Dari Pasar Klewer ke Pasar Dunia
A
A
A
KESUKSESAN yang diraih PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) tidak terlepas dari sosok Iwan Setiawan Lukminto yang telah menjadi CEO sejak tahun 2006 silam. Dia berhasil meneruskan bisnis sang ayah dan membuat perusahaan maju pesat. Bahkan Sritex yang dulu lahir dari Pasar Klewer, Solo, kini mampu menembus pasar dunia.
Perusahaan yang dikenal dengan kode saham SRIL ini mengaku berhasil menembus pasar duni, berkat kualitas produknya yang selalu dijaga. Lalu bagaimana kisah Sritex bisa meraih kesuksesan? Berikut petikan wawancara KORAN SINDO dengan Iwan Setiawan di kantornya, di kawasan SCBD, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Bisa diceritakan mengenai awal mulai bisnis Sritex?
Padi awalnya papa saya, Pak Lukminto mulai bisnis dengan berdagang di Pasar Klewer Solo, Jawa Tengah, dengan mengambil barangnya dari Bandung. Hasil jualan di Pasar Klewer akhirnya menuai kemajuan lalu papa membuat pabrik kecil atau home industry ada empat orang di rumah.
Nah sekitar tahun 1970-an mulailah digalakan industri dalam negeri dan home industry di kota solo yang di bangun ayah saya menjadi besar. Kemudian harus keluar dari Kota Solo dipilihlah tempatnya di Sukoharjo. Sritex lahir di Sukarjo sekitar tahun 1978.
Lalu?
Mulai dari situlah papa saya lebih menggeluti tekstil dan mengintegrasikan suatu perusahaan dari bahan baku membuat kain pertenunan, lalu membuat dyeing and printing kemudian ke industri yang memproduksi pakaian jadi dan perlengakapan pakaian (garmen). Pada waktu itu awalnya adalah perusahaan dyeing and printing.
Papa saya bilang ke saya tidak punya cita-cita mendirikan Sritex bisa sebesar ini. Tapi beliau Cuma kerja keras saja. Jadi simple pemikiran Pak Lukminto ini. Intinya beliau ingin bagaimana customer dapat menikmati produk tanpa harus pusing memikirkan produknya.
Saya sebagai generasi penerus kemudian melanjutkan demikian, karena kami punya production based sudah bagus dan terus kami tingkatkan lagi. Sedangkan untuk modernisasi kami bangun orangnya yang di dalam.
Kini Sritex menjadi perusahaan terbuka dan sahamnya masuk dalam LQ 45. Apa yang membuat kinerja Sritex begitu cemerlang ?
LQ 45 adalah standar indikator bahwa kinerja Sritex ter-deliver dengan baik. Apa yang kami proyeksikan dan yang kami janjikan sampai kepada masyarakat maupun investor.
Pada dasarnya kerja keras dan saling menguntungkan terjadi antara Sritex dengan masyarakat maupun investor. Artinya pelanggan saya untung membeli barang saya. Jadi wajar ketika Sritex masuk LQ45. Dan surprise-nya lagi, belum ada satupun di dunia ini kategori tekstil dan garmen masuk LQ 45.
Saya kira ini merupakan prestasi di sektor kami yang merupakan sektor consumer good. Indikator LQ45 di lihat dari semua performance. Tidak hanya keuangan tapi juga performance delivery kepada masyarakat. Jadi masyarakat ikut andil dalam menilai performance Sritex sehingga kami terus dapat memperbaiki diri.
Bagaimana Sritex bisa berhasil mendapatkan pelanggan angkatan bersenjata di luar negeri. Awalnya bagaimana bisa menembus pasar global?
Jadi semuanya tumbuh dari tingkat awal mulai dari Sekolah Dasar, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi.
Ketika SD kami dulu tahun 1990-an belajar mendapatkan pesanan dari Mabes ABRI dan waktu itu ada 4 angakatan yaitu Angakatan Darat, Udara, Laut dan Kepolisian.
