Menteri Rini Bantah Aturan Aset BUMN Langkahi DPR
A
A
A
JAKARTA - Menteri BUMN Rini Soemarno membantah PP No 72/2016 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas telah melangkahi DPR. Hal ini menanggapi kritikan sejumlah pihak yang menyatakan bahwa PP tersebut membuat Penyertaan Modal Negara (PMN) tak membutuhkan persetujuan DPR.
(Baca: Soal Pengalihan Aset BUMN, DPR Tegaskan Pemerintah Wajib Lapor)
Aturan tersebut sejatinya merupakan landasan hukum untuk pembentukan holding atau perusahaan induk BUMN. "Harus dibaca secara keseluruhan, tidak ada satupun yang melanggar DPR. Terima kasih," ucap Rini di Kantor Kemenko bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (20/1/2017).
Dia menjelaskan, PP Nomor 72 Tahun 2016 merupakan penyempurnaan dari PP Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas. Menurutnya, beleid tersebut melalui pertimbangan matang.
"Saya mengatakan sejak awal, PP No 72 tidak bisa terpisah dari PP No 44. Itu penyempurnaan," kata Mantan Menteri Perindustrian dan Perdagangan ini.
Diberitakan sebelumnya, Ketua Komisi XI DPR Melchias Markus Mekeng mengatakan, sudah seharusnya pemerintah wajib hukumnya lapor ke DPR untuk meminta persetujuan.
Pernyataan ini respons dari terbitnya PP no 72/2016 tentang Perubahan atas PP Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas.
"Komisi XI berpandangan apapun bunyi PP terbaru selama dia berhubungan dengan keuangan negara harus dibahas di Komisi XI. BUMN itu kan milik menteri keuangan. Nah kalau menteri keuangan melakukan penjualan, pengalihan aset harus lapor ke komisi XI dan meminta persetujuan itu intinya," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, baru-baru ini.
Baca Juga:
BPK Sebut Aturan Soal Aset BUMN Tabrak UU Kekayaan Negara
Aturan Baru Aset BUMN Dinilai Pengamat Akan Berbahaya
(Baca: Soal Pengalihan Aset BUMN, DPR Tegaskan Pemerintah Wajib Lapor)
Aturan tersebut sejatinya merupakan landasan hukum untuk pembentukan holding atau perusahaan induk BUMN. "Harus dibaca secara keseluruhan, tidak ada satupun yang melanggar DPR. Terima kasih," ucap Rini di Kantor Kemenko bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (20/1/2017).
Dia menjelaskan, PP Nomor 72 Tahun 2016 merupakan penyempurnaan dari PP Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas. Menurutnya, beleid tersebut melalui pertimbangan matang.
"Saya mengatakan sejak awal, PP No 72 tidak bisa terpisah dari PP No 44. Itu penyempurnaan," kata Mantan Menteri Perindustrian dan Perdagangan ini.
Diberitakan sebelumnya, Ketua Komisi XI DPR Melchias Markus Mekeng mengatakan, sudah seharusnya pemerintah wajib hukumnya lapor ke DPR untuk meminta persetujuan.
Pernyataan ini respons dari terbitnya PP no 72/2016 tentang Perubahan atas PP Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas.
"Komisi XI berpandangan apapun bunyi PP terbaru selama dia berhubungan dengan keuangan negara harus dibahas di Komisi XI. BUMN itu kan milik menteri keuangan. Nah kalau menteri keuangan melakukan penjualan, pengalihan aset harus lapor ke komisi XI dan meminta persetujuan itu intinya," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, baru-baru ini.
Baca Juga:
BPK Sebut Aturan Soal Aset BUMN Tabrak UU Kekayaan Negara
Aturan Baru Aset BUMN Dinilai Pengamat Akan Berbahaya
(izz)