Investasi Besar Freeport Menjadi Pertimbangan ESDM
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan, keputusan memberikan perusahaan tambang pemegang kontrak karya (KK), seperti PT Freeport Indonesia mengenakan 'baju' izin usaha pertambangan khusus (IUPK) selama jangka waktu delapan bulan bukan tanpa alasan. Keputusan tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa investasi Freeport di Indonesia sangatlah besar.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot mengungkapkan, pemerintah juga tidak mewajibkan Freeport untuk berpindah ke IUPK. Hal tersebut hanyalah pilihan, mengingat raksasa tambang asal Amerika Serikat tersebut akan investasi sekitar USD2 miliar untuk tambang bawah tanah (underground mining).
"Sebetulnya Freeport ini choice bukan obligation. Kalau mau ekspor konsentrat harus jadi IUPK. Tapi IUPK juga enggak sebentar, karena dia mau investasi smelter paling tidak USD2 miliar untuk underground mining," katanya di Hotel Mulia, Jakarta, Selasa (11/4/2017).
Menurutnya, bagi perusahaan yang akan menanamkan modal sebesar itu maka sangatlah wajar jika mereka butuh kepastian atas investasinya. Oleh sebab itu, pemerintah memberikan Freeport IUPK dan memberikan waktu enam bulan untuk melakukan pembicaraan mengenai stabilitas investasi.
"Jadi dia pingin investment stability, itu yang kita bicarakan. Kita berikan IUPK, tapi diberikan waktu enam bulan untuk melakukan pembicaraan investment stability. Wajar kalau investasi segitu perlu investment stability," imbuh dia.
Jika di kemudian hari mereka tidak sepakat atas IUPK tersebut, maka Freeport dapat kembali lagi berbaju kontrak karya. Namun Bambang menegaskan, IUPK yang diberikan kepada Freeport bukanlah IUPK sementara.
"Jadi enggak ada (IUPK) sementara. Ini untuk memberikan waktunya saja enam bulan, kalau dia enggak sepakat dia bisa balik ke kontrak tapi enggak boleh ekspor konsentrat," tandasnya.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot mengungkapkan, pemerintah juga tidak mewajibkan Freeport untuk berpindah ke IUPK. Hal tersebut hanyalah pilihan, mengingat raksasa tambang asal Amerika Serikat tersebut akan investasi sekitar USD2 miliar untuk tambang bawah tanah (underground mining).
"Sebetulnya Freeport ini choice bukan obligation. Kalau mau ekspor konsentrat harus jadi IUPK. Tapi IUPK juga enggak sebentar, karena dia mau investasi smelter paling tidak USD2 miliar untuk underground mining," katanya di Hotel Mulia, Jakarta, Selasa (11/4/2017).
Menurutnya, bagi perusahaan yang akan menanamkan modal sebesar itu maka sangatlah wajar jika mereka butuh kepastian atas investasinya. Oleh sebab itu, pemerintah memberikan Freeport IUPK dan memberikan waktu enam bulan untuk melakukan pembicaraan mengenai stabilitas investasi.
"Jadi dia pingin investment stability, itu yang kita bicarakan. Kita berikan IUPK, tapi diberikan waktu enam bulan untuk melakukan pembicaraan investment stability. Wajar kalau investasi segitu perlu investment stability," imbuh dia.
Jika di kemudian hari mereka tidak sepakat atas IUPK tersebut, maka Freeport dapat kembali lagi berbaju kontrak karya. Namun Bambang menegaskan, IUPK yang diberikan kepada Freeport bukanlah IUPK sementara.
"Jadi enggak ada (IUPK) sementara. Ini untuk memberikan waktunya saja enam bulan, kalau dia enggak sepakat dia bisa balik ke kontrak tapi enggak boleh ekspor konsentrat," tandasnya.
(ven)