Revisi PMK Lamban, Tebu Petani Tidak Dibeli
A
A
A
SURABAYA - Para petani tebu di Jawa Timur mulai resah dengan lambannya revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 31 Tahun 2008 tentang Bahan Pokok Strategis yang Bebas dari PPN. Belum adanya revisi PMK membuat tebu petani tidak segera dibeli. Sehingga mereka mengalami kerugian setelah proses panen dilakukan.
Ketua Andalan Petani Tebu Republik Indonesia (APTRI) Soemtiro Samadikoen menuturkan, penghapusan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada gula tani yang diatur dalam PMK memiliki pengaruh besar bagi masa depan para petani tebu. Kalau harga tebu tetap anjlok, mereka tidak mendapatkan keuntungan pada masa panen kali ini.
"Semua ini untuk pembebasan gula tani dari PPN agar segera direalisasikan. Karena para pedagang masih takut membeli gula tani karena akan ditagih PPN. Ini jadi persoalan yang belum juga tuntas dihadapi para petani," kata Soemitro, Kamis (27/07/2017).
Ia pun akhirnya melakukan pertemuan dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani di ruang Pimpinan Komisi XI DPR RI. Harapannya Menteri Keuangan bisa segera mengambil langkah cepat untuk mengatasi persoalan di hulu dalam produksi gula nasional.
Sekjen APTRI Nur Khabsyin menjelaskan, revisi PMK tersebut sebagai konsekuensi dari amanat putusan Mahkamah Kontitusi Nomor 39 Tahun 2016 yang membatalkan pasal 4A UU PPN yang isinya hanya 11 bahan pokok yang bebas PPN.
"Adanya putusan MK itu maka bahan pokok lain seperti gula juga bebas PPN. Ini yang kami tagih untuk segera dicarikan jalan keluarnya. Biar petani tebu tenang dalam menanam," ungkapnya.
Untuk gula tani, lanjutnya, masih dikenakan PPN yang begitu memberatkan. Sebab, yang dikenakan PPN adalah konsumen akhir melalui pedagang. Sehingga pedagang menekan harga pembelian ke petani. Kondisi ini tentu saja merugikan bagi petani yang memiliki harapan besar untuk meraup keuntungan dalam musim panen.
"Lebih-lebih ada batasan HET (Harga Eceran Tertinggi) gula Rp12.500 per kilogram. Sehingga harga pembelian dari pedagang di bawah biaya pokok produksi," katanya.
Maka dari itu, tambahnya, APTRI memohon kepada Menteri Keuangan agar segera merevisi PMK secepatnya. "Karena saat ini gula tani tidak laku. Kalau tak ada yang beli tentu saja petani enggak dapat uang untuk modal tanam selanjutnya," jelasnya.
Sri Mulyani sendiri dalam waktu dekat berjanji akan menerbitkan PMK tentang pembebasan PPN bahan pokok strategis termasuk gula tani. Saat ini pihaknya masih tahap sinkronisasi dengan Menteri Pertanian tentang bahan pokok apa saja yang perlu dibebaskan dari PPN.
Ketua Andalan Petani Tebu Republik Indonesia (APTRI) Soemtiro Samadikoen menuturkan, penghapusan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada gula tani yang diatur dalam PMK memiliki pengaruh besar bagi masa depan para petani tebu. Kalau harga tebu tetap anjlok, mereka tidak mendapatkan keuntungan pada masa panen kali ini.
"Semua ini untuk pembebasan gula tani dari PPN agar segera direalisasikan. Karena para pedagang masih takut membeli gula tani karena akan ditagih PPN. Ini jadi persoalan yang belum juga tuntas dihadapi para petani," kata Soemitro, Kamis (27/07/2017).
Ia pun akhirnya melakukan pertemuan dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani di ruang Pimpinan Komisi XI DPR RI. Harapannya Menteri Keuangan bisa segera mengambil langkah cepat untuk mengatasi persoalan di hulu dalam produksi gula nasional.
Sekjen APTRI Nur Khabsyin menjelaskan, revisi PMK tersebut sebagai konsekuensi dari amanat putusan Mahkamah Kontitusi Nomor 39 Tahun 2016 yang membatalkan pasal 4A UU PPN yang isinya hanya 11 bahan pokok yang bebas PPN.
"Adanya putusan MK itu maka bahan pokok lain seperti gula juga bebas PPN. Ini yang kami tagih untuk segera dicarikan jalan keluarnya. Biar petani tebu tenang dalam menanam," ungkapnya.
Untuk gula tani, lanjutnya, masih dikenakan PPN yang begitu memberatkan. Sebab, yang dikenakan PPN adalah konsumen akhir melalui pedagang. Sehingga pedagang menekan harga pembelian ke petani. Kondisi ini tentu saja merugikan bagi petani yang memiliki harapan besar untuk meraup keuntungan dalam musim panen.
"Lebih-lebih ada batasan HET (Harga Eceran Tertinggi) gula Rp12.500 per kilogram. Sehingga harga pembelian dari pedagang di bawah biaya pokok produksi," katanya.
Maka dari itu, tambahnya, APTRI memohon kepada Menteri Keuangan agar segera merevisi PMK secepatnya. "Karena saat ini gula tani tidak laku. Kalau tak ada yang beli tentu saja petani enggak dapat uang untuk modal tanam selanjutnya," jelasnya.
Sri Mulyani sendiri dalam waktu dekat berjanji akan menerbitkan PMK tentang pembebasan PPN bahan pokok strategis termasuk gula tani. Saat ini pihaknya masih tahap sinkronisasi dengan Menteri Pertanian tentang bahan pokok apa saja yang perlu dibebaskan dari PPN.
(ven)