Menapak Jalan Diplomasi Budaya dalam Bisnis Properti di Serpong
A
A
A
TANGERANG SELATAN - Pembangunan Kota Tangerang Selatan (Tangsel) yang dulu hanya terpusat di wilayah Bintaro, Kecamatan Pondok Aren, sekarang mulai beralih ke kawasan Bumi Serpong Damai (BSD), di Kecamatan Serpong.
Siapa sangka, wilayah terpencil seperti Serpong yang dulu dikenal sebagai kebun karet yang luas, sekarang menjadi kota metropolitan dengan pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat. Wajah Serpong telah sangat berubah.
Sedikit sejarah tentang Serpong, berdasar catatan Alwi Shahab, nama Serpong diambil dari kata "Semprong." Sebuah alat berupa pipa bulat, biasanya terbuat dari bambu yang biasa digunakan untuk meniup api di bawah tungku memasak dengan memakai kayu bakar dan arang.
Serpong juga dikenal dengan sejumlah peristiwa historisnya. Salah satunya saat masa revolusi fisik tahun 1945. Saat itu, ribuan laskar pejuang dari Maja, Tenjo, dan Rangkasbitung, gugur dalam pertempuran melawan serdadu Nederlandsch Indie Civil Administratie (NICA).
Akses transportasi menuju kawasan ini juga sekarang tidak lagi sulit. Dari Jakarta, anda bisa naik kereta listrik (KRL) jurusan Serpong-Tanahabang, jalan tol lingkar luar Bintaro-BSD, dan moda transportasi dalam kota Trans BSD yang lebih praktis.
Perubahan Serpong dari daerah pedalaman menjadi kawasan modern makin terasa dengan pesatnya pembangunan di wilayah ini. Perumahan elit, sekolah dan kampus internasional, pusat belanja yang juga bertaraf internasional, bisnis apartemen, hingga hotel mewah.
Investor pertama yang melihat peluang emas di wilayah ini adalah Ciputra. Sejak 1989, Ciputra membangun Bumi Serpong Damai (BSD) dengan jargon Kota Mandiri. Pembangunan BSD diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Rudini kala itu.
Di BSD, Ciputra memegang izin lokasi hingga 6.000 hektare. Bisa dibilang, dialah sosok besar yang telah mengubah wajah Serpong, dari yang tadinya dikenal juga sebagai sarang begal, menjadi kota modern yang bisa dibanggakan.
Namun, saat terjadi krisis ekonomi 1997 dan krisis politik 1998, pembangunan BSD terhenti. Baru pada 2003-2004, pengembangan pembangunan di wilayah ini kembali bergairah. Tetapi sudah bukan di bawah kontrol Ciputra lagi. Kepemilikan BSD telah diambilalih Sinarmas.
Di bawah pengelolaan Sinarmas, nama BSD dipercantik dengan kata City di belakangnya, sehingga menjadi BSD City seperti sekarang ini. Di tangan Sinarmas, BSD mengalami kemajuan sangat pesat. Pembangunan BSD didukung dengan makin mudahnya akses transportasi ke daerah itu. Setelah Tol BSD-Bintaro-Pondok Indah-TB Simatupang tersambung ke Cikunir, maka orang yang ke Tol Jagorawi maupun Tol Cikampek pun semakin mudah.
Dampak dari pembangunan ini adalah makin naiknya harga tanah menjadi Rp10 juta-Rp15 juta per meternya. BSD yang sebelumnya hanya berisi lahan-lahan kosong, kini menjadi pusat perkembangan bisnis properti dan jasa profesional.
Menurut pengamat properti William Nusalim, Tangerang Selatan merupakan kawasan yang sangat diperhitungkan bagi tumbuh kembangnya hunian dan kawasan dengan fasilitas yang menunjang kehidupan. Dari mulai tempat tinggal, bisnis, rekreasi, hingga pendidikan, semua mulai tersedia dengan satu wilayah terpadu.
Tidak bisa dipungkiri, pesatnya kawasan BSD, Serpong, membuka peluang yang sangat besar bagi bisnis properti. Baik itu rumah tapak, maupun yang vertikal atau apartemen. Persaingan bisnis pun kian bertambah sengit.
Data yang diperoleh dari Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Tangsel, hingga saat ini tercatat sudah ada sekira 24 apartemen yang dibangun di wilayah Tangsel dengan luas total sekira 147 kilometer itu.
"Sejak awal berdirinya kota Tangsel tahun 2008 lalu, geliat pertumbuhan tempat tinggal vertikal model apartemen sudah mulai terlihat, meski saat itu baru ada satu apartemen yang dibangun di daerah Lengkong Gudang Timur, Serpong. Tapi saat ini, data yang kami miliki jumlahnya sudah mencapai 24 apartemen," terang Kasie Penetapan DPMPTSP Tangsel Prayoga, kepada Koran SINDO, Senin (15/5/2017).
