ESDM Terus Evaluasi Penurunan Harga Gas
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah masih terus melakukan evaluasi terhadap penurunan harga gas industri. Harga gas murah dipastikan akan menaikan daya saing indutri di dalam negeri dan menyerap lebih banyak tenaga kerja.
Berdasarkan Peraturan Presiden No 40/2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi terdapat tujuh sektor industri yang berhak menikmati penurunan harga gas diantaranya, industri pupuk, baja, petrokimia, oleokima keramik, kaca dan sarung tangan karet. Namun sejauh ini baru tiga sektor industri yang menikmati penurunan harga gas, yaitu industri pupuk, baja dan petrokimia.
“Saat ini direalisasikan untuk tiga industri dulu selebihnya sedang dievaluasi. Evaluasi menyangkut kontribusi terhadap produk domestik bruto atau multiplier effect di dalam negeri,” ujar Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar, di sela membuka acara Indonesia Gas Society 2017, di Jakarta Convention Center, Selasa (7/2/2016).
Menurut dia, upaya penurunan harga gas juga dilakukan dengan mengizinkan industri untuk melakukan impor gas langsung kepada produsen. Peraturan terkait impor gas ini sedang disiapkan oleh Kementerian ESDM. Selain mengizinkan impor, pemerintah juga terus berupaya meningkatkan pembangunan infrastruktur gas.
“Permintaan domestik terus tumbuh lebih tinggi dari pasokan dalam negeri. Sebab itu selain mengizinkan impor, kami terus mempercepat pengembangan infrastruktur gas,” ucapnya.
Di tempat yang sama, Wakil Ketua Indonesia Gas Society Djohari Anggakusumah menambahkan impor gas dan peningkatan pembangunan infrastruktur diyakini akan mendorong harga gas lebih berdaya saing. Disamping itu, juga diperlukan untuk memenuhi kebutuhan gas di dalam negeri yang terus meningkat.
Dia memproyeksikan rata-rata konsumsi gas di dalam negeri hingga dua tahun ke depan mengalami kenaikan 4-5% atau sekitar 3.000-3.5000 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) atau sebanyak 32 juta ton LNG per tahun. Sementara pada 2030 mendatang diperkirakan kebutuhan gas domestik mencapai 10.000 MMSCFD.
“Dengan kondisi itu impor menjadi rencana logis untuk dilakukan selain harus dibarengi dengan pengembangan infrastruktur,” tandasnya.
Sekretaris Jenderal Federasi Industri Kimia Indonesia Ridwan Adiputra menegaskan penurunan harga gas untuk sebagian sektor industri belum sesuai harapan. Pihaknya mengaku untuk indutri pupuk harga masih di atas USD6 juta metrik british thermal unit (MMBTU) padahal harapannya harga bisa turun USD4 per MMBTU.
Dia juga menyampaikan penurunan harga gas juga belum merata untuk industri lainnya. “Padahal penurunan harga gas dibutuhkan supaya produk di dalam negeri mampu berdaya saing baik di dalam negeri maupun untuk ekspor ke luar negeri,” ujar dia.
Berdasarkan Peraturan Presiden No 40/2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi terdapat tujuh sektor industri yang berhak menikmati penurunan harga gas diantaranya, industri pupuk, baja, petrokimia, oleokima keramik, kaca dan sarung tangan karet. Namun sejauh ini baru tiga sektor industri yang menikmati penurunan harga gas, yaitu industri pupuk, baja dan petrokimia.
“Saat ini direalisasikan untuk tiga industri dulu selebihnya sedang dievaluasi. Evaluasi menyangkut kontribusi terhadap produk domestik bruto atau multiplier effect di dalam negeri,” ujar Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar, di sela membuka acara Indonesia Gas Society 2017, di Jakarta Convention Center, Selasa (7/2/2016).
Menurut dia, upaya penurunan harga gas juga dilakukan dengan mengizinkan industri untuk melakukan impor gas langsung kepada produsen. Peraturan terkait impor gas ini sedang disiapkan oleh Kementerian ESDM. Selain mengizinkan impor, pemerintah juga terus berupaya meningkatkan pembangunan infrastruktur gas.
“Permintaan domestik terus tumbuh lebih tinggi dari pasokan dalam negeri. Sebab itu selain mengizinkan impor, kami terus mempercepat pengembangan infrastruktur gas,” ucapnya.
Di tempat yang sama, Wakil Ketua Indonesia Gas Society Djohari Anggakusumah menambahkan impor gas dan peningkatan pembangunan infrastruktur diyakini akan mendorong harga gas lebih berdaya saing. Disamping itu, juga diperlukan untuk memenuhi kebutuhan gas di dalam negeri yang terus meningkat.
Dia memproyeksikan rata-rata konsumsi gas di dalam negeri hingga dua tahun ke depan mengalami kenaikan 4-5% atau sekitar 3.000-3.5000 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) atau sebanyak 32 juta ton LNG per tahun. Sementara pada 2030 mendatang diperkirakan kebutuhan gas domestik mencapai 10.000 MMSCFD.
“Dengan kondisi itu impor menjadi rencana logis untuk dilakukan selain harus dibarengi dengan pengembangan infrastruktur,” tandasnya.
Sekretaris Jenderal Federasi Industri Kimia Indonesia Ridwan Adiputra menegaskan penurunan harga gas untuk sebagian sektor industri belum sesuai harapan. Pihaknya mengaku untuk indutri pupuk harga masih di atas USD6 juta metrik british thermal unit (MMBTU) padahal harapannya harga bisa turun USD4 per MMBTU.
Dia juga menyampaikan penurunan harga gas juga belum merata untuk industri lainnya. “Padahal penurunan harga gas dibutuhkan supaya produk di dalam negeri mampu berdaya saing baik di dalam negeri maupun untuk ekspor ke luar negeri,” ujar dia.
(akr)