Goldman Sachs: Perang Dagang Sakiti Perekonomian AS dan China
A
A
A
HONG KONG - Goldman Sachs Group Inc., mengeluarkan analisa bahwa perang dagang antara Amerika Serikat dan Republik Rakyat China akan merugikan pertumbuhan ekonomi kedua negara. Dan tidak ada satu pun yang mendapatkan keuntungan.
Wakil Ketua Goldman China di Hong Kong, Ha Jiming mengatakan bila Presiden AS Donald Trump membebankan tarif produk China di atas 10%, maka ekspor Negeri Tirai Bambu ke Amerika akan jatuh hingga 25%. “Dan skenario perang dagang ini akan membuat pertumbuhan ekonomi tahunan China menurun sebanyak satu persen,” ujarnya seperti dikutip Bloomberg, Rabu (8/2/2017).
Ha yang juga ahli strategi investasi menambahkan, jika itu terjadi maka Beijing akan membalas. Dan perdagangan AS akan menderita yang akhirnya membuat pertumbuhan ekonomi Amerika juga jatuh.
Pasalnya, pada tahun 2016 kemarin, pertumbuhan ekonomi Negeri Paman Sam hanya 1,6%, berbanding dengan pertumbuhan ekonomi China sebesar 6,7%. Adapun perekonomian AS pada tahun lalu mencapai USD18 triliun berbanding dengan China sebesar USD11 triliun.
Untuk itu, Ha menyarankan Amerika melalukan cara lain untuk meningkatkan defisit perdagangannya dengan China. “Untuk mencegah perang dagang dengan China, AS bisa mengambil langkah lain seperti mempromosikan industri pariwisata atau layanan bisnis dan keuangan ke AS. Dan ini akan membantu juga ekspor Amerika ke China,” tulisnya.
Meski demikian, Ha mengkhawatirkan sikap perdagangan yang agresif dari Trump, yang mengancam menaikkan tarif ekspor untuk produk China, Meksiko, dan beberapa negara lain. Trump melakukan ini demi melindungi manufaktur dan banyaknya pekerja AS yang menganggur karena membanjirnya produk asing. Selain itu, Trump juga mengkritik China telah memanipulasi mata uangnya sehingga produk mereka lebih kompetitif dan dapat masuk ke Amerika.
Dalam waktu dekat, Pemerintahan Trump dikabarkan bakal menindak tegas kebijakan mata uang China dan menerapkan tarif tinggi terhadap impor China, seperti baja, mesin, alat-alat berat, dan onderdil mobil. “Trump juga mungkin menerapkan tarif tambahan jika diperlukan,” ujar ekonom Goldman Asia Pasifik Andrew Tilton.
Namun Tilton mewanti-wanti hal di atas akan berdampak, dimana China yang melakukan transisi politik pada akhir tahun ini, akan memainkan surat utang AS dan melakukan campur tangan memperbaiki yuan yang melemah terhadap dolar AS.
Tilton pun menyarankan AS dalam mengurangi defisit perdagangan dengan China, dengan melindungi kekayaan intelektual produk mereka serta meningkatkan ekspor jasa. Sudah menjadi rahasia umum, China gandrung menjiplak produk-produk Amerika Serikat.
Dengan perlindungan kekayaan intelektual, maka Amerika bisa mengurangi defisit perdagangan dengan Negeri Mao Tse Tung tersebut. Sebagai informasi defisit perdagangan AS dengan China tahun 2016 menjadi USD347 miliar atau turun 5,5% dari tahun 2015.
Selain menyebabkan kerusakan pada pertumbuhan ekonomi China dan AS, perang dagang akan merugikan ekonomi negara Asia lainnya, seperti Korea Selatan dan Taiwan yang memiliki kaitan erat dengan rantai pasokan global.
Wakil Ketua Goldman China di Hong Kong, Ha Jiming mengatakan bila Presiden AS Donald Trump membebankan tarif produk China di atas 10%, maka ekspor Negeri Tirai Bambu ke Amerika akan jatuh hingga 25%. “Dan skenario perang dagang ini akan membuat pertumbuhan ekonomi tahunan China menurun sebanyak satu persen,” ujarnya seperti dikutip Bloomberg, Rabu (8/2/2017).
Ha yang juga ahli strategi investasi menambahkan, jika itu terjadi maka Beijing akan membalas. Dan perdagangan AS akan menderita yang akhirnya membuat pertumbuhan ekonomi Amerika juga jatuh.
Pasalnya, pada tahun 2016 kemarin, pertumbuhan ekonomi Negeri Paman Sam hanya 1,6%, berbanding dengan pertumbuhan ekonomi China sebesar 6,7%. Adapun perekonomian AS pada tahun lalu mencapai USD18 triliun berbanding dengan China sebesar USD11 triliun.
Untuk itu, Ha menyarankan Amerika melalukan cara lain untuk meningkatkan defisit perdagangannya dengan China. “Untuk mencegah perang dagang dengan China, AS bisa mengambil langkah lain seperti mempromosikan industri pariwisata atau layanan bisnis dan keuangan ke AS. Dan ini akan membantu juga ekspor Amerika ke China,” tulisnya.
Meski demikian, Ha mengkhawatirkan sikap perdagangan yang agresif dari Trump, yang mengancam menaikkan tarif ekspor untuk produk China, Meksiko, dan beberapa negara lain. Trump melakukan ini demi melindungi manufaktur dan banyaknya pekerja AS yang menganggur karena membanjirnya produk asing. Selain itu, Trump juga mengkritik China telah memanipulasi mata uangnya sehingga produk mereka lebih kompetitif dan dapat masuk ke Amerika.
Dalam waktu dekat, Pemerintahan Trump dikabarkan bakal menindak tegas kebijakan mata uang China dan menerapkan tarif tinggi terhadap impor China, seperti baja, mesin, alat-alat berat, dan onderdil mobil. “Trump juga mungkin menerapkan tarif tambahan jika diperlukan,” ujar ekonom Goldman Asia Pasifik Andrew Tilton.
Namun Tilton mewanti-wanti hal di atas akan berdampak, dimana China yang melakukan transisi politik pada akhir tahun ini, akan memainkan surat utang AS dan melakukan campur tangan memperbaiki yuan yang melemah terhadap dolar AS.
Tilton pun menyarankan AS dalam mengurangi defisit perdagangan dengan China, dengan melindungi kekayaan intelektual produk mereka serta meningkatkan ekspor jasa. Sudah menjadi rahasia umum, China gandrung menjiplak produk-produk Amerika Serikat.
Dengan perlindungan kekayaan intelektual, maka Amerika bisa mengurangi defisit perdagangan dengan Negeri Mao Tse Tung tersebut. Sebagai informasi defisit perdagangan AS dengan China tahun 2016 menjadi USD347 miliar atau turun 5,5% dari tahun 2015.
Selain menyebabkan kerusakan pada pertumbuhan ekonomi China dan AS, perang dagang akan merugikan ekonomi negara Asia lainnya, seperti Korea Selatan dan Taiwan yang memiliki kaitan erat dengan rantai pasokan global.
(ven)