Meneropong Prospek Holding BUMN Migas di 2017

Senin, 26 Desember 2016 - 14:00 WIB
Meneropong Prospek Holding BUMN Migas di 2017
Meneropong Prospek Holding BUMN Migas di 2017
A A A
JAKARTA - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berencana membentuk enam holding BUMN dalam waktu dekat, salah satunya holding BUMN migas. Rencananya, PT Pertamina (Persero) akan menjadi induk holding BUMN migas, sedangkan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN) sebagai anak usaha Pertamina.

Pembentukan holding BUMN migas ini telah mendapat restu dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut telah mengamini rencana Menteri BUMN Rini Soemarno untuk membentuk holding BUMN migas, agar perusahaan pelat merah di Tanah Air tidak hanya jago kandang dan mampu bersaing dalam kancah persaingan global.

Jokowi mengaku ingin mendorong agar BUMN dapat berperan sebagai lokomotif penggerak ekonomi nasional. Selain itu, mantan Wali Kota Solo ini juga ingin agar BUMN tidak hanya berpikir mengenai untung dan rugi, melainkan juga efek domino (multiplier effect) untuk kesejahteraan rakyat.

"Kita juga ingin BUMN tidak hanya pikir untung rugi, tapi multiplier effect bagi kesejahteraan rakyat. BUMN jangan hanya jago kandang, tapi berani menyerang negara lain," katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta beberapa waktu lalu.

Rini memang memiliki keinginan kuat untuk mewujudkan holding BUMN migas ini. Mantan Bos Astra ini melihat, dua perusahaan pelat merah ini kerap berbenturan di beberapa proyek pipa gas. Maklum saja, Pertamina dan PGN memiliki lini bisnis yang sama di sektor gas.

Pertamina melalui anak usahanya Pertagas dan PGN kerap memasang pipa gas di satu lokasi yang sama. Karena itu, dua BUMN ini harus disatukan agar tidak saling berbenturan dan terjadi efisiensi dalam setiap proyeknya.

"Jadi seringkali ada dua pipa di satu jalur yang sama. Padahal kalau ini satu, pipa yang satunya bisa untuk tempat lain. Sehingga sambungan pipa bisa lebih panjang dan menyangkut seluruh pelosok Indonesia," tuturnya.

Mantan Menteri Perindustrian dan Perdagangan ini menilai, pembentukan holding juga akan mewujudkan BUMN yang untung dan sehat. Pada akhirnya, perusahaan negara ini dapat memberi pemasukan bagi kas negara dalam jumlah signifikan.

Saat ini, sumbangsih bagi penerimaan negara dalam bentuk pembayaran pajak dan dividen juga terus meningkat, kecuali pada 2014 ke 2015.

Data menyebutkan, total pajak yang dibayarkan BUMN bagi penerimaan negara pada 2010 mencapai Rp114 triliun dan meningkat jadi Rp183 triliun pada 2015. Demikian pula total dividen yang dibayarkan kepada negara, meningkat dari Rp30 triliun pada 2010 menjadi Rp37 triliun pada 2015.

"Dengan demikian peran BUMN sebagai agen pembangunan untuk membangun kawasan yang masih tertinggal di Tanah Air, dapat terus dilakukan," ucap Rini.

Menurutnya, peran BUMN dalam meningkatkan sumbangsih bagi penerimaan negara masih cukup besar. Pada 2014, total pendapatannya mencapai Rp1.997 triliun, meski menurun pada 2015 menjadi Rp1.700 triliun. Karena itu, dia memfokuskan BUMN akan ada 13 sektor usaha yang disiapkan secara sehat dan terus bertumbuh.

"Untuk peran agen pembangunan, hanya BUMN yang diharapkan dan diandalkan. Pihak swasta biasanya tidak banyak atau tidak mau memainkan peran ini," imbuh dia.

Namun demikian, pembentukan holding BUMN migas ini bukan tanpa halangan. Pro dan kontra juga muncul dari berbagai pihak yang mempertanyakan relevansi pembentukan holding BUMN migas tersebut.

Ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri memandang, pembentukan holding BUMN energi atau migas tidak ada relevansinya dengan ketahanan energi.

Pembentukan holding BUMN migas hanya sebatas Pertamina mencaplok PGN, karena dalam kurun waktu tertentu energi minyak akan habis.

"Cadangan minyak terus turun, dalam kurun waktu 12 tahun lagi minyak akan habis. Sebelum habis, caplok saja PGN karena potensi cadangan gas masih 38 tahun," ujar dia.

Namun, menurut Faisal, pengelolaan model manajemen perusahaan antara kedua BUMN tersebut berbeda. Sehingga, tidak ada tujuan besar yang dihasilkan dari rencana pembentukan holding BUMN migas.

"Di samping itu, kalau Pertamina jadi holding anak usahanya jadi swasta. Secara otomatis pemerintah tidak bisa lagi intervensi. Padahal tujuan BUMN memberi kemaslahatan," tutur Faisal.

Pengamat Energi dan Kebijakan Publik Agus Pambagio meminta pemerintah mempertimbangkan rencana pembentukan holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) migas. Pemerintah diminta fokus meningkatkan cadangan migas terlebih dahulu, mengingat jumlahnya semakin menipis.