Awalnya tadi itu kenapa kok SD, karena waktu itu dikasih orderan kecil dulu sekitar 10.000 meter. Kemudian lama-lama kami naik ke SMP ordernya tambah besar dan terus bertambah hingga kemudian beranjak sampai Perguruan Tinggi.
Perkembangan itu kami rasakan berdasarkan kualitas yang kami miliki dan luar biasanya kami terus memperbaiki kualitas itu. Pesanan waktu itu mulai usaha di Solo. Jadi waktu itu papa saya selalu bilang kami dikasih kepercayaan kami kerjakan yang baik dan pelan pelan volumenya semakin besar seperti sekarang. Kenapa kami dipercaya karena kualitasnya. Setelah kualitasnya dipercaya kemudian delivery-nya lebih cepat. Nah ini yang kami pegang terus.
Kemudian apa yang menjadi kunci bisa ekspansi ke pasar global?
Setelah itu awal mulanya mempunyai pasar di luar negeri, pada tahun 1994 kami di percaya tentara Jerman untuk membuat development.Kemudian tahun 1995 kami suplai di sana dan setelah itu kami open door untuk negara lain.
Ketika awal mendapatkan pesanan di Jerman waktu itu kalau tidak lupa sekitar 20.000 style. Ukuran sejumlah itu cukup besar, lalu kami mulai dipercaya sampai sekarang.
Jerman menjadi pembuka pintu masuk ke negara NATO. Tidak sembarangan bisa masuk negara Jerman karena sertifikasinya sangat ketat.
Sertifikasi harus sesuai dengan ketentuan Jerman. Sertifikat dikeluarkan dari Jerman. Harus disahkan di sana. Sertifikasi meliputi standar kerja, kualitas barang, kemudian human rights artinya selama beroperasi mempekerjakan anak di bawah umur apa tidak. Kalau memperkerjakan anak tidak boleh.
Kemudian terkait pencemaran lingkungan di cek semua. Kalau persyaratan ini sudah lulus di Jerman semua negara-negara pinggiran sampai ke UK Army ikut saja. Standarnya memang harus tinggi. Nah disitulah setiap tahun kami mendapatan tambahan pelanggan negara dan sampai sekarang sudah lebih dari 35 negara.
Bagaimana upaya Sritex dalam mengadopsi perkembangan teknologi?
Dari tahun ke tahun kami menyesuaikan perkembangan teknologi. Tentu beda antara teknologi tahun 1990 dengan tahun 2000-an. Semakin bertambah tahun mesin akan semakin baik dan akurat. Nah teknologi mesin Sritex sudah di atas tahun 2015 semua jadi sudah tidak ada masalah dan dari tahun ke tahun lebih baik.
Artinya jika pemerintah sekarang mewajibkan revitalisasi mesin tekstil Sritex sudah duluan.
Makanya kemarin waktu persemian Presiden Joko Widodo tanggal 21 April 2017 itu tentang peremajaan dan ini semua capex kami.
Untuk tahun ini kami hanya maintenance saja sekitar USD60 juta. Ini teknologi terakhir yang dilihat presiden. Teknologi mesin yang terbaru di Sritex kebanyakan dari Jerman dan Eropa.
Apa yang paling menantang dalam menjalankan bisnis ini?
Jadi gini kalau saya lihat sebenarnya tantangan-tantangan itu jangan ngomong risiko karena risiko kami mitigasi menjadi sebuah tantangan tadi. Tekstil ini terhadap ekonomi agak sensitif karena begitu ekonomi mulai turun pembelian juga turun. Tapi begitu ekonomi bagus sedikit saja sektor ini yang naik duluan.
Nah lebih baik kami mitigasi selalu pada poisisi "in crisis" saja bukan di "comfort zone". Mitigasi saya seperti itu jadi harus digitukan karena Sritek diversifikasi produknya banyak kemudian mendiversikasi customer-nya banyak, mendiversivikasi-kan orangnya banyak.
Supaya menghindari itu ketika salah satu produknya turun produk yang lain menggantikan. Jadi harus seperti itu. Jadi tadi ketika domestik naik ada yang supply ke pabrik orang lalu disana di ekspor juga ada.
