Otoritas Pajak Intip Data Nasabah, BI Yakin Likuiditas Perbankan Terkendali
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) meyakini penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Keperluan Perpajakan tidak akan mengganggu likuiditas perbankan.
Otoritas moneter meyakini likuiditas perbankan akan tetap terkendali dengan baik, meskipun Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu akan mengintip data rekening nasabah perbankan.
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengungkapkan, pemerintah sejak awal telah melibatkan otoritas moneter dalam penyusunan Perppu tersebut. Dia menegaskan, tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan masyarakat karena aturan pelaksanaannya sangat jelas. Otoritas pajak tidak akan sewenang-wenang menggunakan data tersebut untuk keperluan selain perpajakan.
"Kalau kami dari BI sudah melihat perbankan buku 1, 2, 3 dan 4, dan kita sudah melihat dana individu yang di atas Rp2 miliar. Kami sudah lihat sensitifitasnya dan melihat sensitifitas bagaimana interconnetednya. Jadi semua terkendali dengan baik," katanya di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Kamis (18/5/2017).
Jika memang likuiditas perbankan terganggu, BI berjanji akan menangani dengan bentuk temporary liquidity financing. Agus juga menyarankan masyarakat untuk tidak terlalu khawatir dan lantas menarik dananya dari perbankan nasional. Sebab, keterbukaan informasi perpajakan ini berlaku hampir di seluruh negara di dunia. Sehingga otoritas pajak akan tetap mengetahui dimanapun dana tersebut disimpan.
"Kita tidak perlu menarik dana dari bank, karena mau ditaruh dimana? Mau ditaruh di luar juga akan otomatis exchange of information. Kita juga sudah melaksanakan tax amnesty, sudah ada deklarasi aset. Jadi ini semua sudah berjalan sesuai perspektif," tuturnya.
Menurutnya, masyarakat Indonesia justru harus sama-sama mendukung aturan keterbukaan informasi perpajakan. Hal ini demi meningkatkan rasio perpajakan (tax ratio) Indonesia yang masih berada di kisaran 11%.
Sementara di negara lain, kata dia, tax rationya sudah di atas 20%. Bahkan, negara-negara di ASEAN rata-rata memiliki rasio pajak di angka 16%. "Kita harus sukseskan ini, karena diantara negara berkembang, Indonesia tax rasionya masih di 11%, sungguh suatu hal yang perlu kita perbaiki," tandasnya.
Otoritas moneter meyakini likuiditas perbankan akan tetap terkendali dengan baik, meskipun Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu akan mengintip data rekening nasabah perbankan.
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengungkapkan, pemerintah sejak awal telah melibatkan otoritas moneter dalam penyusunan Perppu tersebut. Dia menegaskan, tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan masyarakat karena aturan pelaksanaannya sangat jelas. Otoritas pajak tidak akan sewenang-wenang menggunakan data tersebut untuk keperluan selain perpajakan.
"Kalau kami dari BI sudah melihat perbankan buku 1, 2, 3 dan 4, dan kita sudah melihat dana individu yang di atas Rp2 miliar. Kami sudah lihat sensitifitasnya dan melihat sensitifitas bagaimana interconnetednya. Jadi semua terkendali dengan baik," katanya di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Kamis (18/5/2017).
Jika memang likuiditas perbankan terganggu, BI berjanji akan menangani dengan bentuk temporary liquidity financing. Agus juga menyarankan masyarakat untuk tidak terlalu khawatir dan lantas menarik dananya dari perbankan nasional. Sebab, keterbukaan informasi perpajakan ini berlaku hampir di seluruh negara di dunia. Sehingga otoritas pajak akan tetap mengetahui dimanapun dana tersebut disimpan.
"Kita tidak perlu menarik dana dari bank, karena mau ditaruh dimana? Mau ditaruh di luar juga akan otomatis exchange of information. Kita juga sudah melaksanakan tax amnesty, sudah ada deklarasi aset. Jadi ini semua sudah berjalan sesuai perspektif," tuturnya.
Menurutnya, masyarakat Indonesia justru harus sama-sama mendukung aturan keterbukaan informasi perpajakan. Hal ini demi meningkatkan rasio perpajakan (tax ratio) Indonesia yang masih berada di kisaran 11%.
Sementara di negara lain, kata dia, tax rationya sudah di atas 20%. Bahkan, negara-negara di ASEAN rata-rata memiliki rasio pajak di angka 16%. "Kita harus sukseskan ini, karena diantara negara berkembang, Indonesia tax rasionya masih di 11%, sungguh suatu hal yang perlu kita perbaiki," tandasnya.
(ven)