Menaker: Peningkatan Kompetensi Perlu Peran Swasta
A
A
A
JAKARTA - Indonesia diprediksi akan menempati posisi ke-7 negara dengan ekonomi terbesar di dunia Pada 2030. Namun, untuk mencapai itu Indonesia masih dihadapkan shortage tenaga kerja terampil mencapai 56 juta.
Karena itu, upaya mempercepat peningkatan kompetensi tenaga kerja Indonesia sangat membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, khususnya dunia usaha dan industri. Hal ini dikarenakan untuk mencapai target 2030 tersebut, kebutuhan tenaga kerja terampil berkisar 113 juta.
Sementara, pada 2016 Indonesia baru memiliki sekitar 57 juta tenaga kerja terampil. Hal ini juga berarti Indonesia harus menciptakan 4 juta tenaga kerja terampil setiap tahunnya.
"Pemerintah tidak akan bisa melakukan ini sendiri. Dukungan dari dunia usaha menjadi sangat penting, karenanya saya mengajak dan mengudang dunia usaha maupun industri bisa terlibat aktif dalam program percepatan peningkatan kompetensi yang diselenggarakan pemerintah," kata Menteri Ketenagakerjaan RI (Menaker) M Hanif Dhakiri dalam rilisnya, Jakarta, Sabtu (4/2/2017).
Keterlibatan dunia usaha dan industri ini juga bagian dari investasi sudber daya manusia (SDM) bagi dunia usaha itu sendiri. Hal ini akan sangat menguntungkan bagi dunia usaha, karena mereka memiliki aset SDM yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan dunia usaha dan industri.
"Sehingga mulai dari kurikulumnya kalau dalam dunia pendidikan. Kalau di pelatihan kerja itu standar kompetensinya semua adalah hasil kreasi dari kalangan dunia industri. Sehingga konsep pendidikan dan pelatihan kerja mengacu pada kebutuhan dunia industri," jelasnya.
Pemerintah Indonesia melalui Kemnaker telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kompetensi SDM nasional. Di antaranya memperkuat akses dan mutu pelatihan kerja.
Saat ini, Kemnaker juga bekerja sama dengan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menciptakan program pemagangan nasional. "Jadi pemagangan yang kita harapkan adalah pemagangan terstruktur, sesuai jabatan. Setelah pemagangan kita ikutkan pada uji kompetensi dan sertifikasi profesi," terang Menaker.
Karena itu, upaya mempercepat peningkatan kompetensi tenaga kerja Indonesia sangat membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, khususnya dunia usaha dan industri. Hal ini dikarenakan untuk mencapai target 2030 tersebut, kebutuhan tenaga kerja terampil berkisar 113 juta.
Sementara, pada 2016 Indonesia baru memiliki sekitar 57 juta tenaga kerja terampil. Hal ini juga berarti Indonesia harus menciptakan 4 juta tenaga kerja terampil setiap tahunnya.
"Pemerintah tidak akan bisa melakukan ini sendiri. Dukungan dari dunia usaha menjadi sangat penting, karenanya saya mengajak dan mengudang dunia usaha maupun industri bisa terlibat aktif dalam program percepatan peningkatan kompetensi yang diselenggarakan pemerintah," kata Menteri Ketenagakerjaan RI (Menaker) M Hanif Dhakiri dalam rilisnya, Jakarta, Sabtu (4/2/2017).
Keterlibatan dunia usaha dan industri ini juga bagian dari investasi sudber daya manusia (SDM) bagi dunia usaha itu sendiri. Hal ini akan sangat menguntungkan bagi dunia usaha, karena mereka memiliki aset SDM yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan dunia usaha dan industri.
"Sehingga mulai dari kurikulumnya kalau dalam dunia pendidikan. Kalau di pelatihan kerja itu standar kompetensinya semua adalah hasil kreasi dari kalangan dunia industri. Sehingga konsep pendidikan dan pelatihan kerja mengacu pada kebutuhan dunia industri," jelasnya.
Pemerintah Indonesia melalui Kemnaker telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kompetensi SDM nasional. Di antaranya memperkuat akses dan mutu pelatihan kerja.
Saat ini, Kemnaker juga bekerja sama dengan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menciptakan program pemagangan nasional. "Jadi pemagangan yang kita harapkan adalah pemagangan terstruktur, sesuai jabatan. Setelah pemagangan kita ikutkan pada uji kompetensi dan sertifikasi profesi," terang Menaker.
(izz)