Pemerintah Perlu Susun Regulasi Alternatif Pengganti Rokok
A
A
A
JAKARTA - Yayasan Pemerhati Kebijakan Publik Indonesia (YPKP Indonesia) meminta pemerintah menyusun regulasi yang mengatur alternatif pengganti rokok.
Pendiri YPKP Indonesia, Achmad Syawqie mengatakan, di Indonesia produk alternatif pengganti rokok juga terus dikembangkan untuk menekan angka perokok konvensional.
YPKP Indonesia sebagai lembaga pertama dan satu-satunya lembaga yang melakukan penelitian terhadap produk alternatif pengganti rokok mengungkapkan, di negara-negara lain sudah dilakukan kebijakan untuk pengurangan bahaya bagi penggunaan produk tembakau.
"Dengan tingginya angka perokok di Indonesia, pemerintah Indonesia perlu menyusun regulasi yang mengatur produk alternatif rokok. Misalnya produk alternatif tembakau yang tidak memiliki proses pembakaran yang berbahaya," kata dua dalam rilisnya di Jakarta, Kamis (6/7/2017).
Dia juga menyatakan adanya kesalahpahaman di masyarakat yang menganggap bahwa nikotin merupakan zat berbahaya yang terdapat di dalam rokok, padahal sebenarnya tidak.
Sebagaimana yang disepakati banyak pakar zat berbahaya dari rokok adalah TAR yang dihasilkan melalui proses pembakaran rokok, sehingga penting akan hadirnya produk-produk alternatif rokok yang juga mengandung tembakau namun tidak memiliki proses pembakaran.
"Informasi terkait nikotin tersebut dirasa perlu untuk disosialisasikan lebih luas," ujar Syawqie.
Di beberapa negara di dunia, termasuk Indonesia, tengah melakukan riset tentang produk alternatif lain untuk para perokok. Riset Public Health England dan UK Royal College of Physicians misalnya menyatakan, rokok elektrik 95% lebih tidak berbahaya daripada rokok konvensional berdasarkan bukti ilmiah yang komprehensif yang dilakukan dengan menganalisa senyawa kimia dari uap rokok elektrik, racun yang terkandung pada pengguna dan uji klinis.
Pendiri YPKP Indonesia, Achmad Syawqie mengatakan, di Indonesia produk alternatif pengganti rokok juga terus dikembangkan untuk menekan angka perokok konvensional.
YPKP Indonesia sebagai lembaga pertama dan satu-satunya lembaga yang melakukan penelitian terhadap produk alternatif pengganti rokok mengungkapkan, di negara-negara lain sudah dilakukan kebijakan untuk pengurangan bahaya bagi penggunaan produk tembakau.
"Dengan tingginya angka perokok di Indonesia, pemerintah Indonesia perlu menyusun regulasi yang mengatur produk alternatif rokok. Misalnya produk alternatif tembakau yang tidak memiliki proses pembakaran yang berbahaya," kata dua dalam rilisnya di Jakarta, Kamis (6/7/2017).
Dia juga menyatakan adanya kesalahpahaman di masyarakat yang menganggap bahwa nikotin merupakan zat berbahaya yang terdapat di dalam rokok, padahal sebenarnya tidak.
Sebagaimana yang disepakati banyak pakar zat berbahaya dari rokok adalah TAR yang dihasilkan melalui proses pembakaran rokok, sehingga penting akan hadirnya produk-produk alternatif rokok yang juga mengandung tembakau namun tidak memiliki proses pembakaran.
"Informasi terkait nikotin tersebut dirasa perlu untuk disosialisasikan lebih luas," ujar Syawqie.
Di beberapa negara di dunia, termasuk Indonesia, tengah melakukan riset tentang produk alternatif lain untuk para perokok. Riset Public Health England dan UK Royal College of Physicians misalnya menyatakan, rokok elektrik 95% lebih tidak berbahaya daripada rokok konvensional berdasarkan bukti ilmiah yang komprehensif yang dilakukan dengan menganalisa senyawa kimia dari uap rokok elektrik, racun yang terkandung pada pengguna dan uji klinis.
(izz)