Hati-hati, Tuntut Impor Raw Sugar Berdalih Kepentingan Petani dan UKM
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Forum Peduli Komuditas Gula (FPKG) Slamet Poerwadi mengingatkan publik untuk mewaspadai pihak-pihak yang menuntut penambahan kuota impor raw sugar , dengan dalih untuk kepentingan petani tebu dan UKM.
Menurutnya, tidak mungkin petani tebu meminta impor raw sugar. Petani dipastikan fokus untuk menjual tebunya. “Demikian pula dengan UKM. Tidak semua UKM butuh gula rafinasi (GKR). Hanya UKM yang terdaftar yang membutuhkan gula rafinasi,” kata Slamet Poerwadi dalam keterangan tertulisnya, Senin (5/7/2021).
(Baca juga:Asosiasi Petani Tebu Tolak Keras Penambahan Kuota Impor Gula)
Menurut Slamet, sebaiknya pemerintah dan pabrik gula fokus untuk menutupi defisit gula konsumsi (GKP) antara 600.000-800.000 ton per tahun dari total kebutuhan GKP 3 juta ton per tahun. Menurut Slamet, tidak perlu mengusik gula industri yang pasokannya sudah mencukupi kebutuhan industri makanan-minuman (mamin). “Jadi tidak mungkin defisit,” katanya.
Industri gula rafinasi, lanjut Slamet Poerwadi, sudah ditetapkan sebagai daftar negatif investasi. “Sebelas pabrik GKR saat ini sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan industri mamin. Jika ditambah, bisa rembes ke pasar konsumsi,” ujar Slamet.
(Baca juga:Terkait Aturan Baru Impor Gula, Disebut Ada Kekuatan Besar di Belakangnya)
Menurut doktor bidang ekonomi UII Yogyakarta itu, terkait dengan wacana swasembada gula, maka fokus diskusinya adalah pada dua hal utama yakni ekstensifikasi dan intensifikasi lahan. Bukan pada penambahan kuota impor raw sugar.
“Tidak logis jika wacana swasembada dikaitkan dengan penambahan kuota impor raw sugar. Mestinya perluasan lahan tebu di luar Jawa dan peningkatan kualitas tebu, terutama rendemen,” jelasnya.
(Baca juga:Agar Tak Rembes ke Pasar, Pemerintah Diminta Pelototi Impor Gula Rafinasi)
Ia mengkritik narasi sejumlah pengamat dan politisi yang sibuk bicara importasi raw sugar, tapi mengabaikan soal ekstensifikasi dan intensifikasi lahan tebu.
Menurutnya, tidak mungkin petani tebu meminta impor raw sugar. Petani dipastikan fokus untuk menjual tebunya. “Demikian pula dengan UKM. Tidak semua UKM butuh gula rafinasi (GKR). Hanya UKM yang terdaftar yang membutuhkan gula rafinasi,” kata Slamet Poerwadi dalam keterangan tertulisnya, Senin (5/7/2021).
(Baca juga:Asosiasi Petani Tebu Tolak Keras Penambahan Kuota Impor Gula)
Menurut Slamet, sebaiknya pemerintah dan pabrik gula fokus untuk menutupi defisit gula konsumsi (GKP) antara 600.000-800.000 ton per tahun dari total kebutuhan GKP 3 juta ton per tahun. Menurut Slamet, tidak perlu mengusik gula industri yang pasokannya sudah mencukupi kebutuhan industri makanan-minuman (mamin). “Jadi tidak mungkin defisit,” katanya.
Industri gula rafinasi, lanjut Slamet Poerwadi, sudah ditetapkan sebagai daftar negatif investasi. “Sebelas pabrik GKR saat ini sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan industri mamin. Jika ditambah, bisa rembes ke pasar konsumsi,” ujar Slamet.
(Baca juga:Terkait Aturan Baru Impor Gula, Disebut Ada Kekuatan Besar di Belakangnya)
Menurut doktor bidang ekonomi UII Yogyakarta itu, terkait dengan wacana swasembada gula, maka fokus diskusinya adalah pada dua hal utama yakni ekstensifikasi dan intensifikasi lahan. Bukan pada penambahan kuota impor raw sugar.
“Tidak logis jika wacana swasembada dikaitkan dengan penambahan kuota impor raw sugar. Mestinya perluasan lahan tebu di luar Jawa dan peningkatan kualitas tebu, terutama rendemen,” jelasnya.
(Baca juga:Agar Tak Rembes ke Pasar, Pemerintah Diminta Pelototi Impor Gula Rafinasi)
Ia mengkritik narasi sejumlah pengamat dan politisi yang sibuk bicara importasi raw sugar, tapi mengabaikan soal ekstensifikasi dan intensifikasi lahan tebu.