Jadi saya selalu bilang challenge itu bagus dan tempatnya adalah manusia. Nah di dunia tekstil ini ada yang kurang sekarang yaitu kurang ngerti tekstil. Ini kami sedang bikin sekolah ada diklatnya dan kami mendidik anak kami sendiri.
Sekolah tekstil Sritex bertempat di Solo.
Kami punya kurikulum sendiri. Tujuanya apa supaya anak-anak kami mengerti tekstil. Untuk yang belajar mulai dari tingkat kepala seksi sampai supervisor. Itu harus ada training karena memang banyak orang nggak ngerti tekstil .
Bagaimana cara Anda memimpin? Prinsip apa yang Anda terapkan?
Saya tergugah menceritakankan kembali penghargaan Ernst & Young (EY) entrepreneur of the year 2014 lalu. Dan saya waktu itu finaslis dan pada akhirnya saya yang menang. Jadi saya mikir kalau saya entrepreneur sendirian, susah saya nanti. Sebab itu lebih baik saya tularkan entrepreneur ini kepada anak buah saya.
Nah anak buah saya harus punya sense seperti saya. Cara pemikiran, sikap cara hati-hati, cara pengambilan keputusan harus seperti entrepreneur. Nah itu yang saya tularkan.
Karena membuatnya seragam tentara saya terapkan prinsip kalau saya "the enterpreuner of the year" anak buah saya harus "the army of entrepreneur". Supaya bisa melihat bahwa seroang army itu nggak tidur dan sebenarnya seorang entrepreneur itu juga nggak tidur.
Ketika ada emergency, ada jalan ini itu. Nah saya memposisikannya seperi itu. Saya tidak pernah menganggap saya bos mereka akan tetapi bagaimana tim bisa bekerja bersama-sama. Jadi saya selalu mempoisisikan saya sebenarnya bukan apa-apa cuma fasilitator di belakang.
Kemudian terkait rencana strategis efisiensi produksi untuk menunjang operasional baru, perluasan pabrik dan penguatan struktur modal perusahaan seperti apa?
Memperkuat struktur modal pada intinya adalah meninggikan efisiensi. Kami konsentrasi di teknologi efisiensi. Istilahnya ketika operasional menghabiskan listrik 100 watt kalau dulu cuma bisa menghasilkan 2 meter lalu bagaimana kemduian bisa menghasilkan 3-5 meter.
Istilah lain, kalau dulu menghabiskan 100 liter BBM untuk mendapatkan 1 ton kain targetnya dinaikan menjadi naik 150 ton. Nah ini merupakan bagian dari esfisiensi selain juga berbaikan dengan kondisi alam. Selain itu perusahaan juga menerapkan pencapaian green indutri dan efsiensi energi. Kami punya energy saving program.
Obsesi Anda yang belum tercapai sampai saat ini apa?
Saya ingin industri tekstil/garmen ini sustainable di Indonesia karena kami punya bahan baku. Tahun depan Sritex Group akan punya tanaman industri tekstil. Kami bisa mengintegrasikan dari menaman tanaman eucaliptus sampai tumbuh jadi baju. Kebetulan Eucaliptus awalnya memang dari Indonesia kemudian oleh Portugis di bawa ke Eropa. Nah kami berkeinginan mengembalikan lagi ke Indonesia.
Rencananya eucaliptus ini akan di tanam di Luar Jawa kemungkinan akan dikembangkan di Kalimantan. Sritex Group akan mulai menggarap perkebunan eucaliptus ini tahun depan. Saat ini sudah dilakukan kajian tanahnya. Perkebunan eucaliptus kira-kira membutuhkan 200.000 hektare. Nanti kalau dikembangkan dengan hutan rakyat juga bisa. Saat ini lokasi tepatnya masih dalam pemilihan. Kemungkinan di Palangkaraya.
Biodata
Nama : Iwan S Lukminto
Lahir: Solo, 24 Juni 1975
Istri: Megawati Budiono
Anak: Wilson, Wilbert, dan Hillary
Pendidikan:
SD Keprabon Solo.
