Pasar Modal Didorong Jadi Tulang Punggung Pertumbuhan Ekonomi
A
A
A
JAKARTA - Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nurhaida mengatakan, pasar modal Indonesia diharapkan bisa menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi. Menurutnya hal ini sejalan dengan rencana pemerintah yang gencar membangun infrastruktur.
Seperti diketahui, kebutuhan dana dari Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019 membutuhkan dana luar biasa besar yakni hampir Rp5.000 triliun atau 30% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), 22% dari BUMN, 37% dari sektor keuangan perbankan, asuransi pasar modal, dan sisanya dari APBD.
"Ini diharapkan bisa terbuka lebar. Yang ada di pasar modal sekarang ini yakni peluang baik untuk menginvolve di pasar modal kita. Asosiasi kita juga berusaha bersama meningkatkan pasar modal. Karena kalau kinerja pasar modal naik, berarti harga saham naik. Sehingga investor menikmati keuntungan dan kami berharap itu diisi oleh investor lokal," kata Nurhaida di Main Hall Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Sabtu (18/3/2017).
Sementara itu dia menerangkan emiten Indonesia yang 50% dimiliki asing sudah alami perubahan. Menurutnya jika asing biasanya 70%, dan lokal 30%, namun sekarang sudah imbang imbas manfaat dari harga saham yang naik dan ingin dimanfaatkan investor domestik.
"Kita perlu bersama mendorong investor domestik makin banyak. Sekarang ini paling banyak di Jawa karena aksesnya mudah di Jawa. Kami di OJK, melihat masyarakat kita di luar pulau Jawa di daerah remote punya akses mudah ke pasar modal," imbuhnya.
OJK sendiri memiliki beberapa kebijakan yakni peraturan untuk meminta broker aktif memiliki tenaga pemasaran di daerah sebagai wakil perantara pedagang perantara efek, bukan hanya di Jawa tapi juga daerah.
"Karena dari pusat ke daerah banyak yang keberatan. Kalau ini dijalankan, maka tenaga masyarakat lokal bisa mendapatkan izin sebagai tenaga pemasaran, dan akan diakomodir dengan peraturan, maka upaya untuk bisa menghasilkan pertumbuhan investor signifikan supaya bertumbuh, bisa signifikan," pungkasnya.
Seperti diketahui, kebutuhan dana dari Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019 membutuhkan dana luar biasa besar yakni hampir Rp5.000 triliun atau 30% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), 22% dari BUMN, 37% dari sektor keuangan perbankan, asuransi pasar modal, dan sisanya dari APBD.
"Ini diharapkan bisa terbuka lebar. Yang ada di pasar modal sekarang ini yakni peluang baik untuk menginvolve di pasar modal kita. Asosiasi kita juga berusaha bersama meningkatkan pasar modal. Karena kalau kinerja pasar modal naik, berarti harga saham naik. Sehingga investor menikmati keuntungan dan kami berharap itu diisi oleh investor lokal," kata Nurhaida di Main Hall Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Sabtu (18/3/2017).
Sementara itu dia menerangkan emiten Indonesia yang 50% dimiliki asing sudah alami perubahan. Menurutnya jika asing biasanya 70%, dan lokal 30%, namun sekarang sudah imbang imbas manfaat dari harga saham yang naik dan ingin dimanfaatkan investor domestik.
"Kita perlu bersama mendorong investor domestik makin banyak. Sekarang ini paling banyak di Jawa karena aksesnya mudah di Jawa. Kami di OJK, melihat masyarakat kita di luar pulau Jawa di daerah remote punya akses mudah ke pasar modal," imbuhnya.
OJK sendiri memiliki beberapa kebijakan yakni peraturan untuk meminta broker aktif memiliki tenaga pemasaran di daerah sebagai wakil perantara pedagang perantara efek, bukan hanya di Jawa tapi juga daerah.
"Karena dari pusat ke daerah banyak yang keberatan. Kalau ini dijalankan, maka tenaga masyarakat lokal bisa mendapatkan izin sebagai tenaga pemasaran, dan akan diakomodir dengan peraturan, maka upaya untuk bisa menghasilkan pertumbuhan investor signifikan supaya bertumbuh, bisa signifikan," pungkasnya.
(akr)