeda dengan Malaysia dan Korea Selatan di mana korporasi yang bergerak di sektor riil dapat memanfaatkan pasar modal sebagai institusi intermediary. "Komposisi outstanding obligasi korporasi di beberapa negara seperti di Indonesia pada institusi non keuangan 32,1% dan institusi keuangan 67,9%. Malaysia pada non keuangan 77,2% dan institusi keuangan 27,8%," paparnya.
Direktur Utama Pefindo Salyadi Saputra mengatakan, prediksi tersebut berdasarkan proyeksi kondisi ekonomi di tahun depan, seperti pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Asumsi bahwa pertumbuhan ekonomi akan lebih baik di 2017 yaitu sekitar 5,2% dan inflasi yang terjadi di rentang target Bank Indonesia (BI) dengan tingkat suku bunga yang relatif rendah.
"Sekitar Rp21,03 triliun berasal dari mandat penerbitan obligasi yang diterima Pefindo hingga Desember 2016. Sisanya ditambah refinancing obligasi jatuh tempo dan Penawaran Umum Berkelanjutan (PUB). Emiten sektor pembiayaan dan perbankan sepertinya akan mendominasi penerbitan obligasi tahun depan," ujar Salyadi dalam jumpa pers di Gedung BEI, Jakarta, Selasa (20/12/2016).
Dia menambahkan menurut catatan Pefindo dari obligasi yang telah diterbitkan ada sekitar Rp79 triliun obligasi yang telah jatuh tempo. Sehingga ada kemungkinan terjadi refinancing dengan menerbitkan kembali obligasi. “Karakteristik obligasi itu, jarang sekali mereka yang melunasi dengan uang sendiri. Biasanya terbitkan obligasi lagi. Jadi, hampir semuanya saya pastikan refinancing," terangnya.
Lebih lanjut dia merinci, 28 perusahaan tersebut terdiri dari tujuh perusahaan di sektor pembiayaan, empat perusahaan di sektor perbankan, empat perusahaan di sektor properti, dua perusahaan di sektor kimia, serta dua perusahaan di sektor konstruksi. Sisanya, masing-masing satu perusahaan di sektor perkebunan, energi, holding company, kemasan, manufaktur, sekuritas, perikanan, barang konsumsi, dan business services.
Hingga 30 November 2016, penerbitan obligasi korporasi sudah mencapai Rp104,18 triliun. Pefindo memperkirakan hingga akhir 2016, jumlah penerbitan obligasi korporasi bisa menembus Rp110 triliun. Sementara itu, pada periode sama, obligasi korporasi yang beredar mencapai Rp313,53 triliun.
Dia juga melaporkan penerbitan obligasi korporasi yang beredar di Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara lain. Rasio ini bila dibandingkan dengan kredit perbankan, pembiayaan melalui obligasi korporasi masih tertinggal dibandingkan negara-negara lain. Rasio penerbitan obligasi korporasi terhadap produk domestik bruto, terbilang tertinggal dengan negara-negara Asia lainnya.
"Pertumbuhan rata-rata penerbitan obligasi yang mencapai 11,3% sepanjang 10 tahun terakhir ternyata masih relatif lebih rendah. Jika dibandingkan negara-negara berkembang yang relatif memiliki jumlah PDB atau kapita yang relatif sama dengan Indonesia seperti, China," kata dia.
Dia menyebut rasio obligasi terhadap utang bank di Indonesia 7,5%, Singapura 78%, Philippines 18,4%, Thailand 14,2%, Malaysia 47,5% dan Rusia 13,6%. Adapun obligasi korporasi dan utang bank yang beredar di Indonesia outstanding obligasi USD21 miliar dan outstanding kredit bank USD283 miliar sedangkan Singapura outstanding obligasi korporasinya mencapai USD299 miliar dan outstanding kredit bank USD383 miliar.
Sementara komposisi outstanding menurut sektor, lanjut dia, masih mayoritas lembaga keuangan. Hal ini berbeda dengan Malaysia dan Korea Selatan di mana korporasi yang bergerak di sektor riil dapat memanfaatkan pasar modal sebagai institusi intermediary. "Komposisi outstanding obligasi korporasi di beberapa negara seperti di Indonesia pada institusi non keuangan 32,1% dan institusi keuangan 67,9%. Malaysia pada non keuangan 77,2% dan institusi keuangan 27,8%," paparnya.
(akr)