Indef Sebut Indonesia Butuh Badan Penyangga Pangan
A
A
A
JAKARTA - Pakar Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J Rachbini menilai carut-marutnya beras nasional karena tidak adanya badan penyangga pangan. Bulog dinilai sudah keluar fungsi sebagai penyangga pangan.
(Baca Juga: Indef Minta Pemerintah Kaji Subsidi Input Pertanian)
"Peran-peran Bulog sebagai penyangga pangan sudah diamputasi IMF. Salah satunya, Bulog sekarang tidak lagi memiliki gudang-gudang penyimpanan beras yang memadai," ujarnya di Kantor Indef, Jakarta, kemarin.
Akibat tidak adanya badan penyangga pangan, kata Didik, pemerintah tidak bisa melakukan intervensi harga. Padahal, pemerintah sudah menetapkan harga patokan lewat harga pemebelian pemerintah (HPP).
"Memang Bulog saat Orde Baru punya peran vital. Bulog saat itu memerankan fungsi-fungsi sebagai badan penyangga pangan. Sehingga, pemerintah bisa mengendalikan harga beras di pasaran," tutur dia.
Menurutnya, pada saat Orde Baru Bulog membeli beras para perani, saat harga beras anjlok, akibat panen raya. Begitu juga saat paceklik yang harga beras membumbung tinggi, beras yang disimpan digudang digelontorkan ke masyarakat, hingga para spekulan tidak berdaya.
Konsep tersebut dinilai berhasil. Bahkan, konsep Bulog sebagai badan penyangga pangan itu dicontoh negara tetangga seperti Vietnam, Thailand, Malaysia, dan Brunei.
"Hanya sekarang ini peran Bulog sebagai peyangga pangan itu sudah hilang. Bulog sudah orientasinya profit. Makanya, bila ingin perberasan stabil harus ada badan penyangga," tutur Didik.
(Baca Juga: Indef Minta Pemerintah Kaji Subsidi Input Pertanian)
"Peran-peran Bulog sebagai penyangga pangan sudah diamputasi IMF. Salah satunya, Bulog sekarang tidak lagi memiliki gudang-gudang penyimpanan beras yang memadai," ujarnya di Kantor Indef, Jakarta, kemarin.
Akibat tidak adanya badan penyangga pangan, kata Didik, pemerintah tidak bisa melakukan intervensi harga. Padahal, pemerintah sudah menetapkan harga patokan lewat harga pemebelian pemerintah (HPP).
"Memang Bulog saat Orde Baru punya peran vital. Bulog saat itu memerankan fungsi-fungsi sebagai badan penyangga pangan. Sehingga, pemerintah bisa mengendalikan harga beras di pasaran," tutur dia.
Menurutnya, pada saat Orde Baru Bulog membeli beras para perani, saat harga beras anjlok, akibat panen raya. Begitu juga saat paceklik yang harga beras membumbung tinggi, beras yang disimpan digudang digelontorkan ke masyarakat, hingga para spekulan tidak berdaya.
Konsep tersebut dinilai berhasil. Bahkan, konsep Bulog sebagai badan penyangga pangan itu dicontoh negara tetangga seperti Vietnam, Thailand, Malaysia, dan Brunei.
"Hanya sekarang ini peran Bulog sebagai peyangga pangan itu sudah hilang. Bulog sudah orientasinya profit. Makanya, bila ingin perberasan stabil harus ada badan penyangga," tutur Didik.
(izz)