Arwana Catat Penjualan Bersih Naik 17%

Rabu, 07 Juni 2017 - 21:00 WIB
Arwana Catat Penjualan...
Arwana Catat Penjualan Bersih Naik 17%
A A A
SERANG - PT Arwana Citramulia (Arwana) Tbk mencatat penjualan bersih naik 17% dari Rp1,29 triliun pada tahun 2015 menjadi Rp1,51 triliun pada tahun 2016. Selain itu, pertumbuhan laba bersih sebesar 30% dari Rp69,8 miliar pada tahun 2015 menjadi Rp90,5 miliar pada tahun 2016.

Chief Financial Officer Arwana Rudy Sujanto mengatakan, di tengah kondisi ekonomi global dan nasional yang belum sepenuhnya pulih di tahun 2016, perseroan mampu bertumbuh dan mencatat peningkatan kinerja.

"Laba bersih tumbuh 30%. Pertumbuhan ini merupakan sumbangsih pertumbuhan volume penjualan di mana tumbuh 17% dari 39,6 juta meter persegi pada tahun 2015 menjadi 46,4 juta meter persegi pada 2016. Sehingga di top line penjualan bersih tumbuh 17%," ujarnya pada Public Expose PT Arwana Citramulia Tbk di Serang, Banten, Rabu (7/6/2017).

Perseroan juga telah mencatat sebuah tonggak penting yang akan memperkuat posisi perseroan dengan beroperasinya Plant V di Mojokerto, Jawa Timur. Saat ini perseroan memiliki total kapasitas terpasang sebesar 57,37 juta meter persegi di mana Plant III dan Plant IV yang sama-sama berlokasi di provinsi Jawa Timur akan mampu menyuplai 26,09 juta meter persegi produk keramik ke konsumen di kawasan timur Indonesia.

"Selama ini kebutuhan keramik dinding untuk Indonesia bagian timur dan Jawa Timur, kami suplai dari Plant II dua di Cikande sehingga biayanya cukup mahal. Dengan beroperasi Plant V, bisa memenuhi permintaan di Indonesia Timur sehingga biaya produksi jadi lebih pendek dan biaya pengiriman menjadi murah, turun sebesar 8 persen," ungkap Rudy.

Pada saat yang sama, inovasi yang dijalankan Arwana menghasilkan berbagai varian produk baru, seperti keramik lantai berukuran 50x50 cm dengan motif marble, rustic, wood, dan fancy decorative.

Terkait harga pokok penjualan, Arwana mampu meningkatkan efisiensi melalui penerapan metode lean manufacturing. Adapun struktur biaya produksi tidak mengalami perubahan signifikan di mana biaya energi seperti gas dan listrik masih merupakan komponen terbesar, yakni 41,9%.

Rudy melanjutkan, tahun ini perseroan menargetkan laba bersih naik sebesar 44% atau sebesar Rp130 miliar. "Volume penjualan kami targetkan 52 juta meter persegi atau dari segi volume akan tumbuh 13 persen," tuturnya.

Rudi menambahkan, tahun ini perseroan tidak ada rencana untuk pembangunan tambahan kapasitas sehingga capex cukup terbatas. "Capex tahun ini tidak akan lebih dari Rp30 miliar. Kami targetkan tahun ini hanya untuk pembelian beberapa unit mesin. Jadi hanya investasi penopang tidak ada investasi jangka panjang untuk penambahan kapasitas produksi," katanya.

Chief Operating Officer Arwana Edy Suyanto mengatakan, tahun ini perseroan akan melakukan ekspor perdana ke beberapa negara, seperti Brunei Darussalam, Malaysia, dan Filipina. "Dengan inovasi, langkah ekspor kami terbuka lebar. Ekspor tidak gampang karena negara tetangga seperti Malaysia, Brunei, itu sesama ASEAN yang sangat dekat dengan Vietnam dan China," ujarnya.

Menurut dia, Malaysia dan Filipina menjadi harapan besar untuk terus meningkatkan ekspor. Namun demikian, pihaknya belum menargetkan peningkatan ekspor pada tahun ini. Kami punya harapan besar pada Malaysia dan Filipina. Filipina hanya punya satu pabrik keramik di sana sedangkan marak bisnis properti menjadi angin segar," ungkapnya.

Sementara untuk Malaysia, tidak mudah untuk masuk ke sana karena selain harus dilengkapi dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan ISO, juga harus memiliki sertifikat standar dari Malaysia. "Saat ini kami sedang diaudit. Kami targetnya hasil audit sudah pas dan sebelum pertengahan bulan Juni sudah bisa ekspor perdana paling lambat ke Malaysia," jelas Edy.

Edy juga meminta pemerintah untuk merealisasikan janji penurunan harga gas bagi industri keramik. Pasalnya, gas merupakan komponen biaya terbesar dari proses produksi keramik. "Harga gas di Indonesia mencapai USD9 per mmbtu. Ini yang membuat Indonesia sebagai negara dengan harga gas termahal di dunia. Sementara dibandingkan dengan Malaysia hanya USD3,5-4 per mmbtu. Bagaimana bisa meningkatkan ekspor ke mereka kalau secara harga beli gas mahal," tandasnya.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4861 seconds (0.1#10.140)