SMP Kanisius 1, Solo
SMA Santo Yosef, Solo
Suffolk University, Boston, Amerika Serikat, Studi Business Administration
Karier:
CEO & Presiden Direktur PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) (2006-sekarang)
Vice President Director PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) (1999-2005)
Assistant Director PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) (1997-1998)
Perusahaan yang dikenal dengan kode saham SRIL ini mengaku berhasil menembus pasar duni, berkat kualitas produknya yang selalu dijaga. Lalu bagaimana kisah Sritex bisa meraih kesuksesan? Berikut petikan wawancara KORAN SINDO dengan Iwan Setiawan di kantornya, di kawasan SCBD, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Bisa diceritakan mengenai awal mulai bisnis Sritex?
Padi awalnya papa saya, Pak Lukminto mulai bisnis dengan berdagang di Pasar Klewer Solo, Jawa Tengah, dengan mengambil barangnya dari Bandung. Hasil jualan di Pasar Klewer akhirnya menuai kemajuan lalu papa membuat pabrik kecil atau home industry ada empat orang di rumah.
Nah sekitar tahun 1970-an mulailah digalakan industri dalam negeri dan home industry di kota solo yang di bangun ayah saya menjadi besar. Kemudian harus keluar dari Kota Solo dipilihlah tempatnya di Sukoharjo. Sritex lahir di Sukarjo sekitar tahun 1978.
Lalu?
Mulai dari situlah papa saya lebih menggeluti tekstil dan mengintegrasikan suatu perusahaan dari bahan baku membuat kain pertenunan, lalu membuat dyeing and printing kemudian ke industri yang memproduksi pakaian jadi dan perlengakapan pakaian (garmen). Pada waktu itu awalnya adalah perusahaan dyeing and printing.
Papa saya bilang ke saya tidak punya cita-cita mendirikan Sritex bisa sebesar ini. Tapi beliau Cuma kerja keras saja. Jadi simple pemikiran Pak Lukminto ini. Intinya beliau ingin bagaimana customer dapat menikmati produk tanpa harus pusing memikirkan produknya.
Saya sebagai generasi penerus kemudian melanjutkan demikian, karena kami punya production based sudah bagus dan terus kami tingkatkan lagi. Sedangkan untuk modernisasi kami bangun orangnya yang di dalam.
Kini Sritex menjadi perusahaan terbuka dan sahamnya masuk dalam LQ 45. Apa yang membuat kinerja Sritex begitu cemerlang ?
LQ 45 adalah standar indikator bahwa kinerja Sritex ter-deliver dengan baik. Apa yang kami proyeksikan dan yang kami janjikan sampai kepada masyarakat maupun investor.
Pada dasarnya kerja keras dan saling menguntungkan terjadi antara Sritex dengan masyarakat maupun investor. Artinya pelanggan saya untung membeli barang saya. Jadi wajar ketika Sritex masuk LQ45. Dan surprise-nya lagi, belum ada satupun di dunia ini kategori tekstil dan garmen masuk LQ 45.
Saya kira ini merupakan prestasi di sektor kami yang merupakan sektor consumer good. Indikator LQ45 di lihat dari semua performance. Tidak hanya keuangan tapi juga performance delivery kepada masyarakat. Jadi masyarakat ikut andil dalam menilai performance Sritex sehingga kami terus dapat memperbaiki diri.
Bagaimana Sritex bisa berhasil mendapatkan pelanggan angkatan bersenjata di luar negeri. Awalnya bagaimana bisa menembus pasar global?
Jadi semuanya tumbuh dari tingkat awal mulai dari Sekolah Dasar, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi.
Ketika SD kami dulu tahun 1990-an belajar mendapatkan pesanan dari Mabes ABRI dan waktu itu ada 4 angakatan yaitu Angakatan Darat, Udara, Laut dan Kepolisian.
Awalnya tadi itu kenapa kok SD, karena waktu itu dikasih orderan kecil dulu sekitar 10.000 meter. Kemudian lama-lama kami naik ke SMP ordernya tambah besar dan terus bertambah hingga kemudian beranjak sampai Perguruan Tinggi.
