Industri Keuangan Syariah Jalan di Tempat
A
A
A
YOGYAKARTA - Tren pemanfaatan produk bank syariah terus mengalami peningkatan, namun pertumbuhan industri keuangan syariah tidak seperti yang diharapkan. Kondisi pertumbuhan industri keuangan syariah di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sama dengan kondisi nasional.
Angka pertumbuhan industri keuangan syariah nasional selalu berada di bawah 5%. Meski sudah berjalan hampir 16 tahun sejak Bank Syariah pertama kali didirikan di Republik ini, tetapi pertumbuhan lembaga keuangan syariah masih minim.
Pertumbuhan yang selalu pada angka 5% menjadi semacam momok bagi industri ini. Pertumbuhan lembaga keuangan syariah sempat menembus angka di atas 5% lebih sedikit dua tahun lalu, yaitu ketika Bank BPD Aceh dikonversi menjadi bank syariah.
Namun, kembali menurun pada periode 2016-2017. Berbagai hal menjadi penyebab mengapa lembaga keuangan syariah sulit berkembang di Indonesia.
Branch Manager Bank Muamalat Indonesia Cabang Yogyakarta Sulistyanto Hibrizie mengungkapkan, pemerintah telah membuat Undang-Undang tentang lembaga keuangan syariah. Namun, tidak ada kebijakan pendukung lainnya yang bisa membuat industri ini berkembang.
Kebijakan pemerintah masih setengah hati terkait dengan keuangan syariah. "Undang-Undang sudah ada, tetapi lingkungannya tidak diciptakan," ujarnya.
Contoh yang paling sederhana yakni sistem transaksi di Indonesia masih cenderung konvensional. Seperti keuangan nasional dan daerah, selama ini masih melalui lembaga keuangan konvensional. Harusnya ada kebijakan prosentase aliran dana pemerintah bisa melalui keuangan syariah.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) DIY Fauzi Nugroho mengatakan, belakangan ada tren kecenderungan menggunakan produk Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) dibanding BPR Konvensional. Hal ini mengakibatkan prosentase perkembangan BPR Syariah lebih tinggi dibanding konvensional.
Angka pertumbuhan industri keuangan syariah nasional selalu berada di bawah 5%. Meski sudah berjalan hampir 16 tahun sejak Bank Syariah pertama kali didirikan di Republik ini, tetapi pertumbuhan lembaga keuangan syariah masih minim.
Pertumbuhan yang selalu pada angka 5% menjadi semacam momok bagi industri ini. Pertumbuhan lembaga keuangan syariah sempat menembus angka di atas 5% lebih sedikit dua tahun lalu, yaitu ketika Bank BPD Aceh dikonversi menjadi bank syariah.
Namun, kembali menurun pada periode 2016-2017. Berbagai hal menjadi penyebab mengapa lembaga keuangan syariah sulit berkembang di Indonesia.
Branch Manager Bank Muamalat Indonesia Cabang Yogyakarta Sulistyanto Hibrizie mengungkapkan, pemerintah telah membuat Undang-Undang tentang lembaga keuangan syariah. Namun, tidak ada kebijakan pendukung lainnya yang bisa membuat industri ini berkembang.
Kebijakan pemerintah masih setengah hati terkait dengan keuangan syariah. "Undang-Undang sudah ada, tetapi lingkungannya tidak diciptakan," ujarnya.
Contoh yang paling sederhana yakni sistem transaksi di Indonesia masih cenderung konvensional. Seperti keuangan nasional dan daerah, selama ini masih melalui lembaga keuangan konvensional. Harusnya ada kebijakan prosentase aliran dana pemerintah bisa melalui keuangan syariah.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) DIY Fauzi Nugroho mengatakan, belakangan ada tren kecenderungan menggunakan produk Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) dibanding BPR Konvensional. Hal ini mengakibatkan prosentase perkembangan BPR Syariah lebih tinggi dibanding konvensional.
(izz)