‎"Cadangan migas makin menipis, produksi migas turun, infrastruktur jaringan gas bumi belum merata, masih 40% produksi gas diekspor,‎" bebernya.

Menurutnya, solusi paling pas adalah dengan memfokuskan PT Pertamina (Persero) di sektor hulu migas. Sementara, PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk atau PGN difokuskan untuk mengurus sektor hilir migas.

"Masalah hulu itu pelik. Karena, harus mencari sumber kilang baru. Fokusnya ke situ saja. Sekarang kan dia hanya ngelola kilang-kilang tua," imbuh dia.

PGN sendiri nampak tak terlalu tertarik dengan rencana Kementerian BUMN untuk membentuk holding BUMN migas. Maklum saja, pembentukan holding BUMN migas ini akan membuat kedudukan PGN berada di bawah Pertamina, karena Pertamina yang akan menjadi induk holding.

PGN mengaku lebih fokus untuk memperbaiki kinerja perseroan, ketimbang memikirkan mengenai rencana tersebut. Direktur Strategi dan Perkembangan Bisnis PGN M Wahid Sutopo mengatakan, holding BUMN migas sejatinya merupakan rencana pemegang saham, dalam hal ini pemerintah.

Atas dasar itu, lebih memilih untuk menunggu kebijakan akhir dari pemerintah. "Soal status holding, memang ini share holder action. Sehingga yang tepat memberikan penjelasan adalah dari sisi pemerintah," katanya.

Menurutnya, perseroan lebih memilih untuk fokus menjalankan mandat pemerintah untuk menjadi perusahaan gas nasional, yang membantu memberikan solusi untuk penyediaan gas bumi di dalam negeri. Apalagi, saat ini holding BUMN migas masih menunggu regulasi yang akan dikeluarkan pemerintah.

"Ada hal yang perlu disiapkan dari sisi regulasi, UU Migas, UU BUMN, dan PP yang masih dalam proses. Dari kami sendiri, kami fokus pada yang menjadi mandat PGN bagaimana bisa jadi national gas company yang membantu memberi solusi penyediaan gas bumi," imbuhnya.

Kementerian BUMN menginginkan agar pembentukan holding BUMN migas ini dapat terlaksana tahun ini. Pemerintah memandang, holding sektor migas adalah paling siap untuk direalisasikan dibanding sektor lainnya.

Namun, hingga di penghujung 2016, pembentukan holding BUMN migas tak kunjung terealisasi. Peraturan Pemerinah (PP) untuk payung hukum pembentukan holding migas sejatinya telah masuk ke Sekretariat Negara pada pertengahan tahun ini.

Sayangnya, sampai hari ini holding migas belum terbentuk. PP untuk payung hukumnya pun belum ditandatangani Presiden Jokowi. Lantas, bagaimana prospek pembentukan holding BUMN migas di 2017?

Pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fachmi Radhi mengungkapkan, holding BUMN migas sejatinya adalah satu keniscayaan agar BUMN mampu bersaing dan menjadi pemain kelas dunia. Namun, katanya, pembentukannya tidak boleh tergesa-gesa dan harus jelas konsep hingga tujuannya.

"Dalam pembentukan holding tadi tidak boleh tergesa-gesa. Konsepnya harus jelas, tujuan harus jelas, dan proses pembentukan holding harus terbuka." katanya seperti dihubungi SINDOnews di Jakarta, Senin (26/12/2016).

Pasalnya, kata Fachmi, tidak mudah menyatukan dua perusahaan berbeda. Menteri BUMN Rini Soemarno dituntut untuk mempersiapkan holding BUMN migas ini dengan sebaiknya, dan tidak meninggalkan permasalahan serta pertentangan antara satu perusahaan dengan perusahaan lain.

"Misalnya bagaimana PGN masih belum menerima sampai sekarang ini. Artinya tidak boleh dipaksa tapi dicari apa permasalahannya yang bisa didekatkan, sehingga akhirnya dengan sukarela dan penggabungan ini adalah suatu tekad bersama bukan satu pihak. Itu yang harus diluruskan dulu oleh Menteri BUMN," terangnya.

Dia menuturkan, pembentukan holding migas ini jangan dipaksakan harus terealisasi tahun ini. Jika memang baru dapat terealisasi tahun depan, maka itu tidak menjadi masalah asalkan menghasilkan sesuatu yang benar-benar bermanfaat.

"Holding migas itu diharapkan akan mengatasi permasalahan infrastruktur ketersediaan pipa dan sebagainya. Sehingga, holding tadi bisa membuat harga gas di Indonesia bisa lebih murah," tambahnya.

Fachmi menilai, Kementerian BUMN perlu belajar dari pengalaman pembentukan holding Semen dan holding Pupuk di masa lalu. Pasalnya, pemerintah kala itu membutuhkan waktu tiga hingga lima tahun untuk merealisasikannya. Padahal, BUMN di dua sektor tersebut memiliki usaha homogen.

"Apalagi di energi usahanya beragam, sehingga menurut saya itu butuh waktu tiga sampai lima tahun enggak masalah. Tapi on the right track. Jangan karena ngejar setoran untuk menunjukkan pada Jokowi holding sudah dilaksanakan kemudian tergesa-gesa, jangan seperti itu," jelas dia.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5732 seconds (0.1#10.140)