Bidik Kawasan IORA untuk Tingkatkan Ekspor Mamin
A
A
A
JAKARTA - Industri Makanan dan Minuman (mamin) dinilai menjadi industri yang paling diuntungkan dari pembukaan pasar baru di kawasan Asia-Afrika pasca KTT Asosiasi Negara Lingkar Samudera Hindia atau Indian Ocean Rim Association (IORA) di Jakarta baru-baru ini.
Permintaan yang meningkat seiring dengan banyaknya perjanjian dagang baru dengan negara anggota IORA, diyakini bakal mengdongkrak pertumbuhan ekspor industri makanan dan minuman tahun ini.
Ketua Komite Tetap Industri Makanan dan Protein Kadin Thomas Darmawan menuturkan, kawasan IORA yang dihuni sekitar 2,7 miliar penduduk, secara alamiah membutuhkan pasokan makanan yang besar. Apalagi dengan pertumbuhan ekonomi kawasan IORA yang semakin meningkat, variasi permintaan akan makanan termasuk makanan olahan akan meningkat.
“Kalau di IORA, saya lihat potensi ekspornya akan naik dari tahun ke tahun. Kementerian Perdagangan punya target sendiri pertumbuhan ekspor mamin kita antara 7 sampai 8 persen. Saya pikir makanan untuk makanan bisalah di atas 8 persen tahun ini,” tutur Thomas dalam keterangan yang diterima SINDOnews, Jakarta, Sabtu (11/3/2017).
Menurutnya, selain India yang memiliki jumlah penduduk sangat besar dapat menjadi pasar yang potensial untuk ekspor mamin, Afrika Selatan pun dapat dibidik dalam lingkup kerja sama IORA. “Afrika Selatan bisa menjadi pintu masuk ke kawasan Afrika lainnya. Sedangkan Asia Selatan bisa dimanfaatkan untuk masuk ke negara India dan Pakistan," ujarnya.
Ekspor makanan olahan, lanjut, Thomas bisa menjadi prioritas mengingat jarak negara-negara yang memerlukan ongkos transportasi yang tidak sedikit. “Kalau segar kan cold storage harus siap, yang paling bisa kita lakukan ialah buah-buahan atau ikan. Tapi ke depan ekspor itu sudah dalam bentuk olahan, bukan bentuk barang mentah. Dari zaman sebelum merdeka, kita kan sudah jual rempah-rempah ke Belanda,” lanjutnya.
Seperti diketahui, sumbangan nilai ekspor produk makanan dan minuman termasuk minyak kelapa sawit pada tahun 2016 mencapai USD26,39 miliar. Sementara itu, impor produk mamin pada periode yang sama sebesar USD9,64 miliar.
Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) sebelumnya menargetkan ekspor produk mamin olahan nasional tahun ini tumbuh 16% menjadi USD7 miliar, dari realisasi tahun 2016 lalu sebesar USD6 miliar.
Dengan pertumbuhan sebesar itu, industri mamin diprediksi bakal menjadi motor pertumbuhan ekspor non migas tahun ini yang dipatok sebesar 5,6%. Saat ini, kontribusi produk mamin terhadap ekspor non migas mencapai 35%.
Permintaan yang meningkat seiring dengan banyaknya perjanjian dagang baru dengan negara anggota IORA, diyakini bakal mengdongkrak pertumbuhan ekspor industri makanan dan minuman tahun ini.
Ketua Komite Tetap Industri Makanan dan Protein Kadin Thomas Darmawan menuturkan, kawasan IORA yang dihuni sekitar 2,7 miliar penduduk, secara alamiah membutuhkan pasokan makanan yang besar. Apalagi dengan pertumbuhan ekonomi kawasan IORA yang semakin meningkat, variasi permintaan akan makanan termasuk makanan olahan akan meningkat.
“Kalau di IORA, saya lihat potensi ekspornya akan naik dari tahun ke tahun. Kementerian Perdagangan punya target sendiri pertumbuhan ekspor mamin kita antara 7 sampai 8 persen. Saya pikir makanan untuk makanan bisalah di atas 8 persen tahun ini,” tutur Thomas dalam keterangan yang diterima SINDOnews, Jakarta, Sabtu (11/3/2017).
Menurutnya, selain India yang memiliki jumlah penduduk sangat besar dapat menjadi pasar yang potensial untuk ekspor mamin, Afrika Selatan pun dapat dibidik dalam lingkup kerja sama IORA. “Afrika Selatan bisa menjadi pintu masuk ke kawasan Afrika lainnya. Sedangkan Asia Selatan bisa dimanfaatkan untuk masuk ke negara India dan Pakistan," ujarnya.
Ekspor makanan olahan, lanjut, Thomas bisa menjadi prioritas mengingat jarak negara-negara yang memerlukan ongkos transportasi yang tidak sedikit. “Kalau segar kan cold storage harus siap, yang paling bisa kita lakukan ialah buah-buahan atau ikan. Tapi ke depan ekspor itu sudah dalam bentuk olahan, bukan bentuk barang mentah. Dari zaman sebelum merdeka, kita kan sudah jual rempah-rempah ke Belanda,” lanjutnya.
Seperti diketahui, sumbangan nilai ekspor produk makanan dan minuman termasuk minyak kelapa sawit pada tahun 2016 mencapai USD26,39 miliar. Sementara itu, impor produk mamin pada periode yang sama sebesar USD9,64 miliar.
Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) sebelumnya menargetkan ekspor produk mamin olahan nasional tahun ini tumbuh 16% menjadi USD7 miliar, dari realisasi tahun 2016 lalu sebesar USD6 miliar.
Dengan pertumbuhan sebesar itu, industri mamin diprediksi bakal menjadi motor pertumbuhan ekspor non migas tahun ini yang dipatok sebesar 5,6%. Saat ini, kontribusi produk mamin terhadap ekspor non migas mencapai 35%.
(ven)