Skema Gross Split Dinilai Sulitkan Kontraktor
A
A
A
JAKARTA - Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro memandang skema bagi hasil gross split eksplorasi minyak dan gas (migas) menyulitkan kontraktor. Kesulitan itu muncul karena terlalu banyak variabel hingga berjumlah 14.
Komaidi mengatakan, jumlah variabel harus lebih sederhana. Sehingga, skema gross split bisa lebih mudah dilakukan oleh kontraktor. "Kan tujuan ini untuk menyederhanakan pelaksanaan kontrak bagi hasil itu sendiri. Sekarang variabelnya banyak dan kompleks. Tadinya kan tujuan awal enggak begitu," ujarnya di Jakarta, Minggu (29/1/2017).
Sementara, soal Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang masuk ke dalam 14 variabel seharusnya tidak perlu dituntut ke kontraktor. Sebab, mereka sudah mengemban banyak hal mulai dari pembiayaan hingga pengadaan barang
"Segala seuatunya sudah diserahkan ke kontraktor termasuk pembiayaannya, pengadaan barang dan jasa tanggung jawab mereka. Sehingga, pemerintah harusnya tidak bisa memaksakan untuk menggunakan yang TKDN," kata Komaidi.
Menurutnya, jika kesepakatan awal ini jadi tanggung jawab kontraktor maka tidak adil karena memaksakan. Meskipun diberikan insentif untuk pengadaan barang dan jasa, namun kontraktor akan lebih efisien kalau melakukannya lewat afiliasi.
"Kan lebih baik menggunakan afiliasi daripada membeli ke tempat lain, itu dari sisi kontraktor. Meskipun dari sisi negara tentu punya kepentingan lain, di mana industri barang dan jasa dalam negeri harus tetap tumbuh," pungkasnya.
Komaidi mengatakan, jumlah variabel harus lebih sederhana. Sehingga, skema gross split bisa lebih mudah dilakukan oleh kontraktor. "Kan tujuan ini untuk menyederhanakan pelaksanaan kontrak bagi hasil itu sendiri. Sekarang variabelnya banyak dan kompleks. Tadinya kan tujuan awal enggak begitu," ujarnya di Jakarta, Minggu (29/1/2017).
Sementara, soal Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang masuk ke dalam 14 variabel seharusnya tidak perlu dituntut ke kontraktor. Sebab, mereka sudah mengemban banyak hal mulai dari pembiayaan hingga pengadaan barang
"Segala seuatunya sudah diserahkan ke kontraktor termasuk pembiayaannya, pengadaan barang dan jasa tanggung jawab mereka. Sehingga, pemerintah harusnya tidak bisa memaksakan untuk menggunakan yang TKDN," kata Komaidi.
Menurutnya, jika kesepakatan awal ini jadi tanggung jawab kontraktor maka tidak adil karena memaksakan. Meskipun diberikan insentif untuk pengadaan barang dan jasa, namun kontraktor akan lebih efisien kalau melakukannya lewat afiliasi.
"Kan lebih baik menggunakan afiliasi daripada membeli ke tempat lain, itu dari sisi kontraktor. Meskipun dari sisi negara tentu punya kepentingan lain, di mana industri barang dan jasa dalam negeri harus tetap tumbuh," pungkasnya.
(dmd)