YLKI : Pemerintah Harus Waspadai Predator Tarif Angkutan Online
A
A
A
YOGYAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta pemerintah untuk mewaspadai gejala penolakan tarif batas bawah oleh angkutan online. Karena bisa jadi, penolakan tersebut akan menjadi predator tarif.
Ketua Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, angkutan online memang tidak bisa dilarang, tetapi diatur layaknya di negara lain baik tarif ataupun jumlahnya. Hanya saja, pemerintah memang harus mewaspadai soal gejala penolakan tarif batas bawah karena berdasarkan pengalaman dari maskapai penerbangan, tarif batas bawah disalahgunakan sebagai predator tarif.
"Tarif tersebut diterapkan untuk menjatuhkan operator lain. Setelah operator terpuruk dan gulung tikar, akhirnya kembali menggunakan tarif seperti operator yang gulung tikar bahkan menggunakan tarif batas atas," tuturnya, Jumat (31/3/2017).
Lebih lanjut dia mencontohkan Lion Air misalnya, mereka jor-joran dengan tarif murah di rute tertentu akhirnya maskapai lain jatuh karena tidak mampu bersaing. Ketika maskapai lain jatuh dan Lion Air tetap beroperasi dengan tarif yang jauh lebih mahal. Masyarakat terpaksa menggunakannya karena tidak ada alternatif lain di rute tersebut.
Jadi menurutnya, penerapan tarif batas atas dan batas bawah bisa dilakukan di angkutan taksi layaknya di maskapai penerbangan. Jika konsumen menginginkan layanan yang lebih maka harus bersedia membayar tarif batas atas.
Salah satu pengurusan Paguyuban Taksi Online Yogyakarta Deni Dirgantoro mengatakan, para pelaku taksi online enggan jika harus menerapkan tarif layaknya tarif taksi konvensional. Karena sejatinya keberadaan mereka sebenarnya sebagai angkutan murah pengganti bus-bus angkutan umum yang kini sudah tidak ada.
"Kalau tarif online disamakan konvensional, kita bukan angkutan murah lagi," tandasnya.
Ketua Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, angkutan online memang tidak bisa dilarang, tetapi diatur layaknya di negara lain baik tarif ataupun jumlahnya. Hanya saja, pemerintah memang harus mewaspadai soal gejala penolakan tarif batas bawah karena berdasarkan pengalaman dari maskapai penerbangan, tarif batas bawah disalahgunakan sebagai predator tarif.
"Tarif tersebut diterapkan untuk menjatuhkan operator lain. Setelah operator terpuruk dan gulung tikar, akhirnya kembali menggunakan tarif seperti operator yang gulung tikar bahkan menggunakan tarif batas atas," tuturnya, Jumat (31/3/2017).
Lebih lanjut dia mencontohkan Lion Air misalnya, mereka jor-joran dengan tarif murah di rute tertentu akhirnya maskapai lain jatuh karena tidak mampu bersaing. Ketika maskapai lain jatuh dan Lion Air tetap beroperasi dengan tarif yang jauh lebih mahal. Masyarakat terpaksa menggunakannya karena tidak ada alternatif lain di rute tersebut.
Jadi menurutnya, penerapan tarif batas atas dan batas bawah bisa dilakukan di angkutan taksi layaknya di maskapai penerbangan. Jika konsumen menginginkan layanan yang lebih maka harus bersedia membayar tarif batas atas.
Salah satu pengurusan Paguyuban Taksi Online Yogyakarta Deni Dirgantoro mengatakan, para pelaku taksi online enggan jika harus menerapkan tarif layaknya tarif taksi konvensional. Karena sejatinya keberadaan mereka sebenarnya sebagai angkutan murah pengganti bus-bus angkutan umum yang kini sudah tidak ada.
"Kalau tarif online disamakan konvensional, kita bukan angkutan murah lagi," tandasnya.
(akr)