Ini Skenario Pemulihan Ekonomi Global
A
A
A
JAKARTA - Ekonom Standard Chartered Aldian Taloputra mengatakan, skenario utama pemulihan ekonomi global adalah melalui pengetatan yang dilakukan secara moderat dan hal lainnya akan berjalan sesuai rencana tahun 2017. Namun demikian, kebijakan moneter bergerak dengan lamban dan perekonomian dapat menunjukkan tanda perlambatan tahun depan.
Kinerja ekonomi di daerah bermata uang euro dikatakannya membaik dan pertumbuhannya di atas potensi. Permintaan domestik semakin kuat, sementara negara-negara di wilayah selatan masih menghadapi tantangan, dan lapangan pekerjaan kembali tumbuh seperti sebelum saat krisis.
"Bank juga memprediksi terjadinya pengetatan moneter di negara bermata uang euro dalam bentuk QE tapering. Namun demikian, hal ini diprediksi tidak akan terjadi sebelum tahun depan dan bank melihat pertumbuhan H2 tahun 2017 masih akan tumbuh di atas tren," ujarnya di Jakarta, Senin (24/7/2017).
Bahkan tahun depan, Aldian memprediksi ECB akan mengambil pendekatan yang sangat moderat terkait QE tapering. Bank juga dinilai tidak mengantisipasi akan terjadi kenaikan tingkat suku bunga di negara bermata uang euro sebelum tahun 2019.
"Sikap yang lunak terhadap moneter seharusnya memberikan ruang bagi ekonomi negara bermata uang euro untuk tumbuh dan lepas dari titik suku bunga yang mengecewakan paska krisis keuangan," katanya.
Sementara, dia menambahkan, China menargetkan pertumbuhan sebesar 6,5% pada tahun 2017 dan pertumbuhan kuartal I 2017 telah mencapai 6,9%. Hal ini memberikan Bank Sentral China (The People's Bank of China) ruang untuk mengetatkan kebijakan moneter dan pertumbuhan kredit.
Meski pertumbuhan menjadi prioritas, kinerja kuat di kuartal I 2017 memungkinan regulator untuk fokus pada prioritas lain seperti membayar utang dengan cepat agar neraca tetap seimbang.
"Bank memprediksi pengetatan moneter akan berdampak pada pertumbuhan yang sedikit lebih rendah pada kuartal II 2017," pungkas Aldian.
Kinerja ekonomi di daerah bermata uang euro dikatakannya membaik dan pertumbuhannya di atas potensi. Permintaan domestik semakin kuat, sementara negara-negara di wilayah selatan masih menghadapi tantangan, dan lapangan pekerjaan kembali tumbuh seperti sebelum saat krisis.
"Bank juga memprediksi terjadinya pengetatan moneter di negara bermata uang euro dalam bentuk QE tapering. Namun demikian, hal ini diprediksi tidak akan terjadi sebelum tahun depan dan bank melihat pertumbuhan H2 tahun 2017 masih akan tumbuh di atas tren," ujarnya di Jakarta, Senin (24/7/2017).
Bahkan tahun depan, Aldian memprediksi ECB akan mengambil pendekatan yang sangat moderat terkait QE tapering. Bank juga dinilai tidak mengantisipasi akan terjadi kenaikan tingkat suku bunga di negara bermata uang euro sebelum tahun 2019.
"Sikap yang lunak terhadap moneter seharusnya memberikan ruang bagi ekonomi negara bermata uang euro untuk tumbuh dan lepas dari titik suku bunga yang mengecewakan paska krisis keuangan," katanya.
Sementara, dia menambahkan, China menargetkan pertumbuhan sebesar 6,5% pada tahun 2017 dan pertumbuhan kuartal I 2017 telah mencapai 6,9%. Hal ini memberikan Bank Sentral China (The People's Bank of China) ruang untuk mengetatkan kebijakan moneter dan pertumbuhan kredit.
Meski pertumbuhan menjadi prioritas, kinerja kuat di kuartal I 2017 memungkinan regulator untuk fokus pada prioritas lain seperti membayar utang dengan cepat agar neraca tetap seimbang.
"Bank memprediksi pengetatan moneter akan berdampak pada pertumbuhan yang sedikit lebih rendah pada kuartal II 2017," pungkas Aldian.
(ven)