Menperin Tegaskan RI Lebih Aktif dalam Rantai Nilai Global
A
A
A
JAKARTA - Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto menegaskan, Indonesia akan lebih aktif berperan dalam rantai nilai global (global value chains) di sektor industri.
Rangkaian ini sebagai instrumen perdagangan internasional bagi negara-negara berkembang untuk menjadi kekuatan baru. "Jadi, keseluruhan proses produksi barang industri, dari bahan mentah hingga ke produk jadi, semakin membutuhkan kemampuan tenaga kerja dan ketersediaan bahan baku dengan kualitas dan harga kompetitif," kata dia dalam rilisnya, Jakarta, Rabu (29/3/2017).
Dia menyadari, rantai nilai tersebut dapat meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk industri nasional. Sebab itu, Indonesia menekankan rantai nilai global untuk diimplementasikan di tingkat ASEAN sebagai tolok ukur.
"ASEAN berpeluang menjadi kekuatan ekonomi kelima dengan populasi ketiga terbesar di dunia. Potensi ini terus tumbuh didukung dengan meningkatnya kelas menengah dan konsumsi yang tinggi," kata Airlangga.
Dalam pelaksanaannya, yang telah dilakukan Indonesia, antara lain membangun branding di tingkat regional, meningkatkan fasilitas perdagangan, harmonisasi standar, dan mengurangi efek yang membatasi perdagangan.
Di samping itu, Indonesia memiliki berbagai program strategis dalam mendukung industrialisasi berkelanjutan, khususnya untuk industri berbasis komoditas.
Misalnya, penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) untuk industri berbasis kayu dan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) untuk industri berbasis minyak kelapa sawit, serta pengembangan teknologi plastic biodegradable atau plastik yang dapat diuraikan kembali dan ramah lingkungan.
"Sebagian besar anggota PBB memiliki target ke depan untuk mengakhiri kemiskinan, melindungi planet dan mewujudkan kesejahteraan. Upaya ini perlu didukung dengan membangun infrastruktur tangguh, industrialisasi berkesinambungan dan pengembangan inovasi," ujar Airlangga.
Rangkaian ini sebagai instrumen perdagangan internasional bagi negara-negara berkembang untuk menjadi kekuatan baru. "Jadi, keseluruhan proses produksi barang industri, dari bahan mentah hingga ke produk jadi, semakin membutuhkan kemampuan tenaga kerja dan ketersediaan bahan baku dengan kualitas dan harga kompetitif," kata dia dalam rilisnya, Jakarta, Rabu (29/3/2017).
Dia menyadari, rantai nilai tersebut dapat meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk industri nasional. Sebab itu, Indonesia menekankan rantai nilai global untuk diimplementasikan di tingkat ASEAN sebagai tolok ukur.
"ASEAN berpeluang menjadi kekuatan ekonomi kelima dengan populasi ketiga terbesar di dunia. Potensi ini terus tumbuh didukung dengan meningkatnya kelas menengah dan konsumsi yang tinggi," kata Airlangga.
Dalam pelaksanaannya, yang telah dilakukan Indonesia, antara lain membangun branding di tingkat regional, meningkatkan fasilitas perdagangan, harmonisasi standar, dan mengurangi efek yang membatasi perdagangan.
Di samping itu, Indonesia memiliki berbagai program strategis dalam mendukung industrialisasi berkelanjutan, khususnya untuk industri berbasis komoditas.
Misalnya, penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) untuk industri berbasis kayu dan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) untuk industri berbasis minyak kelapa sawit, serta pengembangan teknologi plastic biodegradable atau plastik yang dapat diuraikan kembali dan ramah lingkungan.
"Sebagian besar anggota PBB memiliki target ke depan untuk mengakhiri kemiskinan, melindungi planet dan mewujudkan kesejahteraan. Upaya ini perlu didukung dengan membangun infrastruktur tangguh, industrialisasi berkesinambungan dan pengembangan inovasi," ujar Airlangga.
(izz)