Skema Gross Split Bakal Buat Pendapatan Negara Lebih Baik
A
A
A
JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan, keuntungan Production Sharing Contract (PSC) Wilayah Kerja migas dengan skema Gross Split yakni Pemerintah tidak lagi perlu menanggung cost recovery. Dengan bagi hasil antara Pemerintah dan kontraktor yang sudah ditentukan sejak awal, imbuhnya pendapatan netto negara bisa lebih baik.
"Sekarang kita bagi hasil di awal, biaya produksi ya terserah kontraktor. Untuk kontrak lama masih memakai skema cost recovery. Untuk kontrak yang perpanjangan, kontraknya boleh memilih menggunakan skema gross split atau tetap cost recovery," ucap Jonan seperti dilansir situs resmi ESDM.
(Baca Juga: Menteri Jonan Pasang Target Lifting Minyak Lebih Tinggi)
Dia menekankan skema gross split ini pun hanya diterapkan untuk kontrak yang baru. Selain itu, dengan gross split, kerja SKK Migas sebagai badan pelaksana kegiatan hulu migas akan lebih fokus kepada lifting dan keselamatan kerja. “Kalau dengan cost recovery kan fokusnya hanya ke biaya,” sambungnya.
Sementara guna menambah produksi minyak nasional Indonesia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meminta untuk membangun banyak kilang minyak baru, baik memindahkan kilang minyak dari luar negeri maupun membangun grass root refinery.
“Diusahakan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri dapat diolah dari minyak mentah di Indonesia, bukan hanya minyak mentah yang berasal dari pengeboran di Indonesia ya. Impor boleh, tetapi impor minyak mentah. Minyak jadinya (diolah) di sini. Kalau kita mau membangun cadangan nasional atau cadangan strategis, kan, bentuknya BBM, bukan minyak mentah,” ujar Menteri Jonan.
Minyak mentah yang diproduksikan dari Lapangan Banyu Urip di Blok Cepu, Bojonegoro diolah di Central Processing Facility (CPF) yang berproduksi hingga 185 ribu barel per hari. Dari CPF, minyak tersebut dialirkan melalui pipa darat sejauh 72 kilometer hingga ke pantai Palang, Tuban. Lalu, dilanjutkan melalui pipa bawah laut dan ditampung di FSO Gagak Rimang yang berada 23 kilometer di lepas pantai Tuban.
"Sekarang kita bagi hasil di awal, biaya produksi ya terserah kontraktor. Untuk kontrak lama masih memakai skema cost recovery. Untuk kontrak yang perpanjangan, kontraknya boleh memilih menggunakan skema gross split atau tetap cost recovery," ucap Jonan seperti dilansir situs resmi ESDM.
(Baca Juga: Menteri Jonan Pasang Target Lifting Minyak Lebih Tinggi)
Dia menekankan skema gross split ini pun hanya diterapkan untuk kontrak yang baru. Selain itu, dengan gross split, kerja SKK Migas sebagai badan pelaksana kegiatan hulu migas akan lebih fokus kepada lifting dan keselamatan kerja. “Kalau dengan cost recovery kan fokusnya hanya ke biaya,” sambungnya.
Sementara guna menambah produksi minyak nasional Indonesia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meminta untuk membangun banyak kilang minyak baru, baik memindahkan kilang minyak dari luar negeri maupun membangun grass root refinery.
“Diusahakan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri dapat diolah dari minyak mentah di Indonesia, bukan hanya minyak mentah yang berasal dari pengeboran di Indonesia ya. Impor boleh, tetapi impor minyak mentah. Minyak jadinya (diolah) di sini. Kalau kita mau membangun cadangan nasional atau cadangan strategis, kan, bentuknya BBM, bukan minyak mentah,” ujar Menteri Jonan.
Minyak mentah yang diproduksikan dari Lapangan Banyu Urip di Blok Cepu, Bojonegoro diolah di Central Processing Facility (CPF) yang berproduksi hingga 185 ribu barel per hari. Dari CPF, minyak tersebut dialirkan melalui pipa darat sejauh 72 kilometer hingga ke pantai Palang, Tuban. Lalu, dilanjutkan melalui pipa bawah laut dan ditampung di FSO Gagak Rimang yang berada 23 kilometer di lepas pantai Tuban.
(akr)