Pemerintah Diminta Balas Perlakuan Eropa terhadap Sawit RI
A
A
A
JAKARTA - Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhapi) mengaku tidak terima dengan hasil voting parlemen Uni Eropa (UE) yang menyebutkan bahwa sawit menyebabkan deforestasi, degradasi habitat, masalah hak azasi manusia, standar sosial. Karena itu, pemerintah diminta membalas perlakuan Eropa tersebut.
Ketua Umum Perhapi Bayu Krisnamurthi berharap, pemerintah dan DPR dapat melakukan langkah politik yang sama terhadap Uni Eropa. Karena baginya, tindakan Uni Eropa tersebut merupakan kampanye hitam yang dapat menciptakan citra buruk terhadap produk sawit Indonesia.
"Diharapkan pemerintah dan DPR karena yang voting itu parlemen Eropa, dapat melakukan langkah politik serupa," katanya saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Minggu (12/3/2017).
Dia menjelaskan, pemerintah perlu menyampaikan keberatan terhadap hasil voting tersebut. Selanjutnya, pemerintah juga harus memberikan ketentuan serupa terhadap produk-produk dari Uni Eropa.
"Misalnya, semua wine atau produk susu seperti keju atau kosmetik harus bersertifikat dengan sertifikat yang ditetapkan Indonesia," ujar Bayu.
Diberitakan sebelumnya, produk sawit Indonesia kembali dipersulit untuk masuk Uni Eropa. Hal ini terjadi usai Parlemen Eropa, Komite Lingkungan, Kesehatan Masyarakat dan Keamanan Pangan melakukan voting terkait hal tersebut.
Hasil voting menyepakati bahwa sawit menyebabkan deforestasi, degradasi habitat, masalah hak azasi manusia, standar sosial yang tidak patut dan masalah tenaga kerja anak. Implikasi dari laporan tersebut bisa saja menghentikan penggunaan minyak sawit dari program biodiesel Eropa pada 2020.
Ketua Umum Perhapi Bayu Krisnamurthi berharap, pemerintah dan DPR dapat melakukan langkah politik yang sama terhadap Uni Eropa. Karena baginya, tindakan Uni Eropa tersebut merupakan kampanye hitam yang dapat menciptakan citra buruk terhadap produk sawit Indonesia.
"Diharapkan pemerintah dan DPR karena yang voting itu parlemen Eropa, dapat melakukan langkah politik serupa," katanya saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Minggu (12/3/2017).
Dia menjelaskan, pemerintah perlu menyampaikan keberatan terhadap hasil voting tersebut. Selanjutnya, pemerintah juga harus memberikan ketentuan serupa terhadap produk-produk dari Uni Eropa.
"Misalnya, semua wine atau produk susu seperti keju atau kosmetik harus bersertifikat dengan sertifikat yang ditetapkan Indonesia," ujar Bayu.
Diberitakan sebelumnya, produk sawit Indonesia kembali dipersulit untuk masuk Uni Eropa. Hal ini terjadi usai Parlemen Eropa, Komite Lingkungan, Kesehatan Masyarakat dan Keamanan Pangan melakukan voting terkait hal tersebut.
Hasil voting menyepakati bahwa sawit menyebabkan deforestasi, degradasi habitat, masalah hak azasi manusia, standar sosial yang tidak patut dan masalah tenaga kerja anak. Implikasi dari laporan tersebut bisa saja menghentikan penggunaan minyak sawit dari program biodiesel Eropa pada 2020.
(izz)