Perkembangan itu kami rasakan berdasarkan kualitas yang kami miliki dan luar biasanya kami terus memperbaiki kualitas itu. Pesanan waktu itu mulai usaha di Solo. Jadi waktu itu papa saya selalu bilang kami dikasih kepercayaan kami kerjakan yang baik dan pelan pelan volumenya semakin besar seperti sekarang. Kenapa kami dipercaya karena kualitasnya. Setelah kualitasnya dipercaya kemudian delivery-nya lebih cepat. Nah ini yang kami pegang terus.
Kemudian apa yang menjadi kunci bisa ekspansi ke pasar global?
Setelah itu awal mulanya mempunyai pasar di luar negeri, pada tahun 1994 kami di percaya tentara Jerman untuk membuat development.Kemudian tahun 1995 kami suplai di sana dan setelah itu kami open door untuk negara lain.
Ketika awal mendapatkan pesanan di Jerman waktu itu kalau tidak lupa sekitar 20.000 style. Ukuran sejumlah itu cukup besar, lalu kami mulai dipercaya sampai sekarang.
Jerman menjadi pembuka pintu masuk ke negara NATO. Tidak sembarangan bisa masuk negara Jerman karena sertifikasinya sangat ketat.
Sertifikasi harus sesuai dengan ketentuan Jerman. Sertifikat dikeluarkan dari Jerman. Harus disahkan di sana. Sertifikasi meliputi standar kerja, kualitas barang, kemudian human rights artinya selama beroperasi mempekerjakan anak di bawah umur apa tidak. Kalau memperkerjakan anak tidak boleh.
Kemudian terkait pencemaran lingkungan di cek semua. Kalau persyaratan ini sudah lulus di Jerman semua negara-negara pinggiran sampai ke UK Army ikut saja. Standarnya memang harus tinggi. Nah disitulah setiap tahun kami mendapatan tambahan pelanggan negara dan sampai sekarang sudah lebih dari 35 negara.
Bagaimana upaya Sritex dalam mengadopsi perkembangan teknologi?
Dari tahun ke tahun kami menyesuaikan perkembangan teknologi. Tentu beda antara teknologi tahun 1990 dengan tahun 2000-an. Semakin bertambah tahun mesin akan semakin baik dan akurat. Nah teknologi mesin Sritex sudah di atas tahun 2015 semua jadi sudah tidak ada masalah dan dari tahun ke tahun lebih baik.
Artinya jika pemerintah sekarang mewajibkan revitalisasi mesin tekstil Sritex sudah duluan.
Makanya kemarin waktu persemian Presiden Joko Widodo tanggal 21 April 2017 itu tentang peremajaan dan ini semua capex kami.
Untuk tahun ini kami hanya maintenance saja sekitar USD60 juta. Ini teknologi terakhir yang dilihat presiden. Teknologi mesin yang terbaru di Sritex kebanyakan dari Jerman dan Eropa.
Apa yang paling menantang dalam menjalankan bisnis ini?
Jadi gini kalau saya lihat sebenarnya tantangan-tantangan itu jangan ngomong risiko karena risiko kami mitigasi menjadi sebuah tantangan tadi. Tekstil ini terhadap ekonomi agak sensitif karena begitu ekonomi mulai turun pembelian juga turun. Tapi begitu ekonomi bagus sedikit saja sektor ini yang naik duluan.
Nah lebih baik kami mitigasi selalu pada poisisi "in crisis" saja bukan di "comfort zone". Mitigasi saya seperti itu jadi harus digitukan karena Sritek diversifikasi produknya banyak kemudian mendiversikasi customer-nya banyak, mendiversivikasi-kan orangnya banyak.
Supaya menghindari itu ketika salah satu produknya turun produk yang lain menggantikan. Jadi harus seperti itu. Jadi tadi ketika domestik naik ada yang supply ke pabrik orang lalu disana di ekspor juga ada.
Jadi saya selalu bilang challenge itu bagus dan tempatnya adalah manusia. Nah di dunia tekstil ini ada yang kurang sekarang yaitu kurang ngerti tekstil. Ini kami sedang bikin sekolah ada diklatnya dan kami mendidik anak kami sendiri.
