Tanggapan Arcandra Soal Keluhan Pertamina di Blok East Kalimantan
A
A
A
JAKARTA - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar santai menanggapi keluhan PT Pertamina (Persero) yang menganggap Blok East Kalimantan tidak ekonomis. Jika memang blok migas tersebut dianggap tak ekonomis, maka perseroan tinggal kembalikan ke pemerintah.
(Baca Juga: Pertamina Sebut Blok East Kalimantan Tak Ekonomis)
Pemerintah melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 15 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi yang Akan Berakhir Kontrak Kerja Samanya, memberikan prioritas kepada PT Pertamina (Persero) untuk mengambil alih blok migas yang habis masa kontraknya.
Namun, jika memang Pertamina tidak sanggup maka pemerintah bisa menawarkan kepada swasta. "Jadi untuk yang East Kalimantan, kita menyarankan kalau seandainya tidak ekonomis, langsung dikembalikan ke pemerintah," kata dia di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (5/7/2017).
Menurutnya, pemerintah tidak akan memberikan waktu tambahan bagi perseroan untuk mengevaluasi tingkat keekonomian blok tersebut. BUMN migas tersebut diminta segera memutuskan dan mengembalikan agar bisa segera dilelang ke pemerintah.
"Karena apa? Ini waktunya ticking (mepet) ya. Karena waktu ticking, maka kita menginginkan kalau enggak, kita cepat lelang bagi yang berminat. Jadi black and white saja. Sehingga kita ke depannya punya rencana lebih matang," tegasnya.
Sekadar informasi, Blok East Kalimantan merupakan satu dari delapan blok terminasi yang habis kontraknya pada 2018 dan diserahkan kepada Pertamina. Adapun delapan blok tersebut adalah, Blok Tuban, Blok Ogan Komering, Blok Sanga-Sanga, Blok South East Sumatera (SES), Blok NSO, Blok B, Blok Tengah, dan Blok East Kalimantan.
Namun, dari delapan blok tersebut, Pertamina menganggap Blok East Kalimantan tidak ekonomis. Pertamina saat ini tengah mengevaluasi kembali Blok East Kalimantan yang pengelolaannya akan dialihkan ke perseroan pasca berakhirnya kontrak.
Pasalnya, beban kewajiban menyisihkan dana pascatambang (abandonment and site restoration/ASR) membuat pengelolaan blok migas tersebut menjadi tidak ekonomis.
Direktur Hulu Pertamina Syamsu Alam mengungkapkan, pihaknya telah mengirimkan surat kepada pemerintah untuk meminta perpanjangan waktu mengevaluasi kembali rencana alih kelola Blok East Kalimantan.
Pasalnya, ASR yang harus ditanggung perseroan cukup besar dan membuat keekonomian dari blok tersebut merosot. "Terutama karena ada ASR. Karena ASR-nya cukup besar sehingga menyebabkan keekonomian disitu turunnya banyak," tuturnya.
(Baca Juga: Pertamina Sebut Blok East Kalimantan Tak Ekonomis)
Pemerintah melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 15 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi yang Akan Berakhir Kontrak Kerja Samanya, memberikan prioritas kepada PT Pertamina (Persero) untuk mengambil alih blok migas yang habis masa kontraknya.
Namun, jika memang Pertamina tidak sanggup maka pemerintah bisa menawarkan kepada swasta. "Jadi untuk yang East Kalimantan, kita menyarankan kalau seandainya tidak ekonomis, langsung dikembalikan ke pemerintah," kata dia di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (5/7/2017).
Menurutnya, pemerintah tidak akan memberikan waktu tambahan bagi perseroan untuk mengevaluasi tingkat keekonomian blok tersebut. BUMN migas tersebut diminta segera memutuskan dan mengembalikan agar bisa segera dilelang ke pemerintah.
"Karena apa? Ini waktunya ticking (mepet) ya. Karena waktu ticking, maka kita menginginkan kalau enggak, kita cepat lelang bagi yang berminat. Jadi black and white saja. Sehingga kita ke depannya punya rencana lebih matang," tegasnya.
Sekadar informasi, Blok East Kalimantan merupakan satu dari delapan blok terminasi yang habis kontraknya pada 2018 dan diserahkan kepada Pertamina. Adapun delapan blok tersebut adalah, Blok Tuban, Blok Ogan Komering, Blok Sanga-Sanga, Blok South East Sumatera (SES), Blok NSO, Blok B, Blok Tengah, dan Blok East Kalimantan.
Namun, dari delapan blok tersebut, Pertamina menganggap Blok East Kalimantan tidak ekonomis. Pertamina saat ini tengah mengevaluasi kembali Blok East Kalimantan yang pengelolaannya akan dialihkan ke perseroan pasca berakhirnya kontrak.
Pasalnya, beban kewajiban menyisihkan dana pascatambang (abandonment and site restoration/ASR) membuat pengelolaan blok migas tersebut menjadi tidak ekonomis.
Direktur Hulu Pertamina Syamsu Alam mengungkapkan, pihaknya telah mengirimkan surat kepada pemerintah untuk meminta perpanjangan waktu mengevaluasi kembali rencana alih kelola Blok East Kalimantan.
Pasalnya, ASR yang harus ditanggung perseroan cukup besar dan membuat keekonomian dari blok tersebut merosot. "Terutama karena ada ASR. Karena ASR-nya cukup besar sehingga menyebabkan keekonomian disitu turunnya banyak," tuturnya.
(izz)