Kontrak Tambang Kini Bisa Diperpanjang 5 Tahun Sebelum Berakhir
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah memberikan sinyal bakal kembali memperpanjang kontrak PT Freeport Indonesia setelah perusahaan tambang pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Khusus (IUPK) diperkenankan memperpanjang kontrak lima tahun sebelum kontrak berakhir. Seperti diketahui sebelumnya perusahaan tambang baru diizinkan untuk perpanjang kontraknya dua tahun sebelum habis.
(Baca Juga: Izinkan Ekspor Mineral Mentah, Jonan Usul Bea Keluar Naik Jadi 10%)
Pelonggaran ini termasuk dalam revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Mineral dan Batubara (Minerba) menjadi PP Nomor 1 tahun 2017. Hal ini membuka peluang kepada perusahaan tambang seperti PT Freeport Indonesia yang kontraknya akan habis pada 2021 untuk mulai melakukan pembahasan perpanjangan.
Pemerintah berpikir bahwa perusahaan pertambangan mineral logam tidak bisa melakukan negosiasi perpanjangan kontrak hanya dalam waktu dua tahun sebelum kontrak berakhir."Karena persiapannya, kalau dua tahun sebelum berakhir, negosiasi enam bulan, setahun nggak cukup untuk investasi," ucap Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (12/1/2017).
(Baca Juga: Revisi PP Minerba, Pemerintah Wajib Kuasai 51% Saham Freeport Cs)
"Kalau pertambangan bukan logam masih bisa dua tahun, misal batu bara. Kan nggak bisa batu bara dimurnikan. Tapi kalau untuk pertambangan mineral logam itu harus diberi waktu yang cukup. Paling cepat lima tahun sebelum jangka waktu izin usaha," paparnya.
Sebagai informasi sebelumnya PT Freeport Indonesia menegaskan baru akan membangun pabrik pengolahan dan pemurnian konsentrat (smelter), jika pemerintah memperpanjang kontrak perusahaan raksasa tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut. Padahal Freeport sendiri memiliki kewajiban membangun smelter seperti yang dipersyaratkan pemerintah untuk mendapatkan izin ekspor mineral mentah.
Jika sebelumnya pembahasan kontrak baru bisa dilakukan dua tahun menjelang akhir kontrak, kini Freeport bisa membuka pembahasan terkait kontrak baru dengan pemerintah. Meski begitu Jonan menegaskan perubahan aturan ini tidak untuk perusahaan tertentu, melainkan untuk keseluruhan perusahaan tambang.
"Ini untuk siapa aja. Jangan tanya Freeport atau apa. Enggak ada hubungannya. Enggak ada PP dibuat untuk satu perusahaan," terang Jonan beberapa waktu lalu.
(Baca Juga: Izinkan Ekspor Mineral Mentah, Jonan Usul Bea Keluar Naik Jadi 10%)
Pelonggaran ini termasuk dalam revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Mineral dan Batubara (Minerba) menjadi PP Nomor 1 tahun 2017. Hal ini membuka peluang kepada perusahaan tambang seperti PT Freeport Indonesia yang kontraknya akan habis pada 2021 untuk mulai melakukan pembahasan perpanjangan.
Pemerintah berpikir bahwa perusahaan pertambangan mineral logam tidak bisa melakukan negosiasi perpanjangan kontrak hanya dalam waktu dua tahun sebelum kontrak berakhir."Karena persiapannya, kalau dua tahun sebelum berakhir, negosiasi enam bulan, setahun nggak cukup untuk investasi," ucap Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (12/1/2017).
(Baca Juga: Revisi PP Minerba, Pemerintah Wajib Kuasai 51% Saham Freeport Cs)
"Kalau pertambangan bukan logam masih bisa dua tahun, misal batu bara. Kan nggak bisa batu bara dimurnikan. Tapi kalau untuk pertambangan mineral logam itu harus diberi waktu yang cukup. Paling cepat lima tahun sebelum jangka waktu izin usaha," paparnya.
Sebagai informasi sebelumnya PT Freeport Indonesia menegaskan baru akan membangun pabrik pengolahan dan pemurnian konsentrat (smelter), jika pemerintah memperpanjang kontrak perusahaan raksasa tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut. Padahal Freeport sendiri memiliki kewajiban membangun smelter seperti yang dipersyaratkan pemerintah untuk mendapatkan izin ekspor mineral mentah.
Jika sebelumnya pembahasan kontrak baru bisa dilakukan dua tahun menjelang akhir kontrak, kini Freeport bisa membuka pembahasan terkait kontrak baru dengan pemerintah. Meski begitu Jonan menegaskan perubahan aturan ini tidak untuk perusahaan tertentu, melainkan untuk keseluruhan perusahaan tambang.
"Ini untuk siapa aja. Jangan tanya Freeport atau apa. Enggak ada hubungannya. Enggak ada PP dibuat untuk satu perusahaan," terang Jonan beberapa waktu lalu.
(akr)