Sekolah tekstil Sritex bertempat di Solo.
Kami punya kurikulum sendiri. Tujuanya apa supaya anak-anak kami mengerti tekstil. Untuk yang belajar mulai dari tingkat kepala seksi sampai supervisor. Itu harus ada training karena memang banyak orang nggak ngerti tekstil .
Bagaimana cara Anda memimpin? Prinsip apa yang Anda terapkan?
Saya tergugah menceritakankan kembali penghargaan Ernst & Young (EY) entrepreneur of the year 2014 lalu. Dan saya waktu itu finaslis dan pada akhirnya saya yang menang. Jadi saya mikir kalau saya entrepreneur sendirian, susah saya nanti. Sebab itu lebih baik saya tularkan entrepreneur ini kepada anak buah saya.
Nah anak buah saya harus punya sense seperti saya. Cara pemikiran, sikap cara hati-hati, cara pengambilan keputusan harus seperti entrepreneur. Nah itu yang saya tularkan.
Karena membuatnya seragam tentara saya terapkan prinsip kalau saya "the enterpreuner of the year" anak buah saya harus "the army of entrepreneur". Supaya bisa melihat bahwa seroang army itu nggak tidur dan sebenarnya seorang entrepreneur itu juga nggak tidur.
Ketika ada emergency, ada jalan ini itu. Nah saya memposisikannya seperi itu. Saya tidak pernah menganggap saya bos mereka akan tetapi bagaimana tim bisa bekerja bersama-sama. Jadi saya selalu mempoisisikan saya sebenarnya bukan apa-apa cuma fasilitator di belakang.
Kemudian terkait rencana strategis efisiensi produksi untuk menunjang operasional baru, perluasan pabrik dan penguatan struktur modal perusahaan seperti apa?
Memperkuat struktur modal pada intinya adalah meninggikan efisiensi. Kami konsentrasi di teknologi efisiensi. Istilahnya ketika operasional menghabiskan listrik 100 watt kalau dulu cuma bisa menghasilkan 2 meter lalu bagaimana kemduian bisa menghasilkan 3-5 meter.
Istilah lain, kalau dulu menghabiskan 100 liter BBM untuk mendapatkan 1 ton kain targetnya dinaikan menjadi naik 150 ton. Nah ini merupakan bagian dari esfisiensi selain juga berbaikan dengan kondisi alam. Selain itu perusahaan juga menerapkan pencapaian green indutri dan efsiensi energi. Kami punya energy saving program.
Obsesi Anda yang belum tercapai sampai saat ini apa?
Saya ingin industri tekstil/garmen ini sustainable di Indonesia karena kami punya bahan baku. Tahun depan Sritex Group akan punya tanaman industri tekstil. Kami bisa mengintegrasikan dari menaman tanaman eucaliptus sampai tumbuh jadi baju. Kebetulan Eucaliptus awalnya memang dari Indonesia kemudian oleh Portugis di bawa ke Eropa. Nah kami berkeinginan mengembalikan lagi ke Indonesia.
Rencananya eucaliptus ini akan di tanam di Luar Jawa kemungkinan akan dikembangkan di Kalimantan. Sritex Group akan mulai menggarap perkebunan eucaliptus ini tahun depan. Saat ini sudah dilakukan kajian tanahnya. Perkebunan eucaliptus kira-kira membutuhkan 200.000 hektare. Nanti kalau dikembangkan dengan hutan rakyat juga bisa. Saat ini lokasi tepatnya masih dalam pemilihan. Kemungkinan di Palangkaraya.
Biodata
Nama : Iwan S Lukminto
Lahir: Solo, 24 Juni 1975
Istri: Megawati Budiono
Anak: Wilson, Wilbert, dan Hillary
Pendidikan:
SD Keprabon Solo.
SMP Kanisius 1, Solo
SMA Santo Yosef, Solo
Suffolk University, Boston, Amerika Serikat, Studi Business Administration
Karier:
CEO & Presiden Direktur PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) (2006-sekarang)
Vice President Director PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) (1999-2005)
Assistant Director PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) (1997-1998)
(izz)