Jasa Pengiriman Keluhkan Aturan Baru Impor Barang
A
A
A
SEMARANG - Importir mengeluhkan Regulasi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 182/PMK.04/2016 tentang Ketentuan Impor Barang Kiriman yang dinilai membuat pengusaha jasa pengiriman internasional kewalahan. Pasalnya regulasi tersebut dianggap kian menambah beban bagi pelaku jasa pengiriman internasional karena semua harus cek fisik oleh customs sehingga jalur antrian menjadi panjang.
Salah seorang importir asal Semarang Jawa Tengah Mustakim mengatakan lamanya release yang memakan waktu lebih dari 2 minggu, padahal terang dia sebelumnya hanya hitungan jam. Menurutnya, barang yang tersendat di customs merupakan bahan baku, barang contoh accesories sehingga berdampak pada berhentinya proses produksi. Padahal, terang dia barang itu dibutuhkan untuk kepentingan ekspor.
Oleh karena itu, dia menyebutkan regulasi itu justru membuat ‘tsunami’ bagi industri jasa pengiriman internasional karena terjadi antrean barang di sistem, antrean cek fisik dan antrean di customs gate. Bahkan, regulasi PMK 182 menyebabkan multiplier effect antara lain pengguna jasa, penyedia jasa, eksportir, importir, para buyer-nya dan pihak terkait lainnya.
“Semestinya, regulasi itu mempertimbangkan kondisi di lapangan. Contoh, kalau ada 100 kiriman tapi yang release hanya 30%, nah yang 70% mau dikemanakan. Pasti terjadi penumpukan. Jika besoknya terjadi hal yang sama, bisa dibayangkan penumpukan akan berlipat-lipat,” terangnya.
Ketua Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres Pos dan Logistik Indonesia (Asperindo) Jawa Tengah Tony Winarno menyatakan regulasi PMK 182, justru membuat barang yang di release memakan waktu lebih lama atau bahkan ada yang menelan waktu 1 bulan baru release. Ia menambahkan dampak terparah, yakni buyer tidak percaya lagi dengan perusahaan atau pabrik yang menyediakan barang tersebut.
“Kalau barang yang diterima datang terlambat, terus apa bedanya jasa pengiriman ekspres dengan freight forwarder. Kita butuh ketepatan waktu. Kalau barang datang terlambat, kepercayaan customer akan memudar. Ini yang disebut tsunami,” jelasnya.
Lebih lanjut Tony menjelaskan regulasi itu akan menyebabkan efek domino bagi industri di Jawa Tengah yang tidak kompetitif. Bahkan, operasional pabrik bisa tutup karena beberapa barang berupa row material tersendat di Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe C Soekarno-Hatta.
Menurutnya, kondisi itu akan menjadi ancaman industri e-commerce di Indonesia karena mengganggu perekonomian regional dan nasional. Dia menilai pemerintah berupaya menaikkan pendapatan negara, namun satu sisi industri jasa pengiriman internasional akan terancam.
Salah seorang importir asal Semarang Jawa Tengah Mustakim mengatakan lamanya release yang memakan waktu lebih dari 2 minggu, padahal terang dia sebelumnya hanya hitungan jam. Menurutnya, barang yang tersendat di customs merupakan bahan baku, barang contoh accesories sehingga berdampak pada berhentinya proses produksi. Padahal, terang dia barang itu dibutuhkan untuk kepentingan ekspor.
Oleh karena itu, dia menyebutkan regulasi itu justru membuat ‘tsunami’ bagi industri jasa pengiriman internasional karena terjadi antrean barang di sistem, antrean cek fisik dan antrean di customs gate. Bahkan, regulasi PMK 182 menyebabkan multiplier effect antara lain pengguna jasa, penyedia jasa, eksportir, importir, para buyer-nya dan pihak terkait lainnya.
“Semestinya, regulasi itu mempertimbangkan kondisi di lapangan. Contoh, kalau ada 100 kiriman tapi yang release hanya 30%, nah yang 70% mau dikemanakan. Pasti terjadi penumpukan. Jika besoknya terjadi hal yang sama, bisa dibayangkan penumpukan akan berlipat-lipat,” terangnya.
Ketua Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres Pos dan Logistik Indonesia (Asperindo) Jawa Tengah Tony Winarno menyatakan regulasi PMK 182, justru membuat barang yang di release memakan waktu lebih lama atau bahkan ada yang menelan waktu 1 bulan baru release. Ia menambahkan dampak terparah, yakni buyer tidak percaya lagi dengan perusahaan atau pabrik yang menyediakan barang tersebut.
“Kalau barang yang diterima datang terlambat, terus apa bedanya jasa pengiriman ekspres dengan freight forwarder. Kita butuh ketepatan waktu. Kalau barang datang terlambat, kepercayaan customer akan memudar. Ini yang disebut tsunami,” jelasnya.
Lebih lanjut Tony menjelaskan regulasi itu akan menyebabkan efek domino bagi industri di Jawa Tengah yang tidak kompetitif. Bahkan, operasional pabrik bisa tutup karena beberapa barang berupa row material tersendat di Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe C Soekarno-Hatta.
Menurutnya, kondisi itu akan menjadi ancaman industri e-commerce di Indonesia karena mengganggu perekonomian regional dan nasional. Dia menilai pemerintah berupaya menaikkan pendapatan negara, namun satu sisi industri jasa pengiriman internasional akan terancam.
(akr)