Pembangunan Smelter Freeport Baru 6%, DPR: Akal-akalan Saja!
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pembangunan smelter oleh PT Freeport Indonesia belum juga terwujud. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, kewajiban untuk membangun smelter sudah dari tahun 2014 dan seharusnya pada tahun 2017 sudah ada pembangunan fisik.
Namun, sampai sekarang masih dalam tahap konstruksi dan persiapan lahan. Berdasarkan laporan yang diterima, pada tahun 2020, progress pembangunan smelter Freeport baru 6% dari target yang seharusnya 10%.
"Pada tahun 2020, pihak Freeport meminta secara tertulis adanya konsiderasi penundaan setahun karena adanya pandemi Covid-19 sehingga tidak bisa melakukan kegiatan konstruksi," ujarnya saat rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Senin (22/3/2021).
Namun demikian, lanjut Arifin, pihaknya belum menyetujui hal tersebut mengingat masih melihat perkembangan Covid-19. "Berdasarkan aturan kami mengenakan pinalti denda atas keterlambatan progres konstruksi yang dilakukan oleh Freeport, yang rencananya saat ini sudah dilakukan land preparation di kawasan Gresik," ungkapnya.
Arifin melanjutkan, berdasarkan aturan mengenai produksi, Kementerian ESDM tidak memberikan izin ekspor. Namun jika tidak memberikan izin ekspor maka akan memberikan dampak terhadap penerimaan negara dan juga dampak sosial terhadap karyawan.
"Untuk itu memang kita berikan izin ekspor dengan tetap memberlakukan denda. Denda disebabkan oleh keterlambatan progress konstruksi yang memang masanya itu nanti akan didudukkan," tuturnya.
Sementara Anggota Komisi VII DPR Ridwan Hisyam menilai janji pembangunan smelter oleh PT Freeport Indonesia hanya akal-akalan saja, karena tidak akan pernah terwujud. Menurutnya, sejak Tahun 1997 rencana-rencana pembangunan seperti ini hanya menjadi wacana dan pada akhirnya tidak pernah menjadi sesuatu yang diharapkan bagi Indonesia.
"Saya juga sudah bicara empat mata dengan Presiden PT Freeport. Kita bicara sebagai pengusaha, siap enggak kamu ini? Mau bagaimanapun diakal-akali saja. Undang-Undang ini mulai Tahun 2004, diubah Tahun 2009 sampai kemudian Undang-undang Minerba kemarin. Tapi apa hasilnya? Tidak ada," ujarnya.
Menurut dia, dengan dominasi saham Freeport yang dimiliki negara saat ini, seharusnya pemerintah dapat mengambil alih pemegang saham terbesar. Ia menyarankan agar pemerintah Indonesia lewat BUMN hilir yang mengeksekusi smelter tersebut. Sementara di sisi hulu, pemerintah harus menyiapkan Mind ID.
Namun, sampai sekarang masih dalam tahap konstruksi dan persiapan lahan. Berdasarkan laporan yang diterima, pada tahun 2020, progress pembangunan smelter Freeport baru 6% dari target yang seharusnya 10%.
"Pada tahun 2020, pihak Freeport meminta secara tertulis adanya konsiderasi penundaan setahun karena adanya pandemi Covid-19 sehingga tidak bisa melakukan kegiatan konstruksi," ujarnya saat rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Senin (22/3/2021).
Namun demikian, lanjut Arifin, pihaknya belum menyetujui hal tersebut mengingat masih melihat perkembangan Covid-19. "Berdasarkan aturan kami mengenakan pinalti denda atas keterlambatan progres konstruksi yang dilakukan oleh Freeport, yang rencananya saat ini sudah dilakukan land preparation di kawasan Gresik," ungkapnya.
Arifin melanjutkan, berdasarkan aturan mengenai produksi, Kementerian ESDM tidak memberikan izin ekspor. Namun jika tidak memberikan izin ekspor maka akan memberikan dampak terhadap penerimaan negara dan juga dampak sosial terhadap karyawan.
"Untuk itu memang kita berikan izin ekspor dengan tetap memberlakukan denda. Denda disebabkan oleh keterlambatan progress konstruksi yang memang masanya itu nanti akan didudukkan," tuturnya.
Sementara Anggota Komisi VII DPR Ridwan Hisyam menilai janji pembangunan smelter oleh PT Freeport Indonesia hanya akal-akalan saja, karena tidak akan pernah terwujud. Menurutnya, sejak Tahun 1997 rencana-rencana pembangunan seperti ini hanya menjadi wacana dan pada akhirnya tidak pernah menjadi sesuatu yang diharapkan bagi Indonesia.
"Saya juga sudah bicara empat mata dengan Presiden PT Freeport. Kita bicara sebagai pengusaha, siap enggak kamu ini? Mau bagaimanapun diakal-akali saja. Undang-Undang ini mulai Tahun 2004, diubah Tahun 2009 sampai kemudian Undang-undang Minerba kemarin. Tapi apa hasilnya? Tidak ada," ujarnya.
Menurut dia, dengan dominasi saham Freeport yang dimiliki negara saat ini, seharusnya pemerintah dapat mengambil alih pemegang saham terbesar. Ia menyarankan agar pemerintah Indonesia lewat BUMN hilir yang mengeksekusi smelter tersebut. Sementara di sisi hulu, pemerintah harus menyiapkan Mind ID.
(fai)