Gugat Pengusaha Sawit, Pemerintah Dinilai Tak Tahu Diri
A
A
A
JAKARTA - Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Yanto Santosa mengkritik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) yang melakukan gugatan perdata terhadap pengusaha kelapa sawit. Dia menilai, tindakan tersebut menunjukkan bahwa pemerintah tidak tahu diri.
Menurutnya, kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang menghasilkan devisa cukup besar untuk Indonesia. Selain itu, perkebunan sawit juga menyerap jumlah tenaga kerja yang cukup besar.
"Kenapa sawit dimusuhi? Betul-betul enggak tahu diri pemerintah. Padahal ngasih devisa besar, tenaga kerja banyak. Coba saja kalau kebakaran. Sepertinya Menteri LHK kayaknya bangga ada perusahaan sawit didenda, dihukum, tersangka. Jadi seperti kinerja. Apa enggak malu?" katanya dalam acara Roundtable Discussion yang digelar KORAN SINDO dan SINDOnews bertajuk 'Benarkah Sawit Penyebab Deforestasi?' di Jakarta, Jumat (31/3/2017).
Dia menerangkan, pemerintah seharusnya hadir dalam setiap polemik yang menyudutkan dunia usaha di Tanah Air. Namun, saat ini justru sebaliknya, pemerintah yang menyerang pengusaha sawit dengan mengajukan gugatan perdata.
"Harusnya justru menurut saya pemerintah hadir dalam setiap polemik yang menyudutkan usaha bangsa. Keberhasilannya adalah tidak ada lagi kebun sawit, kebun cokelat, kebun kelapa yang melanggar aturan. Itu kinerja. Bukan gugatan perdata dikumpulin teerus dijumlahin jadi PNBP sebagai sebuah kinerja. Itu tidak tepat sama sekali," tutur Yanto.
Sekadar diketahui, akhir tahun lalu Kementerian LHK secara resmi mendaftarkan gugatan perdata terhadap empat perusahaan kelapa sawit dalam kasus kebakaran hutan dan lahan. Adapun keempat perusahaan tersebut adalah PT Ricky Kurniawan Kertapersada (RKK), PT Agro Tumbuh Gemilang Abadi (ATG), PT Palmina Utama (PMU), dan PT Waimusi Agro Jaya (WAG).
Gugatan terhadap mereka didaftarkan secara serentak pada 14 Desember 2016. RKK dan ATG digugat di Pengadilan Negeri (PN) Jambi. Sedangkan PMU dan WAG masing-masing digugat di PN Banjarmasin dan PN Palembang.
Menurutnya, kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang menghasilkan devisa cukup besar untuk Indonesia. Selain itu, perkebunan sawit juga menyerap jumlah tenaga kerja yang cukup besar.
"Kenapa sawit dimusuhi? Betul-betul enggak tahu diri pemerintah. Padahal ngasih devisa besar, tenaga kerja banyak. Coba saja kalau kebakaran. Sepertinya Menteri LHK kayaknya bangga ada perusahaan sawit didenda, dihukum, tersangka. Jadi seperti kinerja. Apa enggak malu?" katanya dalam acara Roundtable Discussion yang digelar KORAN SINDO dan SINDOnews bertajuk 'Benarkah Sawit Penyebab Deforestasi?' di Jakarta, Jumat (31/3/2017).
Dia menerangkan, pemerintah seharusnya hadir dalam setiap polemik yang menyudutkan dunia usaha di Tanah Air. Namun, saat ini justru sebaliknya, pemerintah yang menyerang pengusaha sawit dengan mengajukan gugatan perdata.
"Harusnya justru menurut saya pemerintah hadir dalam setiap polemik yang menyudutkan usaha bangsa. Keberhasilannya adalah tidak ada lagi kebun sawit, kebun cokelat, kebun kelapa yang melanggar aturan. Itu kinerja. Bukan gugatan perdata dikumpulin teerus dijumlahin jadi PNBP sebagai sebuah kinerja. Itu tidak tepat sama sekali," tutur Yanto.
Sekadar diketahui, akhir tahun lalu Kementerian LHK secara resmi mendaftarkan gugatan perdata terhadap empat perusahaan kelapa sawit dalam kasus kebakaran hutan dan lahan. Adapun keempat perusahaan tersebut adalah PT Ricky Kurniawan Kertapersada (RKK), PT Agro Tumbuh Gemilang Abadi (ATG), PT Palmina Utama (PMU), dan PT Waimusi Agro Jaya (WAG).
Gugatan terhadap mereka didaftarkan secara serentak pada 14 Desember 2016. RKK dan ATG digugat di Pengadilan Negeri (PN) Jambi. Sedangkan PMU dan WAG masing-masing digugat di PN Banjarmasin dan PN Palembang.
(izz)