Para pengembang sendiri berasal dari perusahaan yang berbeda, kesemuanya merupakan grup properti nasional terkemuka. Tidak hanya itu, beberapa diantaranya juga investor asing. Mereka tidak hanya semata-mata bisnis apartemen, juga menyebarkan seni dan budaya negaranya. Seperti Yukata Suites Apartment di Alam Sutera misalnya.
Proyek Triniti Property Group ini mengusung seni dan budaya Jepang. Kata Yukata sendiri diambil dari bahasa Jepang yang artinya seperti pakaian yang biasa digunakan sebelum ke pemandian air panas. Apartemen itu juga mengusung konsep pembangunan yang khas Jepang.
Selain Yukata, Triniti Property Group juga memiliki unit bisnis lainnya, seperti The Smith Brooklyn Alam Sutera dan Springwood Residence. Jika Yukata sangat Jepang, The Smith sangat Amerika sekali. Keduanya punya pasar sendiri.
Kemudian ada Kingland Avenue Serpong dari Prancis, The Lana dari Singapura, Carstensz dari Western, The Branz dari Jepang, Roseville dari Western, dan The Nines dari Western. Semuanya berada di BSD dan Alam Sutera. Terakhir The Ayoma di Serpong, dari Indonesia.
Sebagai salah proyek hunian vertikal dari Indonesia, The Ayoma Apartment mengusung konsep keindonesiaan punya tantangan berat. Seperti Ciputra yang gemar memakai nama Indonesia, proyek PT PP Properti Tbk (PPRO) ini juga ikut membawa pesan seni dan kebudayaan Indonesia.
Pendekatan yang dibangun The Ayoma, yang kata dasarnya ‘Ayom’ diambil dari bahasa Sansekerta berarti mengayomi atau melindungi ini, dinilai tepat. Di tengah gempuran strategi pemasaran yang bercorak asing, Ayoma tampil dengan budaya Nusantaranya.
Atas usahanya tersebut, Ayoma berhasil meraih penghargaan Indonesia My Home Award IV 2017 sebagai “Apartemen bergaya modern tropis yang mengusung konsep harmoni dan memadukan unsur budaya lokal”, pada 10 Mei 2017 dan penghargaan Green Property Awards 2016 sebagai “Green Planning and Design Middle Up Apartment” dari Housing Estate.
Direktur Realti PT PP Properti Tbk Galih Saksono mengatakan, sebagai pengembang lima besar yang merajai pasar properti Indonesia, tentu PPRO menerapkan berbagai strategi agar mampu bersaing dengan para pengembang besar lainnya.
“Strategi branding PP Properti ada tiga. Pertama personal branding, coporate branding, dan product branding. Saat ini PPRO berusaha keras mendorong corporate branding, supaya tidak hanya dilihat sebagai brand product juga brand PP Properti. Karena apa? Corporate branding penting, apabila corporate branding bagus, maka akan menjadi jaminan bagi produk-produk kami,” kata Galih kepada Koran SINDO.
Project Director The Ayoma Apartment PPRO, Nurjaman mengatakan, maraknya pertumbuhan apartemen di Tangsel dibarengi dengan masuknya budaya asing. Sebaliknya, PPRO sebagai pengembang nasional, punya misi mengusung budaya nasional melalui The Ayoma.
GM Marketing Communication The Ayoma Apartment PPRO Djoni Satria melanjutkan, tren pembelian apartemen kini mulai bergeser. Jika dulu konsumen mempertimbangkan lokasi dan fasilitas pendukung sebuah apartemen. Sekarang konsumen lebih cerdas, selain sisi investasi, sisi lainnya yakni inovasi dan konsep apartemen menjadi pertimbangan yang tak kalah penting.
“Dengan sentuhan khas Indonesia, terbukti hingga saat ini sekitar 60% menara pertama The Ayoma terpasarkan. Survei internal kami, dominasi persentasi tadi keputusan pembelian unit apartemen selain didasarkan nilai investasi yang terus berkembang juga karena inovasi dan konsep keindonesiaan yang diusung,” ungkapnya.
Terpisah, Project Manager The Ayoma Apartement PPRO Yudha Bhakti Setiawan mengatakan, proyek pembangunan The Ayoma Apartement melaksanakan pekerjaan fondasi dengan progres saat ini mencapai 60%, dan telah sesuai dengan yang direncanakan.
