Ekonom Rekomendasi Cara Terbaik Turunkan Harga Cabai
A
A
A
JAKARTA - Harga cabai yang sedang meroket hingga menembus kisaran Rp160.000 per kilogram (Kg) membuat ekonom memberikan rekomendasikan cara terbaik untuk meredam lonjakan harga cabai dengan solusi temporer saja. Ekonom Institut Teknologi Bandung (ITB) Anggoro Budi Nugroho menerangkan, tidak sampai perlu struktural seperti perombakan tata niaga.
Menurutnya pemerintah bisa melakukan intervensi pasokan cabai untuk melindungi masyarakat konsumen dari kenaikan harga. Kementerian Perdagangan (Kemendag) juga harus menjamin praktek perdagangan yang sehat. "Harus pastikan tidak ada kartel yang mainkan. Kalau ada, polisi yang turun tangan," kata pengajar Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB ini, Selasa (10/1/2017).
Lebih lanjut dia menjelaskan pemicu melejitnya harga cabai adalah terkait penawaran dan permintaan (supply-demand). Lonjakan karena kelangkaan pasokan, bisa meningkatnya permintaan. Dalam kasus kali ini lebih pada aspek di kelangkaan pasokan. "Goncangannya di suplai. Sudah ketahuan ada 'shock' karena musim," jelas Anggoro.
Ada beberapa penyebab kelangkaan pasokan yakni hama, gagal panen misal karena El Nino/La Nina, sehingga mundurnya daur panen. Selain itu ketidaklancaran distribusi, bisa di tingkat petani, pengecer atau pedagang pengumpul besar.
Anggoro menambahkan biasanya kenaikan harga cabai seiring daur laju inflasi periodik, bisa di hari raya maupun November-Desember. Sebab cabai masih menyumbang Indeks Harga Perdagangan Besar (IPHB). Adapun menurut dia marjin industri cabai masih tergolong besar, yakni di atas 25%. Ini lebih tinggi dari beras walau masih di bawah jagung pipilan.
"Jika marjin industri (MPP) cabai masih besar, tetapi harganya melambung naik, maka patut diduga penyebabnya meningkatnya permintaan sebagaimana siklus akhir tahun," jelasnya.
Diterangkan olehnya, ada 9 fungsi kelembagaan perdagangan cabai merah di Indonesia. Yang terpanjang di Jawa Tengah, yang terpendek di Sulawesi Utara. “Tidak heran kelangkaan pasokan akan paling sensitif terhadap harga di Pulau Jawa," paparnya.
Menurutnya pemerintah bisa melakukan intervensi pasokan cabai untuk melindungi masyarakat konsumen dari kenaikan harga. Kementerian Perdagangan (Kemendag) juga harus menjamin praktek perdagangan yang sehat. "Harus pastikan tidak ada kartel yang mainkan. Kalau ada, polisi yang turun tangan," kata pengajar Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB ini, Selasa (10/1/2017).
Lebih lanjut dia menjelaskan pemicu melejitnya harga cabai adalah terkait penawaran dan permintaan (supply-demand). Lonjakan karena kelangkaan pasokan, bisa meningkatnya permintaan. Dalam kasus kali ini lebih pada aspek di kelangkaan pasokan. "Goncangannya di suplai. Sudah ketahuan ada 'shock' karena musim," jelas Anggoro.
Ada beberapa penyebab kelangkaan pasokan yakni hama, gagal panen misal karena El Nino/La Nina, sehingga mundurnya daur panen. Selain itu ketidaklancaran distribusi, bisa di tingkat petani, pengecer atau pedagang pengumpul besar.
Anggoro menambahkan biasanya kenaikan harga cabai seiring daur laju inflasi periodik, bisa di hari raya maupun November-Desember. Sebab cabai masih menyumbang Indeks Harga Perdagangan Besar (IPHB). Adapun menurut dia marjin industri cabai masih tergolong besar, yakni di atas 25%. Ini lebih tinggi dari beras walau masih di bawah jagung pipilan.
"Jika marjin industri (MPP) cabai masih besar, tetapi harganya melambung naik, maka patut diduga penyebabnya meningkatnya permintaan sebagaimana siklus akhir tahun," jelasnya.
Diterangkan olehnya, ada 9 fungsi kelembagaan perdagangan cabai merah di Indonesia. Yang terpanjang di Jawa Tengah, yang terpendek di Sulawesi Utara. “Tidak heran kelangkaan pasokan akan paling sensitif terhadap harga di Pulau Jawa," paparnya.
(akr)