KAI Butuh Jaminan Pemerintah Menjadi Operator LRT Jabodebek

Jum'at, 10 Maret 2017 - 03:03 WIB
KAI Butuh Jaminan Pemerintah...
KAI Butuh Jaminan Pemerintah Menjadi Operator LRT Jabodebek
A A A
JAKARTA - PT Kereta Api Indonesia (Persero) akan memastikan jaminan dari pemerintah terkait penugasan KAI sebagai investor kereta api ringan atau Light Rail Transit (LRT) Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi (Jabodebek). Direktur Utama PT KAI, Edy Sukmoro mengatakan, secara kemampuan pemerintah pasti mampu memberikan jaminan.

Namun jaminan tersebut harus keluar dalam bentuk Peraturan Presiden (perpres). "Saya tidak bisa bicara sebelum perpresnya keluar. Pekan ini barangkali akan keluar," kata Edy Sukmoro ketika membuka acara duta Kereta Api di Stasiun Gambir, Jakarta, Kamis (9/3).

Berdasarkan rapat di Kementerian Koordinator Kemaritiman Jumat (3/3) memutuskan bahwa PT KAI ditugasi pemerintah sebagai investor sekaligus operator LRT Jabodebek. Penugasan tersebut akan dituangkan melalui perubahan Perpres Nomor 65 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Kereta Api Ringan/Light Rail Transit Terintegrasi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi.

Dalam perpres no 65 tahun 2016 menyebutkan bahwa PT KAI hanya ditunjuk sebagai operator LRT. Sedangkan kontraktor pelaksana diberikan kepada PT Adhi Karya. Adapun Adhi Karya menyatakan membangun proyek tersebut melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp1,4 triliun yang didapat pada tahun 2015.

Biaya pembangunan LRT secara keseluruhan hingga beroperasi pada 2019 mencapai Rp27,5 triliun. Rinciannya, Rp23,6 triliun di antaranya untuk pembangunan prasarana berupa rel elevated. Sedangkan pengadaan sarana seperti gerbong dan depo membutuhkan anggaran sebesar Rp3,9 triliun.

Direktur Keuangan PT KAI Didiek Hartantyo mengatakan, bahwa skema pendanaan pembangunan LRT akan tetap memanfaatkan dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) melalui penyertaan modal negara (PMN). KAI, kata Didiek juga meminta konsesi sebagai operator LRT selama 50 tahun. Pendanaan melalui PMN diharapkan bisa kucur sebesar Rp5,6 triliun.

"Sebenarnya total PMN Rp9 triliun. Namun karena PT KAI sudah dapat PMN pada 2015 lalu ditambah dengan PMN dari Adhi Karya sebesar Rp1,4 triliun, maka PMN tersisa yang bisa kucur Rp5,6," ungkap dia.

Sedangkan skema tarif yang masih dibahas sebesar Rp12.000, tarif tersebut sudah termasuk subsidi dari pemerintah selama 12 tahun. Sedangkan sisanya sebanyak Rp18,23 triliun, kata Didiek bisa didapatkan melalui konsorsium perbankan. "Namun sekali lagi harus ada jaminan pemerintah melalui skema tarif yang disubsidi dan jumlah PMN sebesar Rp5,6 triliun yang diharapkan bisa kucur pada 2017 dan 2018," ujarnya.

Sementara itu, ekonom Faisal Basri mengatakan, pemerintah sepertinya akan sulit mengeluarkan PMN pada tahun ini. Dia beralasan alokasi anggaran sudah sangat terkuras. "Dan ini pasti akan mendapatkan halangan dari DPR," kata dia, belum lama ini.

Dia menambahkan bahwa bahwa sumbanngan laba BUMN untuk pembangunan infrastruktur kepada APBN masih sangat kecil jika dibandingkan sumbangan dari sektor lain. "Jadi kasihan BUMN disuruh membangun infrastruktur yang terkesan dipaksakan tanpa melihat pengembalian keuntungannya. Apalagi rasio utang mereka (BUMN) juga masih sangat besar, jadi darimana dananya," pungkas dia.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8027 seconds (0.1#10.140)