Pembatalan TPP Jadikan Posisi Indonesia Setara di Pasar AS
A
A
A
JAKARTA - Langkah Amerika Serikat (AS) menarik diri dari pakta perdagangan Kemitraan Trans Pasifik atau Trans Pacific Partnership (TPP) menjadikan produk Indonesia bisa bersaing secara adil di pasar AS.
Beberapa negara tetangga, seperti Vietnam dan Malaysia yang sudah lebih dulu bergabung dengan TPP menikmati kemudahan dan keringanan tarif saat mengekspor ke AS. Tak heran, ekspor unggulan Indonesia ke Amerika Serikat, seperti tekstil kalah bersaing harganya dengan produk tekstil dari Vietnam. Hal ini merugikan Indonesia.
“Kalau nanti ternyata TPP tidak jadi berjalan, Indonesia bisa diuntungkan karena posisi kita menjadi setara lagi,” ujar Kepala Departemen Ekonomi Center For Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri, Rabu (25/1/2017).
Menurut Yose, TPP sebetulnya belum berjalan dan secara hukum kepastiannya baru bisa diambil pada Februari 2018. Sehingga, segala kemungkinan masih bisa terjadi, termasuk sikap AS pun bisa saja berubah.
Andaikata AS benar-benar keluar atau tidak ikut dalam TPP, lanjut Yose, negara adidaya itu pasti akan mencari alternatif lain misalnya dengan kerja sama bilateral. Jika AS kemudian mau menjalankan inisiatif kerja sama bilateral, diharapkan Indonesia bisa lebih aktif di dalamnya.
Yose yang juga masuk dalam tim kajian TPP bersama Kementerian Perdagangan mengungkapkan, tim tetap akan melanjutkan kajian namun sudah mengarah ke alternatif lain, termasuk potensi bilateral dengan AS.
Sementara itu, mantan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan, apapun langkah yang diambil AS, Indonesia hendaknya tetap melanjutkan berbagai proses negosiasi perdagangan, misalnya dengan Uni Eropa.
“Di ASEAN juga kita harus terus melakukan integrasi. Kita kan sudah punya kesepakatan RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership). Jadi, kalaupun TPP batal kita berharap ada hal-hal lain yang akan terus berjalan,” tandasnya.
Beberapa negara tetangga, seperti Vietnam dan Malaysia yang sudah lebih dulu bergabung dengan TPP menikmati kemudahan dan keringanan tarif saat mengekspor ke AS. Tak heran, ekspor unggulan Indonesia ke Amerika Serikat, seperti tekstil kalah bersaing harganya dengan produk tekstil dari Vietnam. Hal ini merugikan Indonesia.
“Kalau nanti ternyata TPP tidak jadi berjalan, Indonesia bisa diuntungkan karena posisi kita menjadi setara lagi,” ujar Kepala Departemen Ekonomi Center For Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri, Rabu (25/1/2017).
Menurut Yose, TPP sebetulnya belum berjalan dan secara hukum kepastiannya baru bisa diambil pada Februari 2018. Sehingga, segala kemungkinan masih bisa terjadi, termasuk sikap AS pun bisa saja berubah.
Andaikata AS benar-benar keluar atau tidak ikut dalam TPP, lanjut Yose, negara adidaya itu pasti akan mencari alternatif lain misalnya dengan kerja sama bilateral. Jika AS kemudian mau menjalankan inisiatif kerja sama bilateral, diharapkan Indonesia bisa lebih aktif di dalamnya.
Yose yang juga masuk dalam tim kajian TPP bersama Kementerian Perdagangan mengungkapkan, tim tetap akan melanjutkan kajian namun sudah mengarah ke alternatif lain, termasuk potensi bilateral dengan AS.
Sementara itu, mantan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan, apapun langkah yang diambil AS, Indonesia hendaknya tetap melanjutkan berbagai proses negosiasi perdagangan, misalnya dengan Uni Eropa.
“Di ASEAN juga kita harus terus melakukan integrasi. Kita kan sudah punya kesepakatan RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership). Jadi, kalaupun TPP batal kita berharap ada hal-hal lain yang akan terus berjalan,” tandasnya.
(dmd)