Sidak Pasar Tradisional, KPPU Temukan Cabai Oplosan
A
A
A
SURABAYA - Harga cabai rawit masih tergolong tinggi, di area Surabaya ditemukan harga cabai masih berkisar Rp90.000/kilogram (kg). Jumlah harga ini dipengaruhi karena pedagang kesulitan untuk mendapatkan bahan baku.
Fakta ini ditemukan saat Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Surabaya melakukan survei pasar-pasar tradisional di Surabaya. Dari inpeksi mendadak (Sidak), ditemukan harga cabai sebesar Rp90.000/kg.
Harga tersebut cenderung turun dibanding harga cabai rawit mulai 1 Januari 2017. "Harga sekarang ada penurunan, tetapi masih sangat mahal dibanding tahun lalu (2016)," kata Hermin, salah satu pedagang di Pasar Wonorkomo, Surabaya, Sabtu (7/1/2017).
Menurutnya, saat ini harga cabai rawit mencapai Rp90.000/kg, sementara harga beberapa hari lalu sempat menembus Rp100.000/kg. Harga ini masih sangat mahal, karena sesuai harga normal sebesar Rp30.000/kg. Kondisi ini membuat para pedagang kesulitan, apalagi bahan baku cabai sulit untuk dicari.
Anehnya, bahan baku yang dijual memiliki kualitas rendah dan tidak layak dibanding harga yang ditetapkan. Sebab, banyak cabai muda yang dicampurkan supaya bisa menambah berat timbangan. "Tidak ada cabai rawit yang bagus, ini mudah bosok (busuk)," ucapnya.
Dengan melihat kondisi lapangan, Hermin meminta supaya pemerintah segera turun tangan supaya harga bisa stabil. Sebab, kenaikan harga cabai ini juga bersamaan dengan harga bahan bakar minyak (BBM). Jika kondisi ini dibiarkan, maka pedagang dan masyarakat akan semakin terpuruk.
Kepala Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Surabaya Aru Armando mengatakan, pihaknya akan segera melakukan pertemuan dengan instansi-instansi lain untuk menyelesaikan persoalan kenaikan cabai. Menurut dia, kenaikan harga cabai saat ini sebenarnya tidak begitu wajar, karena masih bisa ditekan.
"Saya akan rapat dengan dinas yang berwenang untuk membahas persoalan cabai. Sebenarnya harga cabai masih bisa ditekan," ujarnya.
Meski demikian, Aru mengaku tidak menemukan adanya indikasi kartel atas harga cabai. Justru, dari hasil inpeksi ini ditemukan banyaknya pedagang yang melakukan oplosan cabai antara yang bagus dan jelek, yang muda dan tua. Hal ini dilakukan untuk menghindari kerugian yang diterima pedagang.
Proses oplosan cabai ini dilakukan sejak tiga pekan lalu, pedagang tidak mau rugi atas fluktuasi harga cabai yang terpengaruh musim, sehingga menyebabkan harga cabai pada rantai distribusi semakin melonjak. "Kenaikannya merata, kalau harga cabai rawit mencapai Rp90.000/kg, cabai besar Rp24.000/kg, dan cabai keriting Rp50.000/kg," ujar dia.
Padahal, harga cabai ditingkat petani rata-rata sebesar Rp65.000/kg. Jika mengacu pada harga petani, maka harga cabai bisa ditekan di bawah Rp90.000/kg. Kenaikan ini diindikasikan adanya rantai distribusi yang panjang.
Selain persoalan distribusi, perilaku pedagang juga menjadi persoalan yang harus dipertimbangan. Jangan sampai pedagang mengambil untung sangat dengan memanfaatkan situasi cuaca.
"Saya akan melaporkan temuan-temuan dalam sidak ke KPPU Pusat. Nantinya akan ada tindakan, kita akan melakukan pengawasan tata niaga cabe di area Jatim," terang Aru.
Fakta ini ditemukan saat Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Surabaya melakukan survei pasar-pasar tradisional di Surabaya. Dari inpeksi mendadak (Sidak), ditemukan harga cabai sebesar Rp90.000/kg.
Harga tersebut cenderung turun dibanding harga cabai rawit mulai 1 Januari 2017. "Harga sekarang ada penurunan, tetapi masih sangat mahal dibanding tahun lalu (2016)," kata Hermin, salah satu pedagang di Pasar Wonorkomo, Surabaya, Sabtu (7/1/2017).
Menurutnya, saat ini harga cabai rawit mencapai Rp90.000/kg, sementara harga beberapa hari lalu sempat menembus Rp100.000/kg. Harga ini masih sangat mahal, karena sesuai harga normal sebesar Rp30.000/kg. Kondisi ini membuat para pedagang kesulitan, apalagi bahan baku cabai sulit untuk dicari.
Anehnya, bahan baku yang dijual memiliki kualitas rendah dan tidak layak dibanding harga yang ditetapkan. Sebab, banyak cabai muda yang dicampurkan supaya bisa menambah berat timbangan. "Tidak ada cabai rawit yang bagus, ini mudah bosok (busuk)," ucapnya.
Dengan melihat kondisi lapangan, Hermin meminta supaya pemerintah segera turun tangan supaya harga bisa stabil. Sebab, kenaikan harga cabai ini juga bersamaan dengan harga bahan bakar minyak (BBM). Jika kondisi ini dibiarkan, maka pedagang dan masyarakat akan semakin terpuruk.
Kepala Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Surabaya Aru Armando mengatakan, pihaknya akan segera melakukan pertemuan dengan instansi-instansi lain untuk menyelesaikan persoalan kenaikan cabai. Menurut dia, kenaikan harga cabai saat ini sebenarnya tidak begitu wajar, karena masih bisa ditekan.
"Saya akan rapat dengan dinas yang berwenang untuk membahas persoalan cabai. Sebenarnya harga cabai masih bisa ditekan," ujarnya.
Meski demikian, Aru mengaku tidak menemukan adanya indikasi kartel atas harga cabai. Justru, dari hasil inpeksi ini ditemukan banyaknya pedagang yang melakukan oplosan cabai antara yang bagus dan jelek, yang muda dan tua. Hal ini dilakukan untuk menghindari kerugian yang diterima pedagang.
Proses oplosan cabai ini dilakukan sejak tiga pekan lalu, pedagang tidak mau rugi atas fluktuasi harga cabai yang terpengaruh musim, sehingga menyebabkan harga cabai pada rantai distribusi semakin melonjak. "Kenaikannya merata, kalau harga cabai rawit mencapai Rp90.000/kg, cabai besar Rp24.000/kg, dan cabai keriting Rp50.000/kg," ujar dia.
Padahal, harga cabai ditingkat petani rata-rata sebesar Rp65.000/kg. Jika mengacu pada harga petani, maka harga cabai bisa ditekan di bawah Rp90.000/kg. Kenaikan ini diindikasikan adanya rantai distribusi yang panjang.
Selain persoalan distribusi, perilaku pedagang juga menjadi persoalan yang harus dipertimbangan. Jangan sampai pedagang mengambil untung sangat dengan memanfaatkan situasi cuaca.
"Saya akan melaporkan temuan-temuan dalam sidak ke KPPU Pusat. Nantinya akan ada tindakan, kita akan melakukan pengawasan tata niaga cabe di area Jatim," terang Aru.
(izz)