Surat Rekomendasi Penutupan Pabrik Rembang Tuai Kecaman
A
A
A
JAKARTA - Langkah Komite Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) yang mengirim surat rekomendasi pada Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) agar menutup pabrik semen di Rembang milik PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) terus menuai kecaman.
Perwakilan warga dari lima desa yang berbatasan langsung dengan kawasan pabrik pun mendatangi langsung Kantor Komnas HAM di Jakarta dan bahkan menantang seluruh anggota komisioner untuk datang ke Rembang.
"Kalau mau tahu permasalahan sebenarnya. Kalau mau tahu betul kondisi yang terjadi di Rembang, ayo datang langsung ke Rembang. Biar Komnas HAM tahu bahwa di sana tidak ada terjadi apa-apa. Semua warga adem-ayem dan bahagia dengan hadirnya pabrik semen di sana," kata Dadang, salah satu warga yang hadir di Kantor Komnas HAM, di Jakarta, Rabu (19/4/2017).
Dengan hadir langsung di Rembang, menurut Dadang, komisioner Komnas HAM juga akan tahu dengan benar bahwa mayoritas warga penolak pabrik semen justru bukan merupakan warga Rembang, melainkan warga Pati.
Sebagaimana diketahui, beberapa waktu lalu Komnas HAM memancing kontroversi dengan mengirim surat pada Presiden Jokowi yang isinya secara garis besar terkait permintaan agar pemerintah menghentikan pembangunan pabrik semen dan pertambangan batu kapur di Rembang yang dilakukan PT Semen Indonesia.
Surat resmi tersebut dikirim pada tanggal 7 April 2017 dengan nomor surat 059/TUA/IV/2017. "Terkait surat itu, bukan kapasitas kami untuk mendukung atau merekomendasikan penutupan pabrik semen. Dalam surat kami hanya menegaskan bahwa semua pihak sudah sepatutnya tunduk dan patuh pada Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang telah diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)," ujar Anggota Komisioner Komnas HAM Muhammad Nur Khoiron belum lama ini.
Khoiron menuturkan, kepentingan Komnas HAM dalam permasalahan pabrik semen adalah memastikan tetap tersedianya sumber mata air sebagai salah satu hak azasi yang harus wajib dipenuhi bagi warga sekitar.
Terkait hal tersebut, Dadang pun kembali mengundang Komnas HAM untuk melakukan sosialisasi dan audiensi dengan warga yang benar-benar tinggal di Rembang.
"Biar terjadi komunikasi yang baik antara Komnas HAM dengan warga. Bagaimana pun kalau soal isu lingkungan, kami selaku warga juga pasti peduli, yang penting komunikasinya. Makanya silakan datang ke tempat kami. Jangan enggak ada komunikasi, belum pernah ke lokasi tapi malah kasih rekomendasi macam-macam," tutur Dadang.
Perwakilan warga dari lima desa yang berbatasan langsung dengan kawasan pabrik pun mendatangi langsung Kantor Komnas HAM di Jakarta dan bahkan menantang seluruh anggota komisioner untuk datang ke Rembang.
"Kalau mau tahu permasalahan sebenarnya. Kalau mau tahu betul kondisi yang terjadi di Rembang, ayo datang langsung ke Rembang. Biar Komnas HAM tahu bahwa di sana tidak ada terjadi apa-apa. Semua warga adem-ayem dan bahagia dengan hadirnya pabrik semen di sana," kata Dadang, salah satu warga yang hadir di Kantor Komnas HAM, di Jakarta, Rabu (19/4/2017).
Dengan hadir langsung di Rembang, menurut Dadang, komisioner Komnas HAM juga akan tahu dengan benar bahwa mayoritas warga penolak pabrik semen justru bukan merupakan warga Rembang, melainkan warga Pati.
Sebagaimana diketahui, beberapa waktu lalu Komnas HAM memancing kontroversi dengan mengirim surat pada Presiden Jokowi yang isinya secara garis besar terkait permintaan agar pemerintah menghentikan pembangunan pabrik semen dan pertambangan batu kapur di Rembang yang dilakukan PT Semen Indonesia.
Surat resmi tersebut dikirim pada tanggal 7 April 2017 dengan nomor surat 059/TUA/IV/2017. "Terkait surat itu, bukan kapasitas kami untuk mendukung atau merekomendasikan penutupan pabrik semen. Dalam surat kami hanya menegaskan bahwa semua pihak sudah sepatutnya tunduk dan patuh pada Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang telah diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)," ujar Anggota Komisioner Komnas HAM Muhammad Nur Khoiron belum lama ini.
Khoiron menuturkan, kepentingan Komnas HAM dalam permasalahan pabrik semen adalah memastikan tetap tersedianya sumber mata air sebagai salah satu hak azasi yang harus wajib dipenuhi bagi warga sekitar.
Terkait hal tersebut, Dadang pun kembali mengundang Komnas HAM untuk melakukan sosialisasi dan audiensi dengan warga yang benar-benar tinggal di Rembang.
"Biar terjadi komunikasi yang baik antara Komnas HAM dengan warga. Bagaimana pun kalau soal isu lingkungan, kami selaku warga juga pasti peduli, yang penting komunikasinya. Makanya silakan datang ke tempat kami. Jangan enggak ada komunikasi, belum pernah ke lokasi tapi malah kasih rekomendasi macam-macam," tutur Dadang.
(izz)