“Pekerjaan kami di lapangan sampai sekarang sudah on schedule sejak proses pembangunan dimulai Januari 2017, setelah kami mendapatkan legalitas dari perizinan. Kami dapat izin IMB, pada Januari. Setelah itu, baru kami melakukan pembangunan. Target kami, triwulan pertama di 2020 untuk dua tower sudah selesai dibangun,” jelasnya.
Siapa sangka, wilayah terpencil seperti Serpong yang dulu dikenal sebagai kebun karet yang luas, sekarang menjadi kota metropolitan dengan pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat. Wajah Serpong telah sangat berubah.
Sedikit sejarah tentang Serpong, berdasar catatan Alwi Shahab, nama Serpong diambil dari kata "Semprong." Sebuah alat berupa pipa bulat, biasanya terbuat dari bambu yang biasa digunakan untuk meniup api di bawah tungku memasak dengan memakai kayu bakar dan arang.
Serpong juga dikenal dengan sejumlah peristiwa historisnya. Salah satunya saat masa revolusi fisik tahun 1945. Saat itu, ribuan laskar pejuang dari Maja, Tenjo, dan Rangkasbitung, gugur dalam pertempuran melawan serdadu Nederlandsch Indie Civil Administratie (NICA).
Akses transportasi menuju kawasan ini juga sekarang tidak lagi sulit. Dari Jakarta, anda bisa naik kereta listrik (KRL) jurusan Serpong-Tanahabang, jalan tol lingkar luar Bintaro-BSD, dan moda transportasi dalam kota Trans BSD yang lebih praktis.
Perubahan Serpong dari daerah pedalaman menjadi kawasan modern makin terasa dengan pesatnya pembangunan di wilayah ini. Perumahan elit, sekolah dan kampus internasional, pusat belanja yang juga bertaraf internasional, bisnis apartemen, hingga hotel mewah.
Investor pertama yang melihat peluang emas di wilayah ini adalah Ciputra. Sejak 1989, Ciputra membangun Bumi Serpong Damai (BSD) dengan jargon Kota Mandiri. Pembangunan BSD diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Rudini kala itu.
Di BSD, Ciputra memegang izin lokasi hingga 6.000 hektare. Bisa dibilang, dialah sosok besar yang telah mengubah wajah Serpong, dari yang tadinya dikenal juga sebagai sarang begal, menjadi kota modern yang bisa dibanggakan.
Namun, saat terjadi krisis ekonomi 1997 dan krisis politik 1998, pembangunan BSD terhenti. Baru pada 2003-2004, pengembangan pembangunan di wilayah ini kembali bergairah. Tetapi sudah bukan di bawah kontrol Ciputra lagi. Kepemilikan BSD telah diambilalih Sinarmas.
Di bawah pengelolaan Sinarmas, nama BSD dipercantik dengan kata City di belakangnya, sehingga menjadi BSD City seperti sekarang ini. Di tangan Sinarmas, BSD mengalami kemajuan sangat pesat. Pembangunan BSD didukung dengan makin mudahnya akses transportasi ke daerah itu. Setelah Tol BSD-Bintaro-Pondok Indah-TB Simatupang tersambung ke Cikunir, maka orang yang ke Tol Jagorawi maupun Tol Cikampek pun semakin mudah.
Dampak dari pembangunan ini adalah makin naiknya harga tanah menjadi Rp10 juta-Rp15 juta per meternya. BSD yang sebelumnya hanya berisi lahan-lahan kosong, kini menjadi pusat perkembangan bisnis properti dan jasa profesional.
Menurut pengamat properti William Nusalim, Tangerang Selatan merupakan kawasan yang sangat diperhitungkan bagi tumbuh kembangnya hunian dan kawasan dengan fasilitas yang menunjang kehidupan. Dari mulai tempat tinggal, bisnis, rekreasi, hingga pendidikan, semua mulai tersedia dengan satu wilayah terpadu.
Tidak bisa dipungkiri, pesatnya kawasan BSD, Serpong, membuka peluang yang sangat besar bagi bisnis properti. Baik itu rumah tapak, maupun yang vertikal atau apartemen. Persaingan bisnis pun kian bertambah sengit.
Data yang diperoleh dari Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Tangsel, hingga saat ini tercatat sudah ada sekira 24 apartemen yang dibangun di wilayah Tangsel dengan luas total sekira 147 kilometer itu.
"Sejak awal berdirinya kota Tangsel tahun 2008 lalu, geliat pertumbuhan tempat tinggal vertikal model apartemen sudah mulai terlihat, meski saat itu baru ada satu apartemen yang dibangun di daerah Lengkong Gudang Timur, Serpong. Tapi saat ini, data yang kami miliki jumlahnya sudah mencapai 24 apartemen," terang Kasie Penetapan DPMPTSP Tangsel Prayoga, kepada Koran SINDO, Senin (15/5/2017).
