Aset Industri Keuangan Nonbank Tembus Rp1.919,51 Triliun
A
A
A
JAKARTA - Otoritas Jasa keuangan (OJK) mencatat, aset Industri Keuangan Non Bank (IKNB) sejak tahun 2014 sampai dengan 2016 mengalami pertumbuhan.
Total aset pada tahun 2016 sebesar Rp1.919,51 triliun atau naik sebesar 25,3% dari Rp1.531,67 triliun pada tahun 2014. Pada tahun 2016, penyaluran pinjaman sektor perbankan juga tercatat sebesar Rp4.413,4 triliun, sedangkan pembiayaan dari sektor IKNB tercatat sebesar Rp571,62 triliun.
"Hingga saat ini pelaku usaha di Indonesia masih bergantung pada sumber pendanaan yang berasal dari sektor perbankan," ungkap Deputi Komisioner Pengawas IKNB I Edy Setiadi di Jakarta, Selasa (14/3/2017).
Adapun jumlah kredit perbankan yang disalurkan pada sektor UMKM sebesar Rp802,1 triliun atau naik 18,2% dari total kredit yang disalurkan.
Sementara untuk industri kreatif, jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh perusahaan pembiayaan pada tahun 2016 tercatat sebesar Rp5,1 triliun, meningkat 18,6% dibandingkan tahun 2015 sebesar Rp4,3 triliun.
Dia menuturkan, alternatif sumber pendanaan yang berasal dari IKNB dapat diperoleh melalui pemanfaatan dana kelolaan yang berasal dari industri Asuransi dan Dana Pensiun.
Pada Desember 2016, dana kelolaan/asset under management (AUM) tersebut tercatat sebesar Rp1.048,96 triliun. Menurut Edy dana tersebut dapat digunakan dalam pembiayaan proyek infrastruktur, UMKM, ekonomi kreatif, dan perusahaan rintisan alias start up.
Dalam rangka meningkatkan perkembangan industri UMKM, ekonomi kreatif, dan perusahaan rintisan serta pembiayaan proyek infrastruktur, jelas Edy, OJK telah menerbitkan beberapa regulasi di bidang IKNB, antara lain terkait revitalisasi Perusahaan Modal Ventura, perluasan kegiatan usaha Perusahaan Pembiayaan, pergadaian swasta, serta peningkatan peran Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.
Apalagi, peningkatan peran IKNB melalui pembiayaan pada sektor-sektor tersebut harus didukung oleh tata kelola dan manajemen risiko yang baik, antara lain melalui pengelolaan kualitas piutang pembiayaan untuk menjaga rasio non performing financing, pengalihan risiko pembiayaan melalui mekanisme asuransi kredit atau penjaminan kredit agar tidak mengganggu financial soundness perusahaan.
Sedangkan dalam hal perusahaan asuransi dan dana pensiun menjadi sumber pendanaan sektor pembiayaan infrastrukur, maka yang harus diperhatikan oleh industri antara lain kesehatan keuangan perusahaan, proses seleksi risiko yang pruden, rasio kecukupan dana yang memadai, likuiditas, dan optimalisasi fungsi komite-komite serta pengawasan internal perusahaan.
"Perusahaan asuransi dan perusahaan penjaminan juga dapat mendukung pertumbuhan sektor industri kreatif, UMKM, dan usaha rintisan dengan cara memberikan perlindungan dari kemungkinan terjadinya risiko terhadap kelangsungan usaha atau risiko kredit dari ketiga sektor tersebut," ungkapnya.
Dengan demikian, IKNB dapat tumbuh seiring dengan berkembangnya sektor industri kreatif, UMKM, pembangunan sektor infrastruktur, dan usaha rintisan yang pada akhirnya dapat mendorong pertumbuhan perekonomian nasional.
Total aset pada tahun 2016 sebesar Rp1.919,51 triliun atau naik sebesar 25,3% dari Rp1.531,67 triliun pada tahun 2014. Pada tahun 2016, penyaluran pinjaman sektor perbankan juga tercatat sebesar Rp4.413,4 triliun, sedangkan pembiayaan dari sektor IKNB tercatat sebesar Rp571,62 triliun.
"Hingga saat ini pelaku usaha di Indonesia masih bergantung pada sumber pendanaan yang berasal dari sektor perbankan," ungkap Deputi Komisioner Pengawas IKNB I Edy Setiadi di Jakarta, Selasa (14/3/2017).
Adapun jumlah kredit perbankan yang disalurkan pada sektor UMKM sebesar Rp802,1 triliun atau naik 18,2% dari total kredit yang disalurkan.
Sementara untuk industri kreatif, jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh perusahaan pembiayaan pada tahun 2016 tercatat sebesar Rp5,1 triliun, meningkat 18,6% dibandingkan tahun 2015 sebesar Rp4,3 triliun.
Dia menuturkan, alternatif sumber pendanaan yang berasal dari IKNB dapat diperoleh melalui pemanfaatan dana kelolaan yang berasal dari industri Asuransi dan Dana Pensiun.
Pada Desember 2016, dana kelolaan/asset under management (AUM) tersebut tercatat sebesar Rp1.048,96 triliun. Menurut Edy dana tersebut dapat digunakan dalam pembiayaan proyek infrastruktur, UMKM, ekonomi kreatif, dan perusahaan rintisan alias start up.
Dalam rangka meningkatkan perkembangan industri UMKM, ekonomi kreatif, dan perusahaan rintisan serta pembiayaan proyek infrastruktur, jelas Edy, OJK telah menerbitkan beberapa regulasi di bidang IKNB, antara lain terkait revitalisasi Perusahaan Modal Ventura, perluasan kegiatan usaha Perusahaan Pembiayaan, pergadaian swasta, serta peningkatan peran Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.
Apalagi, peningkatan peran IKNB melalui pembiayaan pada sektor-sektor tersebut harus didukung oleh tata kelola dan manajemen risiko yang baik, antara lain melalui pengelolaan kualitas piutang pembiayaan untuk menjaga rasio non performing financing, pengalihan risiko pembiayaan melalui mekanisme asuransi kredit atau penjaminan kredit agar tidak mengganggu financial soundness perusahaan.
Sedangkan dalam hal perusahaan asuransi dan dana pensiun menjadi sumber pendanaan sektor pembiayaan infrastrukur, maka yang harus diperhatikan oleh industri antara lain kesehatan keuangan perusahaan, proses seleksi risiko yang pruden, rasio kecukupan dana yang memadai, likuiditas, dan optimalisasi fungsi komite-komite serta pengawasan internal perusahaan.
"Perusahaan asuransi dan perusahaan penjaminan juga dapat mendukung pertumbuhan sektor industri kreatif, UMKM, dan usaha rintisan dengan cara memberikan perlindungan dari kemungkinan terjadinya risiko terhadap kelangsungan usaha atau risiko kredit dari ketiga sektor tersebut," ungkapnya.
Dengan demikian, IKNB dapat tumbuh seiring dengan berkembangnya sektor industri kreatif, UMKM, pembangunan sektor infrastruktur, dan usaha rintisan yang pada akhirnya dapat mendorong pertumbuhan perekonomian nasional.
(ven)