Pembentukan Satgas Penertiban Impor Ditentang

Rabu, 12 Juli 2017 - 05:46 WIB
Pembentukan Satgas Penertiban...
Pembentukan Satgas Penertiban Impor Ditentang
A A A
JAKARTA - Rencana Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Impor Berisiko Tinggi (PIBT) ditentang sejumlah kalangan. Selain memboroskan anggaran, satgas ini tak dibutuhkan karena optimalisasi fungsi dan koordinasi Bea dan Cukai yang seharusnya dikedepankan.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menilai, Ditjen Bea dan Cukai tidak perlu membuat Satgas ini. Pasalnya, yang diperlukan saat ini adalah mengoptimalkan Indonesia National Single Window (INSW). Enny menekankan, pembentukan Satgas juga akan memakan anggaran pemerintah.

"Menambah OB (Office Boy) saja butuh anggaran. Ini pasti ada. Sebatas euforia saja menurut saya. Jadi seolah-olah dengan adanya Satgas, seperti kemarin ada Satgas Pangan terus harga pangan stabil, padahal itu semua enggak menyelesaikan persoalan utamanya. Kayak pangan itu kan menjadikan fluktuasi pangan karena demand dan supply tidak balance," kata Enny dalam keterangannya kepada media, Jakarta, Selasa (11/7/2017).

Selain itu, ia juga menegaskan pembentukan Satgas ini hanya memberatkan importir. Selain beban di sisi waktu, importir juga harus menanggung sisi biaya karena banyaknya hal yang dilewati sebelum memasukkan barang ke Tanah Air.

Untuk diketahui, INSW merupakan loket elektronik tunggal untuk penyelesaian perizinan impor ekspor serta pengurusan dokumen kepabeanan dan kepelabuhanan. Konsep ini merupakan wujud reformasi birokrasi pelayanan publik. Dengan INSW, semuanya terpusat terkoordinasi dalam suatu pusat pengendali dan computerized.

"Satgas itu mestinya untuk memperkuat dan menggaransi aturan-aturan yang standar, bukan untuk menyelesaikan persoalan yang kacau balau ini. Jadi terbalik, mestinya instrumennya dulu diperkuat baru Satgas itu. Sementara itu single window ini kan baru wacana terus, pengaplikasiannya kan belum real di lapangan," ujarnya.

Menurutnya, Ditjen Bea dan Cukai salah kaprah jika ingin membentuk Satgas ini. Sebab, fungsi Bea Cukai sebenarnya hanya untuk mengendalikan produk yang masuk ke Indonesia, bukan menentukan kriteria barang itu boleh masuk atau tidak.

"Tapi yang terjadi sekarang, Bea Cukai ini powerful sekali termasuk yang menentukan boleh tidaknya suatu barang melintasi kawasan kepabeanan. Ini kan tugas kementerian teknis. Sehingga sekarang kalau misalnya ada satu rencana Bea Cukai mau membuat suatu klasifikasi (penertiban impor berisko tinggi), itu sebenarnya yang berhak membuat itu bukan Bea Cukai, tapi kementerian teknis," tuturnya.

Senada, Anggota Komisi XI DPR RI Sukiman mengatakan, Dtjen BC tidak perlu membentuk Satgas Penertiban Impor Beresiko Tinggi. Menurutnya, pembentukan Satgas ini akan menunjukan pihak Ditjen Bea dan Cukai tidak dapat melakukan Tugas dan Fungsi Pokonya (Tupoksi) dengan baik.

"Namanya ada Satgas inikan kalau (Bea dan Cukai) sudah tidak jalan sama sekali‎," kata Sukiman.

Sukiman meminta, pihak Bea dan Cukai memaksimalkan Tupoksinya serta mempertanggungjawabkannya. "Kita harus mempertimbangkan. Misalnya, Satgas pangan, jangan sampai ada Satgas dari Kepolisian akhirnya baru menertibkan," katanya.

Di sisi lain, ia menegaskan, keberadaan Satgas tersebut akan memberikan beban anggaran tambahan bagi negara. "Karena itu, Satgas ini tidak perlu, paling tidak meringankan beban dan biaya anggaran. Kecuali Bea dan Cukai sudah tidak mampu melaksanakan tugasnya," tandasnya.

Untuk diketahui, Ditjen Bea dan Cukai berencana membentuk Satgas Penertiban Impor Berisiko Tinggi. Pembentukan Satgas ini nantinya akan tertuang dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres) yang akan ditandatangani Presiden Joko Widodo.

Dalam draft Perpres, pembentukan Satgas diperlukan karena banyaknya praktik tidak sehat di pelabuhan dan perbatasan dan dapat merusak sendi perekonomian. Dalam draft tersebut, tugas Satgas adalah melaksanakan penertiban impor berisiko tinggi di pelabuhan utama dan perbatasan wilayah Indonesia. Ketua Satgas dapat menetapkan pelabuhan lain dan atau perbatasan yang akan dilakukan penertiban.

Wewenang Satgas nantinya adalah melakukan pengumpulan data dan informasi dengan menggunakan teknologi informasi dari kementerian/lembaga atau pihak lain. Membangun sistem pencegahan dan penertiban impor berisiko tinggi. Melakukan operasi tangkap tangan serta melakukan kegiatan evaluasi kegiatan penertiban impor berisiko tinggi.

Satgas PIBT diketuai oleh Menteri Keuangan dengan Dewan Pengarah dari Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kapolri, Jaksa Agung, Panglima TNI, Menteri Perdagangan dan kepala Kantor Staf Kepresidenan. Adapun Direktur jederal Bea dan Cukai akan bertugas sebagai Ketua Harian.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0830 seconds (0.1#10.140)