Klaim Jokowi Ekonomi RI Tiga Besar Dunia Timbulkan Salah Persepsi

Kamis, 04 Mei 2017 - 18:02 WIB
Klaim Jokowi Ekonomi RI Tiga Besar Dunia Timbulkan Salah Persepsi
Klaim Jokowi Ekonomi RI Tiga Besar Dunia Timbulkan Salah Persepsi
A A A
JAKARTA - Klaim Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia terbesar ketiga di dunia, setelah China dan India menurut Ekonom Institut Pengembangan Ekonomi dan Keuangan (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara hanya akan menjadi bahan olok-olok banyak pengamat ekonomi. Seperti diketahui sebelumnya Ekonom di South China Morning Post, Jake Van Der Kemp telah lebih dulu melayangkan sindiran atas klaim Jokowi tersebut.

(Baca Juga: Jokowi Jawab Kritikan Ekonom Asing Soal Peringkat Ekonomi RI
Menurutnya ini menjadi pelajaran penting buat tim ekonomi Presiden, agar mengetahui betul situasi yang terjadi saat ini. Meski begitu Bhima mengakui bahwa Indonesia memang nomor ketiga setelah China dan India, tapi ada problem penting yang jauh lebih penting.

"Problemnya adalah ketika dikatakan dalam forum, rilis, atau level internasional, maka ketika diberikan statement Indonesia nomor tiga dunia atau Indonesia pertumbuhannya ekonomi tertinggi ketiga saja, maka menimbulkan misinterpretasi. Nah, misinterpretasi ini akan menjadi olok-olok banyak pengamat ya," kata dia di kantor Indef, Jakarta, Kamis (4/5/2017).

Lebih lanjut dia menambahkan artinya jika ada yang tidak paham akan statemen tersebut, mempertanyakan bagaimana bisa presiden, orang nomor satu di Indonesia sampai bilang pertumbuhan ekonomi ketiga tertinggi. "Dan kita kalau dilihat historisnya lebih paham bahwa itu yang dimaksudkan adalah G20. Maka, interpretasi yang sepotong-potong tadi, ini bisa lebih berbahaya," imbuhnya.

(Baca Juga: Soal Peringkat Ekonomi RI, Luhut Balik Tuding Ekonom Asing
Sementara terkait sudah berkembang pemberitaan tersebut, pihaknya sempat mengklarifikasi di media internasional. Namun yang lebih penting, menurut Bhima adalah bagaimana pihak Istana bisa menjelaskan ke publik secara umum bahwa yang dimaksud adalah G20.

"Atau misalnya, Indonesia sebenarnya bisa pakai ukuran-ukuran lainnya, contohnya adalah EoDB, atau kemudahan berusaha kita walaupun masih di angka 90 ya, tapi ada perubahan yang cukup signifikan. Sehingga ini bisa menjadi penonjol di mata internasional, bahwa sebenarnya sudah berubah (Indonesia)," pungkasnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8281 seconds (0.1#10.140)