Potensi Perikanan Tangkap Capai 9,9 Juta Ton

Minggu, 08 Januari 2017 - 18:35 WIB
Potensi Perikanan Tangkap Capai 9,9 Juta Ton
Potensi Perikanan Tangkap Capai 9,9 Juta Ton
A A A
JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memperkirakan potensi perikanan tangkap di Indonesia sebanyak 9,9 juta ton. Hal itu didasarkan pada kajian stok ikan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan KKP di sebelas wilayah pengelolaan perikanan (WPP) di seluruh Indonesia pada 2016.

Hasil kajian dituangkan di dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No 47/ KEPMEN-KP/2016 tentang estimasi potensi, jumlah tangkapan yang diperbolehkan dan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di WPP NKRI dengan estimasi potensi sebesar 9,9 juta ton. Dengan potensi tersebut, KKP tahun ini akan mengalokasikan Rp1,4 triliun dari pagu anggaran Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap 2017 sebanyak Rp2,02 triliun untuk kegiatan prioritas di bidang perikanan tangkap.

"Anggaran tersebut akan digunakan khusus untuk para stakeholder di bidang perikanan tangkap yakni berupa pengadaan 1.080 unit kapal perikanan, 2.990 unit alat penangkap ikan dan 500.000 premi asuransi nelayan, serta pengembangan empat lokasi Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT)," ungkap Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Zulficar Mochtar di Jakarta.

Menurutnya, pada 2017 juga disiapkan anggaran untuk pembangunan tujuh pelabuhan perikanan di Muara Baru, Bitung, Jembrana, Sendang Biru, Jayanti, Pangandaran, dan Untia, yang merupakan prioritas nasional presiden RI. Nilai produksi perikanan tangkap pada 2016 mencapai Rp125,38 triliun dengan volume produksi 6,83 juta ton.

Pada 2017 KKP menargetkan produksi perikanan tangkap 6,6 juta ton dengan nilai produksi Rp134 triliun. Terkait larangan penggunaan alat tangkap pukat hela dan pukat tarik, KKP akan melakukan pendampingan penggantian alat tangkap yang dilarang tersebut untuk beroperasi di WPP NKRI. Hal itu dituangkan dalam surat edaran yang dikeluarkan pada 3 Januari 2017 yang disampaikan kepada para gubernur, kepala dinas provinsi yang membidangi kelautan dan perikanan, serta para kepala unit pelaksana teknis lingkup KKP.

KKP dan pemerintah daerah dalam jangka waktu enam bulan akan mengambil langkah- langkah pendampingan atau asistensi sesuai kebutuhan. Di antaranya membentuk kelompok kerja penanganan penggantian alat tangkap penangkapan ikan (API) yang melibatkan kementerian/lembaga terkait.

Selanjutnya memfasilitasi akses pendanaan dan pembiayaan melalui perbankan dan lembaga keuangan nonbank. Kemudian, merelokasi daerah penangkapan ikan, mempercepat proses perizinan API pengganti yang diizinkan, memfasilitasi pelatihan penggunaan API pengganti, serta tidak menerbitkan surat izin penangkapan ikan (SIPI) baru untuk API yang dilarang.

”Para nelayan bisa mengakses permodalan untuk mengganti alat tangkapnya dengan yang ramah lingkungan. KKP menyiapkan 2091 alat tangkap yang akan dibagikan untuk pengganti cantrang,” katanya.

Dihubungi terpisah, Sekretaris Jenderal Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Anton Leopard mengaku pesimistis surat edaran KKP yang diterbitkan pada 3 Januari 2017 terkait pengganti alat tangkap pukat hela dan pukat tarik bisa mendongkrak kesejahteraan nelayan. "Saya pesimistis karena apa yang diputuskan pusat selalu tidak tepat sasaran,” kata Anton saat dihubungi KORAN SINDO di Jakarta.

Menurut dia, upaya pemerintah yang menyiapkan 2.091 alat tangkap sebagai pengganti cantrang tidak seluruhnya bisa digunakan oleh para nelayan di Indonesia. Masing-masing wilayah membutuhkan alat penangkap ikan yang berbeda-beda pula. "Masing-masing wilayah berbeda tergantung daerah. Kita punya laut yang luas, tapi bervariasi, ada kepulauan, laut, teluk, dan samudera. Ini yang kita sering kecewa," tandasnya.

Untuk mengatasi hal tersebut, lanjut Anton, dibutuhkan perubahan paradigma oleh pemerintah. KKP seharusnya bisa turun langsung untuk mencari data terkait apa saja kebutuhan nelayan. Dengan demikian, alat pengganti cantrang tersebut bisa langsung digunakan oleh seluruh nelayan di seluruh wilayah Indonesia.

"Harus melibatkan masyarakat karena daerah perairan kita luas, apa yang dibutuhkan di Ambon berbeda dengan di Riau. Faktanya selamainiyangdiputuskan pemerintah kurang bottom up selalu top down," akunya.

Sementara itu, ada beberapa pekerjaan rumah KKP dalam menargetkan produksi perikanan tangkap sebesar 6,6 juta ton tahun ini. Salah satu yang menjadi hal utama yakni kurangnya kapal pencari ikan setelah pemerintah mengusir kapal asing di perairan Indonesia. ”Saat ini kapal pencari ikan asing diusir, otomatis jumlah ikan bertambah, tapi kemampuan tangkapnya berkurang, apakah kapalnya ada?” tanya Anton.

Untuk itu, kata dia, pemerintah harus segera mengantisipasi kekurangan ketersediaan kapal oleh nelayan. Anton juga menilai upaya pemerintah dalam menggali potensi perikanan di Indonesia baru setengah- setengah. Seharusnya dibutuhkan kebijakan yang berkelanjutan untuk mendorong nilai produksi perikanan tangkap.

”Pemerintah ketetapannya hanya sepotong-sepotong, harusnya dicadangkan pembuatan kapal di Indonesia untuk mengatasi kondisi laut yang kosong ini,” tutupnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4000 seconds (0.1#10.140)