Para pengembang sendiri berasal dari perusahaan yang berbeda, kesemuanya merupakan grup properti nasional terkemuka. Tidak hanya itu, beberapa diantaranya juga investor asing. Mereka tidak hanya semata-mata bisnis apartemen, juga menyebarkan seni dan budaya negaranya. Seperti Yukata Suites Apartment di Alam Sutera misalnya.
Proyek Triniti Property Group ini mengusung seni dan budaya Jepang. Kata Yukata sendiri diambil dari bahasa Jepang yang artinya seperti pakaian yang biasa digunakan sebelum ke pemandian air panas. Apartemen itu juga mengusung konsep pembangunan yang khas Jepang.
Selain Yukata, Triniti Property Group juga memiliki unit bisnis lainnya, seperti The Smith Brooklyn Alam Sutera dan Springwood Residence. Jika Yukata sangat Jepang, The Smith sangat Amerika sekali. Keduanya punya pasar sendiri.
Kemudian ada Kingland Avenue Serpong dari Prancis, The Lana dari Singapura, Carstensz dari Western, The Branz dari Jepang, Roseville dari Western, dan The Nines dari Western. Semuanya berada di BSD dan Alam Sutera. Terakhir The Ayoma di Serpong, dari Indonesia.
Sebagai salah proyek hunian vertikal dari Indonesia, The Ayoma Apartment mengusung konsep keindonesiaan punya tantangan berat. Seperti Ciputra yang gemar memakai nama Indonesia, proyek PT PP Properti Tbk (PPRO) ini juga ikut membawa pesan seni dan kebudayaan Indonesia.
Pendekatan yang dibangun The Ayoma, yang kata dasarnya ‘Ayom’ diambil dari bahasa Sansekerta berarti mengayomi atau melindungi ini, dinilai tepat. Di tengah gempuran strategi pemasaran yang bercorak asing, Ayoma tampil dengan budaya Nusantaranya.
Atas usahanya tersebut, Ayoma berhasil meraih penghargaan Indonesia My Home Award IV 2017 sebagai “Apartemen bergaya modern tropis yang mengusung konsep harmoni dan memadukan unsur budaya lokal”, pada 10 Mei 2017 dan penghargaan Green Property Awards 2016 sebagai “Green Planning and Design Middle Up Apartment” dari Housing Estate.
Direktur Realti PT PP Properti Tbk Galih Saksono mengatakan, sebagai pengembang lima besar yang merajai pasar properti Indonesia, tentu PPRO menerapkan berbagai strategi agar mampu bersaing dengan para pengembang besar lainnya.
“Strategi branding PP Properti ada tiga. Pertama personal branding, coporate branding, dan product branding. Saat ini PPRO berusaha keras mendorong corporate branding, supaya tidak hanya dilihat sebagai brand product juga brand PP Properti. Karena apa? Corporate branding penting, apabila corporate branding bagus, maka akan menjadi jaminan bagi produk-produk kami,” kata Galih kepada Koran SINDO.
Project Director The Ayoma Apartment PPRO, Nurjaman mengatakan, maraknya pertumbuhan apartemen di Tangsel dibarengi dengan masuknya budaya asing. Sebaliknya, PPRO sebagai pengembang nasional, punya misi mengusung budaya nasional melalui The Ayoma.
GM Marketing Communication The Ayoma Apartment PPRO Djoni Satria melanjutkan, tren pembelian apartemen kini mulai bergeser. Jika dulu konsumen mempertimbangkan lokasi dan fasilitas pendukung sebuah apartemen. Sekarang konsumen lebih cerdas, selain sisi investasi, sisi lainnya yakni inovasi dan konsep apartemen menjadi pertimbangan yang tak kalah penting.
“Dengan sentuhan khas Indonesia, terbukti hingga saat ini sekitar 60% menara pertama The Ayoma terpasarkan. Survei internal kami, dominasi persentasi tadi keputusan pembelian unit apartemen selain didasarkan nilai investasi yang terus berkembang juga karena inovasi dan konsep keindonesiaan yang diusung,” ungkapnya.
Terpisah, Project Manager The Ayoma Apartement PPRO Yudha Bhakti Setiawan mengatakan, proyek pembangunan The Ayoma Apartement melaksanakan pekerjaan fondasi dengan progres saat ini mencapai 60%, dan telah sesuai dengan yang direncanakan.
“Pekerjaan kami di lapangan sampai sekarang sudah on schedule sejak proses pembangunan dimulai Januari 2017, setelah kami mendapatkan legalitas dari perizinan. Kami dapat izin IMB, pada Januari. Setelah itu, baru kami melakukan pembangunan. Target kami, triwulan pertama di 2020 untuk dua tower sudah selesai dibangun,” jelasnya.
(ven)