Aturan Tarif Listrik PLTU Mulut Tambang Segera Terbit
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya (ESDM) dalam waktu dekat bakal menerbitkan peraturan mengenai tarif jual beli listrik untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di mulut tambang dan nonmulut tambang. Saat ini, aturan tersebut masih dalam proses pengkajian pemerintah.
Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jarman mengungkapkan, nantinya mekanisme tarif listrik yang dibeli PT PLN (Persero) akan dikaitkan dengan biaya pokok produksi (BPP). Sebelumnya, tarif listrik yang dibeli PLN digunakan dengan skema harga patokan.
"Untuk mulut tambang ini yang kita atur. Permennya akan segera terbit. Diatur dan dipadukan dengan BPP," katanya di Gedung Ditjen Ketenagalistrikan, Jakarta, Jumat (10/2/2017).
Menurutnya, hal ini seiring dengan langkah pemerintah untuk meninggalkan rezim harga patokan (cost plus margin) menuju harga keekonomman. Dengan skema ini, maka BPP dapat dikontrol agar margin yang diterima pengembang listrik swasta (independent power producer/IPP) tidak negatif.
Dia menuturkan, pemerintah bersama DPR sudah menetapkan tarif keekonomian. Dimana dasar tarif keekonomian dipakai untuk menghitung margin.
"Waktu itu sudah dihitung BPP berapa lalu marginnya 7%. Karena itu, dalam hal ini kalau BPP-nya tidak dikontrol maka marginnya negatif. Kan kita sudah meninggalkan rezim cost of margin. Di listrik sudah ditinggalkan mulai 2013 secara bertahap. Di migas juga ditinggalkan dari cost recovery jadi gross split," imbuh dia
Jarman menuturkan, cara ini akan tercipta listrik dari pembangkit mulut tambang sesuai kebutuhan. "Tetapi efisiensi dari pengembang akan menjadi concern pengembang itu sendiri. Kan dia bisa dengan teknologi yang lebih maju maka penambangan bisa lebih baik, pembangkit bisa lebih baik. Sehingga itu jadi keuntungan kepada pengembang," tuturnya.
Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jarman mengungkapkan, nantinya mekanisme tarif listrik yang dibeli PT PLN (Persero) akan dikaitkan dengan biaya pokok produksi (BPP). Sebelumnya, tarif listrik yang dibeli PLN digunakan dengan skema harga patokan.
"Untuk mulut tambang ini yang kita atur. Permennya akan segera terbit. Diatur dan dipadukan dengan BPP," katanya di Gedung Ditjen Ketenagalistrikan, Jakarta, Jumat (10/2/2017).
Menurutnya, hal ini seiring dengan langkah pemerintah untuk meninggalkan rezim harga patokan (cost plus margin) menuju harga keekonomman. Dengan skema ini, maka BPP dapat dikontrol agar margin yang diterima pengembang listrik swasta (independent power producer/IPP) tidak negatif.
Dia menuturkan, pemerintah bersama DPR sudah menetapkan tarif keekonomian. Dimana dasar tarif keekonomian dipakai untuk menghitung margin.
"Waktu itu sudah dihitung BPP berapa lalu marginnya 7%. Karena itu, dalam hal ini kalau BPP-nya tidak dikontrol maka marginnya negatif. Kan kita sudah meninggalkan rezim cost of margin. Di listrik sudah ditinggalkan mulai 2013 secara bertahap. Di migas juga ditinggalkan dari cost recovery jadi gross split," imbuh dia
Jarman menuturkan, cara ini akan tercipta listrik dari pembangkit mulut tambang sesuai kebutuhan. "Tetapi efisiensi dari pengembang akan menjadi concern pengembang itu sendiri. Kan dia bisa dengan teknologi yang lebih maju maka penambangan bisa lebih baik, pembangkit bisa lebih baik. Sehingga itu jadi keuntungan kepada pengembang," tuturnya.
(izz)